Oleh: M. Din Syamsuddin, Ketua Dewan Pertimbangan MUI
Bismillahirrahmanirrahim
Sangat menarik dan mencerahkan pernyataan Ketua Umum PBNU KH. Said Agil Siraj bahwa kita wajib menghormati Habib Rizieq Syihab. Pernyataan yang bernada fatwa dan menggunakan istilah fikih yakni wajib, hukum Islam yang jika tidak dilaksanakan maka pelakunya akan berdosa, adalah sangat keras dan tegas. Saya sangat bersetuju (muwaffiq kull al-ittifaq), dan sangat menghargai (highly appreciated) dengan pernyataan tersebut.
Kendati itu merupakan Qaulun Jadid (Perkataan Baru) bagi saya pernyataan Kiyai Agil Siraj itu wajib diperhatikan, tidak hanya oleh Kaum Nahdhiyin, tapi juga oleh seluruh umat Islam, bahkan umat agama-agama lain, tak terkecuali oleh pemerintah atau pemangku amanat.
Memang seyogyanya kita semua sebagai bangsa cinta damai dan keadilan harus menghormati hak dan martabat para tokoh agama, apapun agama mereka.
Sebagai umat Islam harus pula menghormati para ulama, siapapun mereka dan apapun madzhab pemikirannya. Sikap cenderung mengkafirkan atau memandang sesat pihak lain, termasuk menuduh pihak lain secara pejoratif seperti radikal merupakan sikap yg tidak arif bijaksana dan bukan merupakan bentuk moderasi beragama.
Wawasan Wasathiyah (suatu watak Islam sejati) yg mengedepankan antara lain tasamuh atau toleransi perlu mengejawantah dalam sikap penuh hikmat kebijaksaan yakni dengan menghargai orang lain.
Sikap ini diperlukan dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia yang memiliki keragaman agama, etnik, dan budaya. Islam mengajarkan, kalau antar umat berbeda agama berlaku ”lakum dinukum waliyadin” (bagimu agamamu, bagiku agamaku) tapi kita bersaudara sebangsa. Terhadap sesama Muslim, walau berbeda aliran atau organisasi sehingga berbeda pemahaman keagamaan, bisa berlaku analoginya ”lakum ra’yukum, wali ra’yi” (bagimu pendapatmu, bagiku pendapatku) tapi kita tetap bersaudara seiman.
Tentu hal itu setelah semuanya mencoba utk duduk bersama berdialog atau bermusyawarah yg merupakan ciri lain dari Wawasan Wasathiyah.
Selain wajib menghormati Habib Rizieq Syihab, hormati pula Ustadz Abdus Somad, Ustadz Adi Hidayat, atau Tengku Zulkarnain, dan para tokoh agama lain. Walaupun kita tidak sependapat, tapi tidak eloklah kalau mereka dilarang atau dihalang-halangi.
Oleh karena itu, demi kerukunan bangsa dan Persatuan Indonesia (Sila Ketiga Pancasila), mari kembangkan sikap saling memahami dan menghormati. Kriminalisasi tokoh agama (ulama, pendeta, pedanda, atau bikkhu), dan kecenderungan labelisasi apalagi dengan generalisasi adalah pendekatan yg kontra-produktif terhadap perwujudan kerukunan bangsa, integrasi dan integritas nasional.
Wallahu al-musta’an
31.10.19.