Orang Nusantara yang beriklim tropis dengan kekayaan rempah, sayur-mayur, buah-buah, daging ikan, daging ternak, umbi-umbian, kacang-kacangan, padi-padian, dan segala macam makanan “endemik”, sejak gaya hidup kolonial dari asing ditularkan, timbullah penyakit malas bergerak. Ini tentu ada kaitannya.
Sebabnya karena orang Nusantara mengonsumsi lemak yang tidak dicampur dengan penawar seperti jeruk nipis, lengkuas, jahe. Akibatnya, penyakit kolesterol mendekam dalam tubuh mereka.
Penyakit kolesterol adalah faktor fisikal pembuat rasa malas. Karena badan berat untuk digerakkan. Nuntutnya ingin tidur dan bersantai-santai saja, sambil ngemil dan ngunyah seperti lembu. Ini semua gara-gara pola makan. Ditambah pula dengan semangat yang diadopsi dari asing yang hanya cocok bekerja duduk di belakang meja.
Mereka yang makan dengan makanan tradisional dengan rempah-rempah yang kuat, bikin badan pengen bergerak terus. Aliran darah lancar. Sayang, kita membodohi diri sendiri dengan memakan makanan instan, junk food, minuman bersoda, bergula pasir, dan segala jenis makanan yang diawetkan dengan kandungan kimia dan pewarna kimia.
Akibatnya kita menjadi bangsa yang malas. Bangsa yang tidak bersemangat. Bangsa yang mandul. Bangsa yang pasrahan. Bangsa yang dimaki-maki bangsa lain, karena bodoh, miskin inisiatif dan tidak giat, tekun, total, pengecut dan disebut orang sebagai bangsa yang payah.
Ini ada kaitannya dengan makanan.

Jadi bila kita ingin mengubah kinerja dan sifat kita menjadi sebagai bangsa yang giat dan penuh vitalitas, tak ada cara lain kecuali gerakan nasional kembali kepada pola makan tradisional yang memang mengandung zat yang memacu vitalitas. Orang Nusantara kuno, berlayar dan bergerak dalam durasi yang lama dan jarak yang jauh, karena didukung oleh fisik mereka yang fit dan kuat. Fisik yang fit dan kuat tentu terkait erat dengan pola makan mereka yang berkhasiat tinggi dari bahan-bahan terbaik dan istimewa.
~ Syahrul Efendi Dasopang