Curang Adalah Seni Dalam Perang

Oleh : Burhanuddin Saputu

Di zaman Romawi Kuno, seringkali seorang budak perkasa ditarungkan dengan seorang gladiator plus seekor harimau. Juga terjadi seorang budak perkasa tanpa senjata ditarungkan dengan seorang gladiator yang dipersenjatai, adalah curang.

Bacaan Lainnya

Di zaman Tiongkok Kuno, seorang perkasa pendekar liar harus berujung ditiang gantungan karena diracun agar bisa ditawan ke istana kerajaan untuk dihukum oleh sang Raja, juga curang.

Demikian juga Raden Wijaya pendiri kerjaan Majapahit harus berlaku curang untuk mengalahkan Jayakatwang Raja Kediri, atas nama balas dendam karena keruntuhan kerajaan Singasari di tangab Raja Kertanegara yang adalah bapak mertua Raden Wijaya, juga curang.

Penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan RI di rumah Laksamana Maeda serta pembacaan Proklamasi Kemerdekaan di Jalan Pegangsaan 56 Jakarta di bawah pengawalan Heiho padahal pemerintah Jepang sedang menduduki Batavia (kini Jakarta) selaku wilayah taklukan dari tangan pemerintah Hindia Belanda. Semua itu dapat dianggap sebagai seni dalam perang, atau seni dalam politik.

Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara membentuk pemerintahan didasarkan sistem demokrasi, demokrasi menjadi pilihan dalam membentuk pemerintahan baru yaitu melalui pemilihan umum (pemilu).

Masih terasa anyar, baru saja indonesia menyelenggarakan pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden serta legislatif dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Memang tidak semua kontestan pun kandidat melakukannya, tetapi di masyarakat terasakan, juga terlihat pergerakan secara sistemik terstruktur diiringi dengan sodoran pragmatisme sempit misalnya minyak goreng, sembako, rupiah, dan lain sebagainya. Tapi, ya itulah realitas kesadaran atau tingkat kemelekan sebahagian warga masyarakat dalam hal pemilu.

Ragam pragmatisme di atas dapat dipandang sebagai bentuk curang karena pemilu menganut asas antara lain jujur dan adil (Jurdil), walau menang karena curang itu dianggap hal biasa dalam perang, termasuk dalam soal politik.

Artinya kalau anda ingin menang dalam perang harus curang, sebaliknya kalau anda tidak curang maka dapat dipastikan anda akan kalah dalam perang. Itulah seorang sosilog politik Maurice Duverger pernah bilang: “politik adalah perang, dan dalam perang harus ada alat alat perang untuk digunakan dalam peperangan, misalnya senjata. Dan senjata harus dipegang oleh orang yang bisa menggunakannya.”

*Penulis adalah Pemerhati Sosial Politik.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *