Resmi Ajukan Banding, Pengacara Penambang Rakyat Sukabumi Gandeng LBH Bulan Bintang

Saleh Hidayat bersama Pengurus LBH Bulan Bintang (ist).

JAKARTA – Pengacara penambang rakyat Sukabumi, Saleh Hidayat dan Zardi Khaitami hari ini, Kamis (23/2/2023) daftarkan Surat Kuasa dan Tanda Tangan Akta Pernyataan Banding. Dalam surat kuasa kali ini menggunakan Lembaga Bantuan Hukum Bulan Bintang (LBH BB) dalam perkara Nomor 365 dan 366/ Pid.Sus/ 2022/ PN. Cdk, pasca Putusan Pengadilan Cibadak, 17 Februari 2023.

TIM Kuasa Hukum LBH Bulan Bintang yang ikut dalam surat kuasa, yakni Firmansyah selaku Ketua LBH Bulan Bintang Pusat, Saleh Hidayat selaku Ketua LBH Bulan Bintang Cabang Sukabumi, Zardi Khaitami, Hazairin, dan Dede Fiko Apranto.

Bacaan Lainnya

Dalam proses banding, TIM Kuasa Hukum dari LBH Bulan Bintang akan mengajukan keberatan atau sanggahan terhadap putusan Majelis hakim yang telah menjatuhkan vonis Perkara No. 365 dan 366 yang menyatakan Terdakwa Saefudin, Cecep Taryana dan 4 Terdakwa lainnya telah bersalah melanggar pasal 158 UU Minerba dan Pasal 107 UU perkebunan, hukuman penjara 1 tahun dan denda 100 juta subsider 3 bulan.

Menurut kajian dan analisa Pengacara Terdakwa, Majelis Hakim dalam pertimbangan hukumnya sama sekali tidak mempertimbangkan Nota Pembelaan atau Pledoi Penasehat hukum Para Terdakwa, yakni terkait kekeliruan Dakwaan dan Tuntutan JPU yang menafsirkan Pasal 158 UU Minerba tentang Penambangan Ilegal dimana Para terdakwa dinyatakan telah bersalah melakukan penambangan ilegal oleh karena Para Terdakwa Tidak memiliki Izin IUP, IUPK, Izin Pengangkutan, Kontrak Karya dan Izin lainnya berdasarkan tafsir pasal 35 ayat (3) huruf C dan G.

“Sementara Izin Pertambangan Rakyat (IPR) telah dimiliki oleh Para Terdakwa, namun oleh Majelis Hakim dianggap belum tervalidasi berdasarkan pendapat ahli dari Dinas ESDM Provinsi Jabar,” kata Saleh Hidayat.

Saleh memandang Para Terdakwa diperlakukan bukan sebagai penambang rakyat, tapi sebagai pengusaha tambang sekelas pemilik korporasi (Perseroan Terbatas), padahal jelas – jelas dalam fakta persidangan Para Terdakwa telah mengajukan bukti-bukti bahwa mereka adalah Para Penambang Rakyat yang berhimpun dalam badan hukum koperasi, yakni Koperasi Produsen Generasi Penambang Sejahtera yang telah lengkap memiliki Legalitas atau perizinannya, mulai dari Akta & SK Menkumham koperasi, Sertifikat koperasi, NIB, Izin Berusaha Berbasis Resiko, Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dari Kementerian ESDM Pusat, Izin Persetujuan Pemanfaatan Ruang dari Kementerian ATR/BPN dan Izin lainnya secara Lengkap.

“Bahwa Tafsir pasal 35 ayat (3) huruf C dan G sebagaimana diterapkan oleh JPU adalah terkait penambangan ilegal yang harusnya dilakukan oleh Korporasi atau perorangan yang melakukan penambangan tidak diatas IUP atau IUPK miliknya atau milik orang lain,” jelasnya.

Selain itu, Saleh menambahkan, penambangan ilegal tentang Pertambangan Rakyat adalah Pasal 158 yang turunannya pasal 35 ayat (3) huruf d, yakni penambangan yang dilakukan tanpa memiliki IPR.

“Majelis Hakim yang menghukum 6 penambang rakyat Sukabumi menunjukan betapa hukum tidak berpihak kepada rakyat kecil sejak proses persidangan dimulai sampai pada putusan tanggal 16 Februari 2023, putusan hakim tersebut berpotensi menyesatkan atau bahkan dapat dikatakan sebagai Malpraktek Peradilan,” tudingnya.

Lanjut Saleh, Majelis Hakim juga menyebutkan dalam pertimbangan hukumnya bahwa menyatakan para Terdakwa telah bersalah melakukan penambangan ilegal karena tidak mendapatkan izin dari PT Bojong Asih selaku Pemilik Tanah.

“Kami memandang bahwa pertimbangan hukum tersebut tentu keliru dan menyesatkan oleh karena PT Bojong Asih bukan sebagai pemilik tanah tapi sebagai pemegang HGU karena tanah tersebut adalah Tanah Negara,” bebernya.

Selain itu, Saleh menerangkan, PT Bojong bukan sebagai pemberi izin atas kegiatan pertambangan, otoritas memberikan izin kegiatan pertambangan adalah otoritas negara atau pemerintah, yakni dalam hal ini Kementerian ESDM terkait izin kegiatan pertambangannya dan kementerian ATR/BPN terkait status tanah dan penetapan tata ruang wilayah pertambangan (WP), yakni Wilayah Pertambangan Negara (WPN), Wilayah Usaha Pertambangan (WUP) dan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).

“IPR hanya boleh terbit dalam WPR, IUP atau IUPK hanya boleh terbit dalam WUP bukan dalam WPR. Jadi bagaimana mungkin Para Penambang Rakyat akan memperoleh IUP dan IUP yang diajukan dalam WPR,” tandasnya.

“Pertambangan rakyat atau Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) sangat jelas tidak bisa dituntut dengan IUPK kelanjutan dari kontrak karya/perjanjian yang merupakan kewajiban dari pengusaha pertambangan besar seperti Freeport,” pungkasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *