Tantangan Kebijakan Koperasi Model Multi Pihak

OLEH: Dr. Rusdiyanta, M.Si, Ketua Pusat Studi Kebijakan Publik Universitas Budi Luhur

Koperasi Multi Pihak (KMP) adalah model koperasi dengan pengelompokan anggota berdasarkan peranan kelompok pihak anggota dalam suatu lingkup usaha tertentu yang disesuaikan dengan kesamaan kepentingan ekonomi, keterkaitan usaha, potensi, dan kebutuhan anggota. KMP disebut juga koperasi solidaritas karena menampung berbagai kepentingan, namun tetap mengutamakan aspirasi atau kebutuhan bersama, menentukan golongan kepentingan dan dampak yang dimiliki organisasi, serta mengenali interdependensi antara keduanya. Dalam KMP, memberi peluang kelompok kepentingan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.

Bacaan Lainnya

Menurut Anna Nikina-Ruohonen (2021) dalam Leading and Managing Areas of Innovation: The Multi-Stakeholder and Startup Perspectives, teknologi digital memfasilitasi interaksi dalam ekosistem dari multi stakeholder seperti akselerator, inkubator, asosiasi bisnis, dan lembaga pengembangan regional, yang mendukung ekosistem inovasi digital yang efektif dan berkelanjutan. Konsep KMP yang diadopsi banyak negara seperti Eropa dan Amerika Serikat telah menunjukkan keberhasilannya.

Indonesian Consortium for Cooperative Innovation (ICCI) telah menginisiasi penerapan KMP melalui eFishery melalui ekosistem rantai pasok industry perikanan dari hulu hingga hilir yang meliputi investor, funder, partners (supplier, agen pakan, pabrik pakan, buyer dan sebagainya).. Pemanfaatan apalikasi digital, eFishery dapat melakukan konsolidasi dan agregasi produk, akses pasar dan pembiayaan. Pasar juga mengalami perluasan, bukan hanya pasar domestic tetapi juga luar negeri.

Peraturan Menteri Koperasi UKM No. 8/2021 tentang Koperasi dengan Model Multi Pihak ini diperlukan untuk menjadikan koperasi multipihak sebagai bentuk lembaga bisnis yang mampu menghadapi perkembangan kebutuhan dunia bisnis yang cenderung menggunakan model bisnis baru berbentuk sharing economic atau collaborative economy. Koperasi Multi Pihak diharapkan dapat mengagregasi para pihak yang terlibat dalam suatu bisnis di bawah satu payung koperasi.

Tujuan  model KMP ini untuk memperbesar volume dan keberlanjutan bisnis bagi seluruh pihak yang terlibat di dalamnya serta melakukan agregasi berbagai modalitas menjadi daya ungkit bagi perusahaan. Untuk mencapai tujuan tersebut, tidak bisa dilakukan melalui koperasi konvensional yang anggotanya seragam, namun harus melalui model Koperasi Multi Pihak yang mempunyai sejumlah kekhasan, seperti masing-masing anggota memliki perbedaan latar belakang dan peran, dinaungi dalam Kelompok Pihak Anggota (kelompok kepentingan).

Maka dari itu, perlu regulasi untuk mengatur Koperasi Multipihak. Ada 2 pertimbangan diterbitkannya Permenkop dan UKM No.8/2021 tersebut yaitu (a) koperasi perlu lebih membangun dirinya dan dibangun menjadi kuat, sehat, mandiri, modern dan berdaya saing berdasarkan prinsip koperasi dan mendukung usaha mikro, kecil, dan menengah serta kewirausahaan, sehingga mampu berperan sebagai sokoguru perekonomian nasional; (b) perlu mengembangkan koperasi modern melalui pelaksanaan model multi pihak yang melibatkan kepentingan para pihak, mampu meningkatkan akses kepada modal, informasi, keterampilan, lebih terbuka pada inovasi dan lebih fleksibel, sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan perekonomian global, perlu menetapkan peraturan. Permasalahannya, apakah tantangan yang dihadapi koperasi-koperasi di Indonesia menuju KMP tersebut?.

Kekhasan Koperasi Multi Pihak

Biasanya, keanggotaan koperasi berasal dari satu kelas pemangku kepentingan—koperasi produsen dimiliki oleh produsen, koperasi pekerja oleh pekerja, konsumen koperasi oleh konsumen dan lain-lain. Hal ini berbeda dengan Koperasi multipihak sebagai salah satu model koperasi hibrida. Koperasi hibrida adalah koperasi yang mampu menciptakan performa efektivitas dan efisiensi kelembagaan dan manajemen usaha dengan cara mencampur dan atau mencangkok hal yang baik serta lazim pada praktik badan usaha lain ke dalam koperasi (Suwandi, 2018).

Menurut Phil Kenkel (2019), koperasi hibrida meliputi dua model yakni model koperasi anggota-investor dan koperasi multipihak. Koperasi hibrida anggota-investor menggabungkan dua kelas anggota, user dan investor merupakan model perusahaan milik investor dengan model bisnis koperasi. Sisi investor mendistribusikan keuntungan berdasarkan kepemilikan sedangkan sisi koperasi mendistribusikan keuntungan berdasarkan partisipasi modal.

Koperasi multi pihak secara sadar memilih untuk menarik keanggotaan dari dua atau lebih kelas konstituen. Model multi pihak meliputi beberapa kelompok keanggotaan dan mengalokasikan tata kelola dan patronase di seluruh kelompok. Model multi pihak melibatkan lebih banyak individu dari koperasi dan memberikan insentif kepada kelompok tambahan. Model multipihak juga dapat meningkatkan akumulasi modal ekuitas karena kelompok tambahan berinvestasi atau menerima keuntungan dalam bentuk ekuitas. Koperasi multipihak juga disebut koperasi multi-anggota koperasi solidaritas atau koperasi sosial.

Koperasi multipihak menyambut berbagai kelompok untuk menjadi pemilik, termasuk karyawan, produsen, pelanggan, dan anggota masyarakat (termasuk investor). Dengan demikian koperasi multipihak melahirkan perubahan dalam struktur kepemilikan. Seperti yang ditunjukkan oleh David Boiller (2014), koperasi model ini tampak beroperasi mirip dengan perusahaan yang berorientasi pada keuntungan sekaligus koperasi sosial berkomitmen untuk memenuhi tujuan sosial. Koperasi multipihak mampu memadukan aktivitas pasar dengan penyediaan layanan sosial dan partisipasi demokratis, semuanya dalam satu gerakan.

Koperasi multi pihak memenuhi tujuan ekonomi dan sosial untuk konsumsi berkelanjutan melalui komitmen mereka untuk memenuhi kebutuhan semua anggota sebagai pemiliknya. Menurut Permenkop dan UKM  No.8/2021, Koperasi Multi Pihak adalah Koperasi dengan model pengelompokkan anggota berdasarkan peranan kelompok pihak anggota dalam suatu lingkup usaha tertentu yang disesuaikan dengan kesamaan kepentingan ekonomi, keterkaitan usaha, potensi, dan kebutuhan anggota. Dalam konteks ekonomi sosial, koperasi hibrida  dapat mengadopsi struktur tata kelola multipihak dan pemanfaatan sumber-sumber multipihak dengan banyak tujuan.

Koperasi multi pihak adalah koperasi yang secara formal memungkinkan tata kelola oleh perwakilan dari dua atau lebih kelompok “pemangku kepentingan” dalam organisasi yang sama, termasuk konsumen, produsen, pekerja, sukarelawan atau pendukung masyarakat umum. Daripada diorganisir di sekitar satu kelas anggota seperti kebanyakan koperasi adalah, koperasi multi pihak menliputi basis keanggotaan yang heterogen.

Misi bersama itu yang merupakan prinsip pengorganisasian sentral dari koperasi multi-pemangku kepentingan juga seringkali lebih luas daripada jenis pernyataan misi yang diperlukan untuk menangkap kepentingan hanya satu kelompok pemangku kepentingan, dan umumnya akan mencerminkan saling ketergantungan kepentingan banyak pihak mitra. Koperasi model multi pihak mampu memadukan aktivitas pasar dengan penyediaan layanan sosial dan partisipasi demokratis, semuanya dalam satu gerakan.

