Belajar dari Gempa Cianjur: Tantangan Konversi Islam dan Neo Sosialisme Islam

Dalam momentum gempa bumi di Cianjur baru-baru ini, mencuat berita viral tentang tenda-tenda yang disangka sebagai modus misionaris. Akibatnya keributan terjadi di dunia maya, hingga pihak berwenang mengambil tindakan atas kasus ini.

Sebelumnya beberapa bulan yang lalu, beredar pula video viral tentang ibu-ibu dengan identitas Islam (berjilbab), ikut melaksanakan ritual hio yang menimbulka rasa miris dan prihatin. Dan masih banyak lagi.

Bacaan Lainnya

Sebagian berhenti dengan hanya mengecam dan tanpa tindakan. Sebagian bertindak dengan mengejar dan mengobrak-abrik gejala tersebut. Tindakan yang biasanya berakhir dengan tindakan balik dari negara (dalam hal ini polisi), dengan menerapkan pada mereka dalih pidana.

Kita perlu merespon gejala yang sudah makin meningkat ini, yaitu konversi dari Islam ke agama lain, dengan suatu langkah tersistem. Perlu digali sebab-sebab apa yang menimbulkan gejala konversi Islam yang lumayan ramai di lapisan bawah ini terjadi, sehingga lebih jelas duduk persoalannya dan dapat diberikan langkah-langkah penyelesaiannya secara sistematis.

Saat ini, memang kondisi yang kondusif untuk konversi dari Islam ke Kristen, karena beberapa alasan:

1. Sikap Permisif dan tidak sakralnya lagi Islam sebagai agama yang dianut oleh rakyat kebanyakan, oleh karena:

a. Signifikannya hasil selama ini dari wacana desakralisasi Islam dan domestifikasi Islam.

b. Pertunjukan sikap permisif terhadap perbedaan agama oleh para tokoh-tokoh Islam sendiri dan pemerintah.

c. Pemerintah dengan tegas mendukung sikap liberal terhadap perbedaan sikap sekular terhadap agama.

2. Tekanan Ekonomi yang makin berat dan massifnya strategi mengulur tangan dari Kristen.

3. Materialisme yang makin dahsyat.

Di lapisan bawah itu berat sekarang. Lagi pula gejala praktik Islam semakin individualistik, urusan masing-masing, sudah mulai hilang tendensi saling melindungi dan saling menolong antar ssma (sosialisme Islam), dan banyak figur panutan semakin religius dan menunjukkan praktik syar’iy, tetapi semakin individualis dan ekslusif secara kelompok.

Sementara di lapisan bawah, sebenarnya heterogen secara afiliasi keagamaan, namun makin susah mengakses pertolongan ekonomi atas nama ikatan emosional dan identitas Islam.

Semakin dikikis identitas Islam, semakin kecillah rintangan konversi agama di lapisan bawah.

Mungkin perlu gerakan Neo Sosialime Islam. Menghidupkn kembali aspek sosialis dan komunal (dalam pengertian positif) dari Islam guna memperlambat kehancuran kemanusiaan di lapisan bawah, akibat tekanan ekonomi dan redupnya semangat kebersamaan dan takaful.

Sosialisme Islam sebenarnya memiliki preseden, baik pada praktik awal di Mekkah dan Madinah, maupun Tjokro sendiri di Indonesia, telah menulis dengan cukup memadai tentang apa dan bagaimana Sosialisme Islam itu. Tinggal disesuaikan dengan kehidupan dan tantangan hari ini, yang kita maksud Neo Sosialisme Islam.

Penulis: Syahrul ED, Pengamat Sosial Kemasyarakatam

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *