Etika Publik
Etika terkait dengan standar untuk menilai benar dan salah, prinsip baik dan buruk, pedoman cara, dan seberapa jauh kita akan atau harus melangkah (Lillie, 2001; Howard dan Korver, 2008). Etika publik merupakan standar pedoman untuk menilai baik-buruk, benar-salah dalam pengambilan kebijakan publik dan tindakan implementasinya melayani masyarakat.
Etika publik seharusnya merujuk pada prinsip-prinsip good governance yakni partisipasi, aturan hukum, transparansi, responsive, berorientasi consensus, berkeadilan, efektifitas dan efisiensi, akuntabilitas, serta bervisi strategis.
Jika merujuk pada konsep tersebut, maka menggunakan dan mendistribusikan program pembangunan dan bantuan sosial, menggunakan anggaran negara dan dana publik untuk kepentingan populisme pribadi penguasa dan demi meningkatnya elektabilitas pribadi penguasa dapat dikategorikan sebagai pelanggaran etika publik.
Penggunaan angggaran publik namun untuk kepentingan populisme dan elektabilitas pribadi dapat disebut perilaku koruptif. Misalnya menggunakan fasilitas negara untuk pencitraan diri, medistribusikan bantuan sosial ditempel stiker foto diri,
Alternatif Solusi
Agar politik gentong babi dapat diminimalisir, maka solusi yang bisa ditawarkan adalah:
- Membuat regulasi sebagai pedoman tentang etika publik penggunaan anggaran negara, penyalahgunaan program pembangunan dan bantuan sosial. Harus ada sanksi tegas bagi pejabat yang memanipulasi anggaran dan program hingga dilakukan diskualifikasi.
- Menghilangkan periodesasi, seorang pejabat hanya sekali masa jabatan lebih lama misalnya 7-8 tahun. Dengan demikian, petahana focus melakukan tugasnya tanpa memikirkan periode berikutnya untuk terpilih kembali. Hal ini perlu amandemen UUD 1945.
- Meningkatkan literasi politik warga negara, sehingga mampu memahami hak dan kewajiban sebagai warga negara. Membangun dan melayani masyarakat adalah memang tugas pejabat, warga negara berhak mendapatkannya karena warga negara adalah pemegang saham negara ini. Hal ini dapat membangun kesadaran politik warga untuk melakukan pengawasan terhadap ancaman politik gentong babi.
Harapan penulis, para pejabat hendaklah focus pada pelayanan masyakat dan jika hendak mencalonkan kembali pada periode berikutnya tidak melakukan manipulasi. Dengan kontestasi pemilu yang jujur dan fair, kita akan memperoleh pejabat eksekutif dan legislative yang cakap dan berintegritas. Insya Allah.
Oleh: DR Rusdiyanta, MSi, Kepala Pusat Studi Kebijakan Publik, Universitas Budi Luhur)