Eva juga menyinggung nama Presiden RI Ir. Joko Widodo secara konstitusional mengejawantahkan UUD 1945 dan UUPA untuk memastikan Sumber daya agraria untuk kepentingan rakyat. Presiden Jokowi pada pada tanggal 24 September 2018 telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perppi) Nomor 86 Tahun 2018 Tentang Reformasi Agraria
“Secara operasional Perpres ini tentu untuk maksud membuka akses petani terhadap tanah, untuk memastikan distribusi tanah yang adil, mengurangi ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah dalam rangka menciptakan keadilan, menangani Sengketa dan Konflik Agraria, menciptakan sumber kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat yang berbasis agraria melalui pengaturan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah,
menciptakan lapangan kerja untuk mengurangi kemiskinan, memperbaiki akses masyarakat kepada sumber ekonomi, meningkatkan ketahanan dan kedaulatan pangan; dan memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup,” jelas Eva.
Lebih lanjut, Eva mengaku, petani Cisaruni Kecamatan Cikajang Kabupaten Garut merasa berbahagia dan berbangga kepada Presiden Jokowi karena sebelum Perpres ini diterbitkan para petani telah dianggap berkonflik dan bersengketa di tanah Kebun Cisaruni PTPN VIII, dan dengan adanya perpres tersebut terbuka jalan penyelesaian dan penanganan sengketa
dan konflik ini.
Namun, kenyataannya Petani malah dikrimininalisasi, terbukti sejak 05 Agustus 2022 menjadi tersangka dan saat ini ditahan untuk menjalani persidangan.
“Semestinya hal ini tidak terjadi, jika permasalahan ini ditangani dan diselesaikan dalam ruang lingkup reforma agraria, sebab di Kabupaten Garut telah dibentuk Gugus Tugas Reformasi Agraria (GTRA) yang diketuai Bupati. Yang bertujuan salah satunya menangani dan menyelesaikan sengketa dan konflik Petani di Kebun Cisaruni Kecamatan Cikajang,” papar Eva.
Untuk itu, mereka yang tergabung di dalam Solidaritas Aktivis dan Organisasi Tani untuk Petani Cisaruni meminta:
Selanjutnya baca di halaman berikutnya: