Cibolek~ Jokowi memang keterlaluan. Mau memasang anak keturunan dan kroni-kroninya untuk menguasai negara secara berkelanjutan. Segala halangan, baik halangan peraturan maupun halangan adat kebiasaan, ditabrak saja.
Presiden-presiden sebelumnya saja tidak berani melangkah sejauh itu. Akibatnya orang muak. Reaksi rakyat bergemuruh. Karena rakyat sudah mendendam lama. Lihat negara penuh jengkel, dinikmati dan diketekin sendiri oleh Jokowi dan konco-konconya. Dia merasa, semua rakyat dapat disogok dengan BLT, kaum elit politik dapat diintimidasi dengan cara blackmail, dan opini dapat ditekuk dengan buzzers.
Sekarang, dengan cepat aksi massa meluber di berbagai wilayah. Dari mahasiswa, akademisi, aktivis, rakyat biasa hingga orang-orang bebas sudah tak tahan dengan situasi.
Sebenarnya jika kita jeli, Tuhan sudah memberi momentum bagus untuk perubahan yang lebih radikal untuk Indonesia ke depan, di tengah jalannya sejarah hampir sempurna dikempit oleh para elit ekonomi dan politik. Rakyat sudah ngap-ngapan hampir kehilangan daya dan asa untuk menggapai harapan hidupnya yang sebenarnya tidak muluk-muluk amat seperti halnya para konglomerat dan ketua-ketua partai.
Cukup makan, pakaian, tempat berteduh ada, uang anak sekolah tidak pusing, dan pendapatan sesuai kebutuhan tersedia. Rakyat tidak perlu apartemen di Pantai Mutiara, kontrak pekerjaan di IKN, makan kenyang di restoran. Tidak. Rakyat cukup tidur tidak kehujanan dan kepanasan. Makan di warteg, ok. Pekerjaan sebagai Ojol pun tak masalah.
Adapun momentum bagus ini ialah percobaan aksi gamblang oleh penguasa untuk memaksakan kehendaknya meski harus mengubah peraturan, yaitu menganulir putusan MK dengan kendaraan DPR. Sialnya, aksi para pelayan kehendak Jokowi yang spontan dan melanggar aspirasi rakyat itu, terbongkar dan menimbulkan reaksi keras dan massal dari rakyat.
Reaksi rakyat yang berdimensi massal dan kuat ini, harus dibaca sebagai suatu gejala yang sudah lama ingin meledak. Ibarat bisul, ini sudah matang. Kemuakan terhadap kesewenang-wenangan penguasa, sudah lama mengendap dalam batin rakyat. Tinggal pelampiasan dan penyalurannya saja yang ditunggu.
Nah, tiba-tiba momentumnya datang. Putusan MK yang tadinya sebagai relaksasi bagi rakyat, dicoba hancurkan oleh metode kekuasaan berupa kekuatan DPR. Marahlah rakyat. Hati-hati, lho, jika berkembang jadi “amok”.
Keadaan semua ini bagaikan umpan dari Tuhan kepada rakyat supaya memanfaatkannya buat mereka dan perubahan radikal kehidupan politik di Indonesia saat ini. Dan Jokowi yang begitu tamak, juga sebenarnya merupakan sarana dari Tuhan agar rakyat menggunakannya buat mengkonsolidasikan mereka.
Bukan tidak mungkin, perkembangan bisa mananjak ke arah siklus perubahan nasional seperti yang sudah-sudah. Sebab semacam hukum tak tertulis di Indonesia, siklus perubahan hanya bisa digerakkan oleh aksi massa, bukan oleh rapat ke rapat antara DPR dan Pemerintah.
Dan setiap siklus perubahan akan menyembulkan adanya musuh bersama yang nyata bagi rakyat yang muak, seperti yang dulu-dulu. Dan selalu saja musuh bersamanya ialah ikon utama penguasa tersebut.
Jika mengarah ke siklus perubahan, sudah perlu dipikirkan, adanya platform bersama yang memandu hubungan sinergis antar elemen perubahan. Jangan sampai dibajak dan “dieditansilkan” (ejakulasi tanpa hasil) oleh pihak pro status quo.
Sekecil apapun sumbangan tenaga dan pikiran masyarakat untuk mengakumulasikan gerakan perlawanan yang kini mulai membesar, sejarah akan menghargainya.
~Bhre Wira, Penulis Buku Indo Amnesia, Catatan Nurani Indonesia