Timbang-Timbang Politis dalam Isu Pemakzulan Gibran

Oleh : Dedi Mizwar

Dalam sepekan terakhir, ada beberapa isu hangat yang menguat dalam perpolitikan nasional kita. Mulai dari izin tambang nikel di Raja Ampat, polemik ijazah Jokowi, sampai isu pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang diusulkan oleh forum Purnawirawan TNI beberapa waktu lalu.

Isu pemakzulan Wapres Gibran menjadi hangat diperbincangkan baik di media sosial maupun media televisi nasional. Berawal dari tuntutan forum purnawirawan TNI yang menghasilkan 8 tuntutan yang disampaikan kepada Presiden Prabowo. Di antara 8 tuntutan itu, ada beberapa poin yang paling disorot. Salah satunya yaitu di poin ke-8 yang berbunyi “mengusulkan pergantian Wakil Presiden kepada MPR karena keputusan MK terhadap pasal 168 huruf q UU Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan UU Kekuasaan Kehakiman”. Karena adanya salah satu poin ini, maka pihak yang berada di luar kekuasaan serta para kelompok-kelompok kepentingan lainnya terus memperbincangkan kemungkinan-kemungkinan bisa atau tidaknya wacana pemakzulan ini menjadi kenyataan atau hanya “pepesan kosong belaka” yang tidak berarti apa-apa.

Hitung-hitungan politis

Secara kalkulasi politik, isu pemakzulan atau pemberhentian Gibran harus dilihat dari sudut pandang kekuatan politik terutama dukungan politik yang didapatkan Prabowo-Gibran di parlemen. Ada 8 partai politik yang lolos ke Senayan, 7 diantaranya mendukung pemerintahan kecuali PDIP. Nasdem dalam pemerintahan Prabowo-Gibran memang tidak mengambil jatah menteri, tetapi dalam beberapa kesempatan Ketua Umum Nasdem Surya Paloh menyatakan bahwa partainya mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran namun tidak mengambil jatah menteri. Artinya secara perolehan dukungan kursi di DPR, Prabowo-Gibran memperoleh dukungan mayoritas.

Dengan demikian, kecil kemungkinan isu pemakzulan Gibran ini bisa dijalankan. Karena secara tarikan politik hampir dipastikan anggota DPR mengikuti apa yang menjadi instruksi ketua partai. Apalagi di pemerintahan Prabowo-Gibran, beberapa ketua umum masuk dalam jajaran kabinet merah putih yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Secara loyalitas, dukungan partai-partai masih sangat kuat terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran. Walaupun sejak Gibran mencalonkan sampai akhirnya menjadi Wakil Presiden, beberapa tuduhan mulai dari akun fufufafa, sampai tuduhan pencalonannya cacat hukum melalui keputusan MK No.90 tahun 2023. Tetapi dalam hukum, semua tuduhan ini harus berdasar dan dapat dibuktikan.

Namun isu ini bukan lahir kalangan rakyat biasa. Isu ini lahir dari kalangan elit purnawirawan termasuk mantan Wakil Presiden Try Sutrisno yang di dalamnya pasti memiliki pengaruh-pengaruh kuat. Karena isu ini lahir dari kalangan elit, maka pembahasannya menjadi hangat dalam perpolitikan nasional.

Hal lainnya yang menarik, mayoritas partai pendukung Prabowo-Gibran belum memberikan sikap secara resmi terkait dengan wacana pemakzulan. Sampai tulisan ini ditulis, tidak ada pernyataan yang secara eksplisit yang disampaikan elit-elit partai dan menegaskan bahwa isu pemakzulan tidak akan pernah terjadi. Ini yang memunculkan beberapa pertanyaan bagi publik. Dengan diamnya para partai pengusung, apakah wacana ini menjadi mungkin untuk dilakukan? Atau jangan-jangan dalam internal koalisi pemerintahan terjadi perbedaan-perbedaan?

Sikap Presiden Prabowo

Isu pemakzulan yang berawal dari forum purnawirawan tentunya sudah sampai ke Presiden Prabowo. Namun sikap Prabowo dalam menanggapi isu ini terkesan tidak tegas sehingga isu ini terus bergulir sampai sekarang.

Dalam sistem presidensial di Indonesia, presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Dengan dua fungsi utamanya ini seorang presiden bisa sangat powerfull dalam menentukan segala kebijakan termasuk menjaga stabilitas politik dalam negeri. Kita tahu bersama, ada beberapa program prioritas yang sedang dijalankan dan membutuhkan fokus para stakeholder yang ada. Mulai dari Makanan Bergizi Gratis, Sekolah Rakyat, Pembentukan Koperasi Merah Putih dan beberapa program prioritas lainya. Tapi dengan adanya isu pemakzulan setidaknya mengganggu fokus dan sorotan publik dari yang harusnya ikut mengkritisi, mengawal dan mengontrol jalanya program. Secara tidak langsung, mungkin presiden risih karena mengganggu performa kabinetnya dengan adanya isu ini.

Dalam teori kekuatan politik, kekuasaan, sumber daya, pengaruh, itu semuanya dimiliki presiden. Harusnya dengan kekuatan politik yang dimiliki, presiden melalui jajarannya segera meredam isu ini agar kembali fokus. Sebagai perbandingan, ketika Wapres Boediono diisukan terlibat dalam kasus Bank Century, Partai Demokrat sebagai partai pengusung utama pemerintahan langsung pasang badan serta memberikan sikap yang jelas membela Boediono dan menegaskan bahwa Boediono tidak terlibat dalam korupsi Bank Century, termasuk Presiden SBY saat itu dengan tegas pasang badan untuk Boediono.

Ini menimbulkan pertanyaan banyak pihak, tidak tegasnya Prabowo dalam isu ini sekali lagi memberikan sinyal bahwa ada kesan dibiarkan supaya terus bergulir di ruang publik. Sehingga membuat sentimen negatif terhadap trah Jokowisme termasuk di dalamnya Gibran dan berefek pada citra trah Jokowi di 2029. Apalagi akhir-akhir ini, sorotan media masih menyoroti setiap gerak langkah Jokowi dan keluarganya sehingga membuat perhatian publik yang harusnya ke terfokus ke Prabowo.

Kita harus ingatkan terus ingatan kita, bahwa suka tidak suka pengaruh Jokowi masih terlihat kuat. Kapolri, Panglima TNI serta beberapa menteri era Jokowi masih duduk nyaman dalam pemerintahan Prabowo. Jangan-jangan dengan terus disorotnya Jokowi dan trahnya, ini merupakan bagian dari membangun citra agar rakyat semakin bersimpati. Kalau dalam marketing politik, segala sumber daya yang ada merupakan bagian dari komoditas yang bisa digunakan untuk pembangunan citra diri, termasuk dengan menciptakan manajemen konflik. Jadi sebagai warga negara tetaplah bersikap kritis dan obyektif dalam memahami fenomena politik.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *