Cakrawala Jalasutra Menembus Batas Realitas (3)

REVOLUSI KEMBALI MENJADI BANGSA INDONESIA : (Bagian terakhir dari 3 tulisan)

Apabila lumbung menggunakan kekuatan karakteristik bangsa, potensi alam dan spritualitas manusia untuk membangun bangsa, Jalasutra yang digagas Hans Satyabudi ini merupakan revolusi kebangsaan yang digali dari filisofi nawasanga masyarakat Bali dengan menggunakan kekuatan serupa untuk tujuan yang sama melalui penekanan aspek kesadaran transendental.

Bacaan Lainnya

Kesadaran transendental inilah yang kemudiaan memancarkan cahaya pada ruang–ruang sehingga membuat bangsa indonesia berpotensi ‘ memayu hayuning bawana’

Kesadaran transendental tersebut merupakan buah keyakinan pada Tuhan mahaesa sebagai dzat maha pengasih yang membawa bangsa indonesia mencapai pencerahan tertinggi dalam hidup seimbang dan sempurna.

Oleh karena itu ia akan menjadi ruang ke V, pusat pengendali ruang–ruang yang akan dilalui bangsa indonesia. Kemudian terjadi pemaknaan pada titik–titik yang bergerak dari ruang I ke ruang lainnya.

Titik–titik diantara ruang I adalah api menggambarkan kemanusiaan dengan titik angin yang menggambarkan keadilan. Kemudian ruang II terbentuk diantara titik angin dengan titik air yang menggambarkan kedaulatan rakyat.

Lalu titik air bergerak menuju titik tanah yang menggambarkan persatuan manusia didalam ruang III, sementara ruang IV menjadi pergerakan diantara titik tanah kembali pada titik api untuk melahirkan makna keadilan dan kesejahteraan. Inilah yang dinamakan Pancasila.

Kembali menjadi bangsa indonesia dalam jalasutra, adalah kembali pada pancasila sebagai sebuah keyakinan hidup yang terbangun dari jalinan erat manusia dengan alam, diikuti rasa tunduk pada Dzat maha pengasih yang memberinya kehidupan dan pengharapan.

Kesadaran transendental ini tentu saja keluar dari dunia realitas yang cenderung mengikuti kebudayaan barat yang bersifat imanen, dengan begitu segala pengalaman asli telah dan akan dialami bangsa indonesia tidak digambarkan dalam bentuk simbol–simbol diskursif bersifat nalar. Tetapi melalui simbol presentasional bersifat intuisi langsung untuk menggambarkan satu kesatuan bulat dan utuh dari pemahaman metafisis pada ruang–ruang yang ada.

Melalui simbol warna merah untuk titik api, putih untuk titik angin, hitam untuk titik air dan kuning untuk titik tanah. Pemahaman metafisis ini membuat jalasutra menjadi cakrawala yang keluar dari dunia realitas dengan mengubah pola induktif menjadi deduktif melalui abstraks total, serta membangun ilusi primer bukan ilusi sekunder seperti pola pikir banyak intelektual tentang masa depan indonesia.

Melalui Ilusi primer jalasutra mengungkapkan proses kelahiran bangsa indonesia sebagai olah kreasi manusia. Kreasi menunjukan pengadaan dari sesuatu yang belum ada sebelumnya. Ia menuntut kreativitas manusia mengolah sumber–sumber baik material maupun spritual agar manusia dapat mengembangkan diri.

Dengan demikian bangsa indonesia lahir bukan sekedar naluri manusia mengatasi persoalan hidup dengan mengolah sumber – sumber yang dimiliki. Tapi ada sesuatu yang harus dilakukan agar perjalanan bangsa indonesia sesuai dengan konsep yang telah dibuatnya sendiri.

Ini dilukiskan oleh simbol–simbol yang terdapat dalam jala sutra. Simbol merah pada titik api bertemu dengan warna putih dititik angin melahirkan energi yang membuat semangat, kesadaran dan kecerdasan dalam diri manusia untuk membaca tanda–tanda alam.

Apabila energi tersebut meruang lahir bangsa indonesia yang memiliki tujuan pasti dan merupakan bentuk kesadaran dari olah akal budi manusia yang disinari cahaya ilahi. Inilah ruang I, kelahiran bangsa indonesia dengan tujuan: Mengangkat harkat dan martabat kaum pribumi.

Selanjutnya baca di halaman berikutnya:

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *