Oleh : Muhammad Andi Anugrah | Mahasiswa FH Unram
Isu pemberantasan narkoba di Indonesia, termasuk di Kabupaten/Kota Bima, kerap digembar-gemborkan dengan jargon perang total. Aparat tampil di media, razia digelar, dan pelaku kecil-kecilan ditangkap. Namun, di balik simbolisme penindakan itu, publik menyaksikan realitas yang berbeda. Jaringan besar tetap berjalan, aktor di balik layar tidak tersentuh, dan justru yang ditangkap hanyalah Pion-pion kecil yang mudah dikorbankan.
Kemunafikan dalam hal ini terlihat dari selektivitas hukum yang terus terjadi. Penangkapan besar kerap menargetkan pelaku kelas bawah yang tidak memiliki daya tawar politik maupun ekonomi. Sementara itu, aktor-aktor utama yang mengendalikan jaringan dari balik layar seringkali tak tersentuh baik karena kekuatan modal maupun koneksi institusional. Hal ini menandakan bahwa “perang terhadap narkoba” tidak pernah benar-benar menyasar sistem yang memproduksi dan melindungi kejahatan tersebut.
Kabupaten Bima bukan sekadar wilayah transit, tapi telah menjadi ladang subur peredaran narkoba. Mirisnya, Pun saya melihat, belum ada pemeriksaan yang serius yang di lakukan oleh APH dan lembaga-lembaga terkait di wilayah-wilayah yang menghubungkan antara Bima dengan Daerah-daerah yang lain, Semisal di jalur laut, yaitu pelabuhan Kota Bima dan Pelabuhan Sape. Pun saya melihat belum ada pemeriksaan yang bagitu ketat terkait dengan keluar masuknya barang dari daerah-daerah lain ke Bima, begitupun sebaliknya. Dan perlu kita curigai, kemungkinan di dua tempat itulah penyelundupan dan peredaran gelap narkotika masuk di Wilayah Kabupaten/Kota Bima. Di sinilah ironi itu terasa begitu tajam. Negara dan alat-alatnya hadir dalam bentuk represif, namun absen dalam bentuk preventif dan pemberdayaan.
Saya melihat, Penindakan yang ditampilkan ke publik sering kali hanya menjadi simbol bahwa negara bekerja. Tapi benarkah negara benar-benar serius? Lalu bagaimana dengan operasi tangkap tangan (OTT) yang sering di sorot media, Apakah berkelanjutan ?? Ataukah hanya sekadar menenangkan amarah publik sambil melindungi aktor-aktor besar yang punya koneksi dengan kekuasaan? Lalu siapakah yang di untungkan dalam hal ini??
Perlu di telusuri; Siapa yang mengimpor, siapa yang melindungi dan siapa yang Diam?? Pertanyaan fundamental yang perlu di ajukan oleh saya dan masyarakat Bima pada umumnya. Siapa sebenarnya kawan dan siapa lawan dalam perang narkoba ini?? Apakah negara dan alat-alatnya benar-benar berpihak pada rakyat, atau justru menjadi bagian dari sistem yang memungkinkan narkoba tetap eksis?? Disatu sisi negara mendeklarasikan Perang terhadap Narkoba, namun disisi lain hukum sering tebang pilih.
Kabupaten/Kota Bima butuh keberanian intelektual dan moral, baik dari pemerintah daerah, akademisi, Mahasiswa, maupun seluruh masyarakat Kabupaten/Kota Bima, untuk mendesak adanya evaluasi menyeluruh terhadap pendekatan penanganan narkotika. Kita tidak bisa membiarkan pertunjukan semacam itu terus menggantikan kerja substantif. Pun sudah saatnya simbolisme digantikan dengan keberpihakan yang nyata. Sebab itu semua tidak hanya mencerminkan kehendak penguasa, tetapi juga kepentingan dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Sudah saatnya masyarakat Bima tidak lagi terlena dengan euforia penangkapan dan konferensi pers. Kita butuh keadilan yang utuh. Dari pencegahan, pemberantasan, pendidikan, hingga penindakan yang menyasar akar masalah dan pelaku utama. Bukan hanya sekadar sandiwara tahunan yang sering di layangkan untuk membohongi Publik, sebab itu bukan sebuah tindakan yang lelucon.
Jika negara serius, maka bersihkan institusimu. Tunjukkan keberpihakanmu terhadap masyarakat dengan membuka ruang dialog, dan selalu Transparansi untuk membongkar jaringan-jaringan besar yang sesungguhnya. Jika tidak, maka perang terhadap narkoba hanyalah panggung kemunafikan. Dan Masyarakat Kabupaten/Kota Bima lagi-lagi hanyalah korban dalam sandiwara ini. Sebab semuanya harus mencerminkan prinsip keadilan. Tulisan ini semoga dapat memengaruhi gerakan reformasi hukum dan perubahan kebijakan dalam hal pencegahan dan pemberantasan peredaran gelap Narkoba.
Kalimat penutup. Negara ini hancur tidak di lakukan oleh mereka yang melakukan kejahatan, tetapi negara ini hancur di lakukan oleh mereka yang melihat kejahatan tersebut namun tidak berbuat apapun.