Oleh: Puji Hartoyo (Ketum PB HMI MPO 2013-2015; Presiden Persatuan Pelajar Islam Asia Tenggara 2014-2017)
Tanggal 28 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Sumpah Pemuda, tonggak bersejarah yang menjadi simbol persatuan bangsa. Di tengah beragam suku, bahasa, dan budaya, para pemuda di tahun 1928 berani menegaskan satu identitas yaitu bertumpah darah satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu Indonesia. Sumpah ini bukan sekadar deklarasi, melainkan komitmen untuk menyingkirkan ego golongan demi cita-cita bersama: Indonesia yang merdeka, kuat, dan berdaulat.
Sembilan dekade kemudian, semangat yang sama tampak dalam arah politik dan diplomasi yang dipraktekan Presiden Prabowo Subianto. Politik yang ia bangun adalah politik persatuan dan rekonsiliasi, bukan rivalitas apalagi konfrontasi. Sejak awal, langkah Prabowo yang merangkul lawan-lawan politiknya setelah kontestasi Pilpres menunjukkan keberanian moral untuk menempatkan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi dan golongan. Politik seperti inilah yang sejalan dengan nilai luhur Sumpah Pemuda, mengedepankan persatuan demi kemajuan Indonesia.
Namun, semangat persatuan itu tidak berhenti di dalam negeri. Prabowo kerap menekankan bahwa dunia kini tidak butuh lebih banyak perang, tetapi lebih banyak kerja sama dan kolaborasi. Pandangan ini terefleksi dalam peran aktif Indonesia mendorong gencatan senjata di Gaza, menyerukan penyelesaian damai di Ukraina, serta memperkuat kerja sama pertahanan kawasan Indo-Pasifik tanpa menciptakan blok-blok permusuhan. Dalam banyak kesempatan, Prabowo menegaskan bahwa keamanan sejati bukan lahir dari dominasi, melainkan dari keadilan dan kepercayaan antarnegara.
Sikap itu sejatinya merupakan aktualisasi dari semangat Sumpah Pemuda dalam konteks global. Jika pada 1928 para pemuda berikrar untuk menyatukan kepingan nusantara, maka hari ini Indonesia melalui kepemimpinan Prabowo mencoba berperan menyatukan dunia yang terbelah oleh konflik dan kepentingan. Rekonsiliasi global yang ditawarkan Prabowo bukan utopia, melainkan strategi geopolitik berbasis nilai-nilai kemanusiaan dan sejarah bangsa Indonesia yang lahir dari semangat gotong royong. Indonesia pernah menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia-Afrika tahun 1955 yang melahirkan solidaritas Dunia Ketiga. Kini, di bawah arah kepemimpinannya, cita-cita itu menemukan relevansinya kembali hari ini.
Dari Politik Rekonsiliasi ke Politik Persatuan
Langkah Presiden Prabowo yang merangkul para rival politiknya merupakan wujud konkret dari politik persatuan. Setelah Pilpres usai, Prabowo tak menutup pintu bagi mereka yang sebelumnya berseberangan. Ia justru mengajak semua kekuatan politik bergandengan tangan dalam pemerintahan. Diantara contohnya, kebijakan abolisi terhadap Tom Lembong yang merupakan tim sukses Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar lawan poitiknya di Pilpres 2024 dan juga amnesti bagi Hasto Kristiyanto, Sekjen PDI Perjuangan, partai pengusung utama Ganjar Pranowo-Mahfud MD, yang juga lawan politiknya. Selain itu, sejumlah tokoh lawan politiknya dirangkul untuk masuk di kabinet pemerintahannya, salah satunya Muhaimin Iskandar, Ketum PKB. Ini menjadi simbol nyata bagaimana perbedaan politik tidak harus berujung pada permusuhan.
Langkah-langkah ini, menurut saya, tidak lahir tiba-tiba. Di baliknya, tentu ada sosok yang memainkan peran strategis dalam merajut komunikasi lintas partai dan faksi, yakni Sufmi Dasco Ahmad, Ketua Harian Partai Gerindra, Dasco telah lama dikenal sebagai tokoh yang tenang, rasional, dan komunikatif. Ia menjadi “jembatan damai” antara berbagai kubu politik yang sebelumnya berseberangan keras. Kepiaiwaiannya dalam merajut benang politik kebangsaan sampai mendapat pujian dari Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, dengan menyebutnya sebagai the rising star pada pidato acara ulang Tahun Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ke-26 di Jakarta Juli 2024.
Salah satu momen paling simbolik adalah pertemuan antara Presiden Prabowo dan Joko Widodo Tahun 2019 pasca Pilpres. Pertemuan itu dianggap sebagai tonggak rekonsiliasi elite nasional, mengakhiri sekat lama yang sempat membelah ruang politik Indonesia sejak Pilpres 2014 dan 2019, dari sinilah terjadi perubahan besar lanskap politik Indonesia. Relawan Arus Bawah Prabowo bahkan menyebut Dasco sebagai arsitek pertemuan tersebut, sebuah diplomasi politik yang dilakukan dengan tenang namun berdampak besar. Bagi Prabowo, politik adalah alat untuk memperkuat persaudaraan, bukan memperdalam jurang perpecahan. Prinsipnya sederhana namun kuat: “Seribu teman terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak.”
Nilai persatuan yang digelorakan Prabowo ternyata tak berhenti di ranah domestik. Ia membawanya ke panggung internasional, menjadikan Indonesia sebagai motor perdamaian dunia. Dalam beberapa bulan terakhir, diplomasi Indonesia di bawah kepemimpinannya menunjukkan arah baru yang lebih aktif, empatik, dan berani.
1. Sidang Umum PBB: Diplomasi Proaktif Indonesia Untuk Dunia
Pidato Presiden Prabowo Subianto yang terkenal di sidang umum PBB yakni berkaitan dengan perdamaian dunia utamanya soal Palestina dan Israel. Pidato perdananya di forum tertinggi dunia ini, Prabowo menyoal dan menekankan dukungan Indonesia terhadap solusi dua negara untuk Palestina dan komitmen Indonesia untuk berkontribusi dalam misi perdamaian PBB secara konkrit. Ia menawarkan kesiapan Indonesia untuk mengerahkan hingga 20.000 personel TNI untuk misi perdamaian, baik di Gaza maupun di wilayah konflik lainnya, serta siap memberikan kontribusi finansial dan kebutuhan lainnya. Langkah kemanusiaan ini bahkan diliput luas oleh media internasional seperti Associated Press, yang memuji Indonesia karena tidak hanya berbicara tentang perdamaian, tetapi mengambil tindakan nyata.
2. KTT Gaza: Indonesia di Garis Depan Perdamaian Dunia
Ketika perang Gaza memanas dan dunia tampak terbelah, Presiden Prabowo hadir langsung di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perdamaian Gaza di Sharm El-Sheikh, Mesir. Dalam forum yang dihadiri para pemimpin dunia itu, Prabowo menegaskan bahwa Indonesia tidak boleh menjadi penonton, tetapi harus menjadi penentu dalam upaya mewujudkan keadilan dan perdamaian. Sekretariat Kabinet bahkan menyebut kehadiran Prabowo sebagai “aksi nyata, bukan diplomasi simbolik” Indonesia kembali memainkan peran sebagai juru damai global.
3. Diplomasi Kemanusiaan dan Gencatan Senjata Global
Sebelum KTT Gaza, Prabowo juga aktif di berbagai forum internasional seperti St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF) 2025, di mana ia menegaskan kembali posisi Indonesia sebagai negara “non-blok” yang berkomitmen pada solusi damai di berbagai konflik dunia. Ia mengingatkan kembali proposal Indonesia di PBB dua tahun sebelumnya untuk gencatan senjata di Ukraina, sebuah sikap yang memperlihatkan konsistensi antara diplomasi masa lalu dan kepemimpinan masa kini. Langkah ini diapresiasi banyak pihak karena menunjukkan keberanian moral: Indonesia tidak berpihak, tetapi berpihak pada keadilan dan kemanusiaan. Bagi Prabowo, kekuatan sejati bangsa besar bukan hanya pada militernya, tetapi pada moralitasnya untuk memperjuangkan perdamaian global.
4. Pengakuan Dunia dan Warisan Konstitusi
Dunia pun merespons positif. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mencatat bahwa komunitas internasional mengakui peran aktif Indonesia di bawah Prabowo dalam memperjuangkan solusi dua negara bagi Palestina. Badan Komunikasi Pemerintah (Bakom RI) menegaskan, keikutsertaan Indonesia dalam forum-forum perdamaian global merupakan implementasi nyata dari amanat konstitusi: “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.” Dengan diplomasi berbasis empati, Indonesia kembali menjadi jangkar moral di tengah dunia yang terpecah.
Dasco: Penjaga Irama Persatuan
Jika Prabowo memainkan alunan melodi besar tentang persatuan bangsa, maka Dasco adalah dirigen yang menjaga iramanya. Di parlemen, Dasco dikenal mampu menyeimbangkan relasi antara pemerintah dan oposisi, antara stabilitas dan dinamika. Dalam banyak kesempatan, ia berperan membangun komunikasi politik yang cair antara fraksi, bahkan dengan partai yang tidak berada dalam koalisi pemerintahan. Dalam konteks ini, kerja politik Dasco melengkapi visi besar Prabowo. Ia memastikan agar semangat persatuan yang diusung Presiden tidak berhenti sebagai narasi di Istana, tetapi diterjemahkan menjadi harmoni politik di parlemen dan partai-partai. Keduanya, Prabowo dan Dasco mewakili dua sisi dari satu mata uang politik: politik yang menyatukan, bukan memecah.
Sumpah Pemuda sebagai Inspirasi Politik Kebangsaan
Apa yang kita saksikan hari ini sesungguhnya adalah aktualisasi modern dari nilai-nilai Sumpah Pemuda. Dulu, para pemuda bersumpah untuk menyatukan bangsa di tengah kolonialisme; kini, pemimpin bangsa berikrar untuk menyatukan kembali rakyat di tengah polarisasi demokrasi dan rivalitas. Politik persatuan yang dijalankan Prabowo–Dasco adalah versi kontemporer dari cita-cita 1928: membangun kebersamaan, menghormati perbedaan, dan mengutamakan kepentingan bangsa di atas pribadi dan golongan. Di tangan mereka, politik bukan sekadar alat perebutan kekuasaan, melainkan sarana memperkuat keutuhan nasional untuk kepentingan rakyat.
Di tengah dunia yang semakin terpecah oleh konflik dan kepentingan, Indonesia menunjukkan arah berbeda: jalan persatuan. Politik yang dijalankan Prabowo dan Dasco adalah politik yang menghidupkan kembali semangat Sumpah Pemuda, semangat untuk meniadakan sekat, menghapus dendam, dan membangun harapan baru di atas fondasi kebersamaan semua elemen bangsa.
Bila konsistensi ini terus dijaga, bukan tidak mungkin Indonesia akan dikenal bukan hanya sebagai negara demokrasi terbesar di Asia Tenggara atau negara demokrasi terbesar ketiga didunia, tetapi juga sebagai mercusuar perdamaian dunia. Karena sejatinya, kekuatan Indonesia bukan pada kekuasaan yang mendominasi dan menundukkan, melainkan pada persatuan yang mempersatukan. Karena, darisanalah segala potensi dari anak bangsa akan lahir untuk ibu pertiwi. Pada akhirnya, Sumpah Pemuda mengajarkan bahwa persatuan bukanlah sesuatu yang diberikan, tetapi diperjuangkan. Demikian pula perdamaian dunia, bukan sekadar slogan, tetapi hasil dari keberanian untuk membangun jembatan di tengah perbedaan.[]
