JAKARTA – Anggota Badan Anggaran DPR RI Hermanto mengungkapkan, Fraksi PKS (FPKS) DPR RI mengajukan kepada Pemerintah 3 resep agar daya beli rakyat menguat sekaligus meringankan beban hidup rakyat. Tiga resep tersebut adalah penghapusan pajak kendaraan bermotor roda dua, surat ijin mengemudi berlaku seumur hidup dan pembebasan kewajiban membayar pajak bagi wajib pajak pribadi berpenghasilan sampai Rp. 8 juta per bulan.
“Tiga hal tersebut sudah disampaikan secara resmi kepada Pemerintah dalam Pemandangan Umum FPKS DPR RI terhadap keterangan Pemerintah atas RUU APBN 2021 beserta nota keuangannya,” ujar Hermanto.
Penghapusan pajak dan bea balik nama kendaraan bermotor roda dua, jelasnya, perlu dilakukan agar masyarakat miskin dan rentan yang menggunakan kendaraan bermotor roda dua sebagai bagian dari alat mata pencaharian hidup tidak terbebani setiap tahun mengurus dan membayar pajak tersebut.
“Hal ini perlu dilakukan sebagai insentif kepada masyarakat kecil dan berpenghasilan rendah yang pada umumnya menjadikan kendaraan bermotor roda dua sebagai bagian dari alat untuk mencari penghasilan hidup,” paparnya.
“Berkurangnya PAD dari pajak tersebut bisa ditutup dengan bagi hasil pajak dari pemerintah pusat terutama dari pajak pertambahan nilai,” ucapnya.
Sedangkan pemberlakuan SIM seumur hidup dalam upaya mengurangi beban ekonomi, waktu dan tenaga.
“Namun pemberlakuan ini dapat dievaluasi jika pemilik SIM melakukan pelanggaran lalu lintas berat sehingga SIM dapat dicabut. Yang bersangkutan bisa mengajukan SIM baru dengan terlebih dahulu menempuh ujian sebagaimana peraturan yang berlaku,” tutur Hermanto.
Adapun pembebasan kewajiban membayar pajak bagi wajib pajak pribadi berpenghasilan sampai Rp. 8 juta per bulan, selain untuk mengatasi rendahnya daya beli dan mengurangi beban kesulitan hidup perlu dilakukan karena banyak pertimbangan lain.
“Pertimbangan lain tersebut antara lain: sebagai stimulus fiskal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pertumbuhan ekonomi stagnan, kenaikan PTKP belum cukup mendongkrak daya beli masyarakat dan besarnya jumlah kaum muda berpenghasilan rendah yang rentan jatuh ke jurang kemiskinan,” papar Hermanto.
“Meskipun kebijakan ini akan berdampak pada penurunan penerimaan PPh, namun disisi lain merupakan potensi daya beli yang dapat meningkatkan kontribusi rumah tangga terhadap pertumbuhan ekonomi. Potensi kehilangan penerimaan PPh sangat mungkin dikompensasi oleh peningkatan pajak pertambahan nilai,” pungkas legislator dari dapil Sumbar I ini. (Joko)