Saat “Orang Gila” Jadi Spesialis Penyerang Tokoh Agama

Insiden penyerangan terhadap tokoh agama kembali marak terjadi, setelah sempat mereda pasca penyerangan terhadap almarhum Syech Ali Jaber, kini aktivitas penyerangan tersebut mulai berlanjut, korban terbaru adalah salah seorang ustadz di Batam.

Yang aneh sekaligus mengherankan dari peristiwa ini adalah karena pelakunya selalu diberi status orang gila. Hal ini sungguh terlampau sulit dicerna akal sehat.

Bagaimana mungkin para orang gila tiba-tiba memiliki keahlian melakukan percobaan pembunuhan terhadap orang sehat secara jasmanai dan rohani, bagaimana mungkin orang yang disebut gila tiba-tiba terampil membacok orang waras. Bahkan caranya terlihat sangat profesional, seolah telah melalui proses persiapan yang sangat matang sebelum melakukan aksinya.

Apakah memang mereka telah melalui prose pelatihan sebelum melakukan aksinya, kalau iya maka siapa yang melatihnya, sungguh hebat orang itu, kemampuannya di atas rata-rata.

Rentetan pertanyaan yang bersifat spekulatif seperti yang tertera di atas menjadi sangat wajar, bila menggunakan analisis akal sehat maka rentetan kejadian penyerangan terhadap tokoh agama yang dilakukan orang gila sungguh tidak masuk akal, yang membuat kita semakin heran sebab dalam setiap penyerangan yang dilakukan terhadap tokoh agama. Maka dengan begitu cepat Polri memberi pernyataan bahwa pelakunya adalah orang gila, bila kejadian seperti ini bersifat kasuistik dengan jumlah kasus yang sangat kecil.

Misalnya hanya tejadi satu kasus saja, maka mungkin publik masih bisa menerima bila pelakunya disebut orang gila, akan tetapi bila kejadiannya berulang kali, apalagi dengan jarak waktu yang tidak jauh, maka sudah pasti publik akan curiga. Mungkinkah pelakuknya benar-benar gila atau orang waras yang dilabeli gila?

Daripada Polri terlalu mudah melabeli penyerang tokoh agama sebagai orang gila, akan lebih baik bila Polri mengerahkan seluruh tenaga untuk mengungkap kasus ini.

Siapa sesungguhnya yang bermain, siapa dalang sebenarnya? Pihak mana yang mensponsori penyerangan terhadap tokoh agama? Dan kenapa harus tokoh agama yang diserang? Adakah para tokoh agama ini telah melakukan kesalahan besar, kalau mengkritik pemerintah mungkin iya, tetapi apakah hal itu masuk kategori kesalahan besar dalam sebuah Negara demokrasi

Kita kembali teringat dengan kasus penyerangan terhadap almarhum Syech Ali Jaber, pasca kejadian tersebut juga muncul isu bahwa penyerangnya adalah orang gila, namun di kemudian hari pelaku justru adalah orang yang waras. Jangan sampai pola yang sama juga terjadi kepada para tokoh agama yang telah terlebih dahulu mengalami penyerangan atau yang diserang pasca insiden almarhum Syech Ali Jaber.

Keganjilan lain yang menyita perhatian kita semua adalah kenapa tokoh agama yang diserang mayoritas tokoh agama Islam. Ada apa?

Tentu kita tidak berharap tokoh agama lain akan mengalami penyerangan. Namun kemunculan pertanyaan ini sangat beralasan, mungkinkah para tokoh agama islam tersebut telah melakukan tindakan yang mengancam negara sehingga harus dilenyapkan dengan cara keji semacam itu, rasanya tidak, mereka hanya menjalankan tugas sebagai tokoh agama, membimbing umat ke jalan yang benar melalui ceramah-ceramahnya.

Polri semestinya bekerja ekstra keras membongkar dalang dibalik peristiwa keji ini, semakin sering kepolisian memvonis penyerang tokoh agama sebagai orang gila, maka publik juga akan semakin tidak percaya dengan vonis seperti itu.

Zaenal Abidin Riam
Pengamat Kebijakan Publik/Koordinator Presidium Demokrasiana Institute

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *