Isu mayoritas vs minoritas berpangkal pada problem ketidaksetaraan akses ekonomi di dalam sistem demokrasi. Kalau sistemnya kolonialisme sekalian, isunya berubah lebih radikal dan clear: perjuangan melawan dan mengusir penjajah.
Kalau ini, tidak jelas. Secara akses politik, setiap pihak dapat berebut akses politik lewat pemilu. Tetapi sebenarnya, di lapangan, akses politik itu ditentukan oleh penguasaan akses ekonomi.
Akibatnya menjadi dilema. Kelihatannya tidak ada penjajahan. Karena semua orang bisa mencalonkan diri. Padahal sebenarnya, penjajahan ekonomi itu berjalan sistematis dan sistemik.
Dan suara untuk mengungkapkan protes terhadap jenis penjajahan ini, hanya terefleksi dengan bahasa politik Mayoritas vs Minoritas. Maksud isu ini agar si Mayoritas tidak dipecundangi terus menerus.
Berarti diperlukan bahasa politik yang lebih kreatif terkait masalah ini. Apalagi saat ini, balada mayoritas vs minoritas ini telah dimanipulasi sehingga jauh dari duduk masalah awal dan aslinya. Bahkan tidak sedikit yang malah menjadikan isu ini sebagai peluru yang menghantam moral para pejuang kesamaan akses terhadap ekonomi yang dikontrol secara ekslusif kaum minoritas. Kontrol akses ekonomi memberi jalan mulus bagi oligarki minoritas ini untuk mengontrol politik.
Gilanya, fakta ini dikesampingkan oleh para demagog dan propogandis anti isu Mayoritas vs Minoritas.
Bagaimana Pergeseran Terjadi
MASIH CATATAN TENTANG 75 TAHUN RI
….
Pada mulanya isu mayoritas vs minoritas terkait tuntutan kesamaan akses dan capaian kemakmuran di dalam warga Indonesia pasca kolonial. Dalam fase ini yang tersudut tentu kaum minoritas utamanya kebetulan etnik China.
Tetapi secara perlahan dan senyap namun mantap, isu mayoritas vs minoritas bergeser menjadi urusan isu agama dan keyakinan. Di fase ini situasi menjadi terbalik. Yang tadinya pihak minoritas sebagai pihak yang tertuding dan tersudut, berganti menjadi pihak yang diuntungkan dan si mayoritas malah menjadi pihak yang tertuduh dan tersudut. Isu minoritas direpresentasikan oleh Ahmadiyah, Syiah, Aliran Kepercayaan, dst melawan FPI yang direpresentasikan sebagai mayoritas. Benar-benar gilani dan koplak canggihnya propoganda.
Pergeseran ini semua terjadi melalui serangkaian propoganda lewat media yang dikuasai oleh pihak minoritas.
Gejala yang sama terjadi pada isu pribumi dan non pribumi. Tadinya isu ini seperti halnya isu mayoritas vs minoritas, terkait langsung perkara ketimpangan kemakmuran dan akses ekonomi. Namun sekarang isu pribumi bergeser menjadi isu masyarakat adat. Dan isu pribumi vs non pribumi dibangun persepsinya sedemikian rupa sebagai isu kolot, tidak relevan dan merugikan bagi bangsa.
Demikian yang saya tangkap.
~ Syahrul Efendi Dasopang