Perkara kasus suap di Mahkamah Agung terus bergulir, terbaru KPK kembali menetapkan seorang hakim yustisia sebagai tersangka. Sebelumnya belasan orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, dua diantaranya merupakan hakim agung MA yakni SD dan GS. Perkara suap yang menimpa MA sungguh sebuah peristiwa tragis, memalukan, dan memperlihatkan betapa rusaknya wajah penegakan hukum di Indonesia.
MA merupakan salah satu lembaga tinggi negara yang bergerak di bidang hukum yang semestinya turut aktif mewujudkan hukum yang bersih dan berkeadilan, akan tetapi yang terjadi pejabat MA justru terlibat dalam persekongkolan jahat terhadap dunia hukum, tak tanggung-tanggung yang terlibat adalah hakim agung, pejabat paling elit di MA. Api keadilan hampir hilang dan semakin meredup cahayanya di negeri ini.
Peristiwa ini sudah pasti akan semakin meningkatkan ketidakpercayaan publik terhadap para penegak hukum. Setelah sebelumnya institusi kepolisian berada dalam sorotan hingga kini karena satu persatu kasus yang menyeret petinggi Polri akhirnya terbongkar ke publik, kini giliran MA yang nampaknya tidak mau kalah turut mempertontonkan pelanggaran hukum yang serius.
Susah membayangkan Indonesia bisa bergerak maju bahkan setara dengan negara besar di dunia bila sistem penegakan hukum masih amburadul, kalimat ini mungkin tidak terdengar enak di telinga kita, namun itu adalah fakta yang mesti menjadi bahan evaluasi bersama, bagaiman mungkin tata kelola pemerintahan bisa berjalan baik bila orang-orang yang digaji dari pajak rakyat justru menggunakan kewenangannya untuk mengakali hukum.
Bagaimana mungkin tata kelola bernegara bisa mengalami perkembangan ke arah yang baik bila lembaga tinggi negara yang fokus pada penegakan hukum justru menginisiasi prilaku korupsi. Contoh seperti apa yang bisa disampaikan kepada generasi penerus bangsa ini jika praktik pelanggaran hukum oleh para penegak hukum masih terjadi, boleh jadi generasi muda Indonesia di masa mendatang akan malu melihat sepak terjang mereka.
Memang menjadi masalah serius bila aparat penegak hukum khususnya mereka yang berada di piramida tingkat puncak tidak memiliki kesadaran hukum, inilah masalahnya bila pejabat hukum tidak memiliki integritas hukum, untuk level seorang hakim agung MA yang dengan mudahnya melakukan tindakan korupsi menunjukkan bahwa orang tersebut sama sekali tidak memiliki kesadaran hukum, mereka hanya memiliki pengetahuan hukum namun tidak mampu menumbuhkan kesadaran hukum dalam dirinya, akibatnya pengetahuan hukum yang dimiliki justru disalahgunakan untuk melakukan tindakan yang melawan hukum.
Dengan situasi seperti ini maka tidak menutup kemungkinan masyarakat bila melihat pelanggaran hukum akan malas melaporkan kepada penegak hukum, namun lebih memilih cara lain dalam mencari keadilan. Memang hal tersebut tidak baik, tapi semua itu bermula dari ketidakpercayaan terhadap penegak hukum dan lembaganya yang seharusnya bertugas memberi keadilan hukum tetapi mereka justru menjadi aktor pelanggar hukum.
Evaluasi mendasar perlu dilakukan kepada personel penegak hukum dan lembaganya. Jika memang ingin serius berbenah maka peristiwa suap di MA semestinya perlu menjadi cambuk untuk membersihkan MA dan lembaga hukum lainnya dari pejabat yang tidak punya integritas hukum, bagian ini bisa dilakukan dengan menerapkan prinsip bersih dan transparan dalam pengangkatan pejabat yudikatif, proses pembersihan harus dimulai dari proses pengangkatan, bila dari sini prosesnya bermasalah maka yang masuk ke lembaga hukum juga adalah orang-orang bermasalah.
Memang tidak mudah melakukannya di tengah rekruitmen pejabat hukum yang sarat praktik suap, tapi bila tidak dilakukan maka tidak usah berharap wajah penegakan hukum akan membaik. Jika lembaga hukum diisi oleh orang-orang dengan integritas tinggi maka lembaga tersebut dapat berfungsi efektif dalam penegakan hukum.