Saat wabah virus corona terjadi sekarang ini, kita menyaksikan perihal penguasa yang menggunakan harta negara. Berbagai jenis simpanan milik negara, tampak digunakan. Mulai dari paket bantuan presiden hingga kartu pra kerja yang sempat menyita perhatian publik.
Terlepas apakah penggunaan hal tersebut dapat dikategorikan mubah, wajib, makruh atau haram, namun dua kisah berikut tentang penguasa suatu negara di masa lalu yang mempergunakan harta negara, dapat dijadikan iktibar. Kisah ini semakin menggigit manakala ada isu penyalahgunaan dana haji oleh pemerintah. Mari kita simak kisah-kisahnya.
Cerita Pertama
Pada suatu hari, Amirul Mukminin Muawiyah, pendiri kerajaan Islam Bani Umayyah, memutuskan untuk menyalurkan bantuan kepada sebagian kaum muslimin yang diambil dari kas negara, yaitu Baitul Mal. Setelah mengambil keputusan tersebut, Muawiyah pun berpidato: “Hai kaum muslimin, dengarlah dan taatlah….”.
Tiba-tiba Abu Muslim Al-Khaulani berdiri di hadapan Muawiyah sambil mengatakan: “Hai Muawiyah, sekali-kali kami tidak akan mendengarkan pidatomu dan tidak akan patuh padamu.” Muawiyah bertanya: “Mengapa demikian ya Abu Muslim?” Abu Muslim menjawab: “Karena engkau telah berani memutuskan bantuan kepada kaum muslimin dari kas negara, Baitul Mal, padahal harta itu bukanlah hasil keringatmu, dan bukan harta ayahmu atau ibumu.
Mendengar kata-kata Abu Muslim itu wajah Muawiyah berubah menjadi merah dan dia sangat marah. Lalu Muawiyah turun dari mimbar dan minta kepada hadirin agar tidak meninggalkan tempat. Muawiyah pergi sejenak. Kemudian kembali lagi dalam keadaan wajahnya yang basah sambil berkata: “Tadi Abu Muslim telah melontarkan kata-kata yang menyinggung perasaanku, sehingga aku sangat marah kepadanya. Tetapi aku teringat pada sebuah hadits yang berbunyi: ‘Marah itu adalah perbuatan setan. Dan setan dijadikan dari api. Api itu tidak dapat dipadamkan kecuali dengan air. Maka barangsiapa di antara kalian ada yang sedang marah, hendaklah dia segera mandi.’ HR. Abu Na’im.
Dan sekarang aku juga sudah mandi. Benar apa yang dikatakan oleh Abu Muslim bahwa harta Baitul Mal itu bukanlah hasil keringatku. Dan bukan pula harta milik ayah dan ibuku. Oleh karena itu, siapa yang merasa dirugikan, sekarang ia boleh mengambil bantuan dari Baitul Mal itu.”
Cerita Kedua
Seusai Al-Mahdi Abu Ja’far Al-Mansur, pendiri Bani Abbasiyah, menunaikan ibadah haji, dia memerintahkan agar Al-Imam Sufyan Ats-Tsauri dihadirkan di hadapannya. Pada suatu malam rumah Imam Sufyan dikepung dan dia ditangkap. Setelah dia dibawa menghadap Al-Mahdi, Al-Mahdi berkata kepadanya: “Mengapa sejak aku kembali dari menunaikan ibadah haji, engkau tidak pernah datang menghadapku, padahal banyak masalah yang ingin aku kemukakan dan minta pendapatmu? Selama ini apa yang engkau serukan, selalu kami turuti, dan apa yang engkau larang, kami menjauhinya.”
Setelah Al-Mahdi selesai berkata, maka Imam Sufyan bertanya kepadanya: “Berapa banyak uang negara yang engkau habiskan dalam perjalanan itu?” Al-Mahdi menjawab: “Aku tidak tahu. Tetapi engkau dapat melihat rinciannya kepada bendaharaku.” Imam Sufyan bertanya kembali: “Apa jawabanmu di hari kiamat nanti bila engkau ditanya oleh Allah tentang hal itu? Dan ingatlah ketika Khalifah Umar R.A. pulang dari menunaikan ibadah haji, beliau bertanya kepada pembantunya: ‘Berapa banyak uang yang telah kita pergunakan dalam perjalanan haji ini?’ Pembantu itu menjawab: ‘Delalan belas dinar ya Amirul Mukminin.’ Umar berkata: ‘Celakalah! Kita telah memperkosa harta Baitul Mal.”
Dalam sebuah hadits Nabi diriwayatkan: “Siapa yang menggunakan harta Allah dan Rasul-Nya dengan sekehendak hawa nafsunya, maka baginya api neraka pada hari kemudian.” HR. Mansur bin Ammar dari Ibrahim dari Al-Aswad dari Al-Qamah dari Ibnu Mas’ud.
Seorang sekretaris Al-Mahdi, yaitu Abu Ubaid menegur Imam Sufyan: “Tidak layak engkau berkata demikian di hadapan Al-Mahdi Amirul Mukminin.” Namun Imam Sufyan menghardik balik orang tersebut: “Diam. Sesungguhnya Fir’aun binasa karena Haaman, dan Haaman itu sendiri adalah Fir’aun. (Dikutip dari buku Al-Islam Bainal Ulama wal Hukkam, karya Abdul Aziz Al-Badri)
~ Syahrul Efendi Dasopang, Imam Masjid Umar bin Al Khattab