Tantangan Model Koperasi Multi Pihak

Model koperasi multi pihak memiliki bebragai keuntungan bagi anggota, modal, pasar dan kelembagaan koperasi. Diantanya membantu menciptakan tingkat pemerataan ekonomi yang lebih tinggi di dalam koperasi dan pekerjaan lebih bernilai tinggi dalam masyarakat, dan memastikan penetapan harga produk yang adil, transparansi dalam tata kelola, dan pengambilan keputusan yang mencerminkan nilai-nilai pemilik koperasi. Pemilik koperasi dapat menetapkan keberlanjutan, lingkungan, dan iklim sebagai nilai panduan.

Banyak tantangan yang dihadapi koperasi multipihak, terutama masalah dalam menciptkan keseimbangan hak-hak anggota.

(1)  alokasi hak pengambilan keputusan dan tata kelola. Koperasi tradisional mengikuti aturan “satu anggota, satu suara”, dan dengan pengecualian beberapa koperasi sekunder yang dapat menggunakan pemungutan suara proporsional. Tata kelola dan pengambilan keputusan koperasi multi pihak diatur secara proporsional, bukan berdasar jumlah basis anggotanya, melainkan basis kelompoknya. Koperasi multipihak yang sukses dalam struktur dewannya telah melekat “check and balances” yang menjadi ciri setiap demokrasi yang sukses.

(2) Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) merupakan masalah rumit. Partisipasi modal dan jasa usaha anggota terhadap koperasi harus menjadi pertimbangan dalam pembagian SHU.

(3) Pembubaran Koperasi dan Tranfer Hak keanggotaan, tidak ada dewan pendiri koperasi ingin membubarkan koperasinya. Membatasi kemampuan anggota untuk mentransfer hak keanggotaan mereka tanpa persetujuan eksplisit dari dewan akan membantu koperasi memastikan bahwa semua pemegang saham juga semua pemangku kepentingan.

(4) perbedaan solidaritas, karena koperasi multipihak aggotanya dari berbagai macam kelompok seperti perusahaan konvensional, organisasi non-profit, berbagai maca koperasi, maupun perusahaan yang liabilitasnya terbatas.

(5) penyampaian informasi dan ajakan berpartisipasi. Biasanya berbagi hak tata kelola dalam koperasi multi-stakeholder bukanlah satu-satunya cara untuk melibatkan komunitas yang lebih luas dalam mengejar tujuan bersama. Kadang-kadang, setelah diskusi awal yang bermanfaat, anggota kelompok pemangku kepentingan yang berbeda menemukan bahwa meskipun ada beberapa kesamaan di antara mereka, tidak ada cukup minat bersama untuk mempertimbangkan masuk ke bisnis bersama.

Satu kelompok pemangku kepentingan, misalnya, mungkin takut akan risiko yang terlibat dalam berbagi kendali perusahaan dengan anggota di luar kelompok mereka sendiri; yang lain mungkin memiliki minat yang baik terhadap keberhasilan koperasi, tetapi tidak cukup untuk menarik minat mereka pada tanggung jawab menjadi bagian dari struktur tata kelola. Dalam situasi ini tidak perlu menyerah pada gagasan visi bersama saja karena perusahaan umum tampaknya tidak dapat dijalankan.

Bagaimana Koperasi Model Multi Pihak ke depan?

Keberhasilan koperasi model multi pihak ke depan tergantung pada kapasitas koperasi dalam beberapa hal berikut ini:

Pertama, Koperasi multi pihak hendaknya dapat mengatasi masalah eksklusi, di mana seluruh kelompok pihak anggota bisa diakomodasi. Keuntungan mampu mengakomodasi berbagai kepentingan berbeda namun komplementar. Ada yang memiliki sumber dana, keahlian teknis, keahlian manajerial, dsb. Misalnya, seringkali anggota koperasi memiliki kebutuhan yang sangat berbeda, dan layanan yang diminta oleh sejumlah anggota mungkin tidak berguna bagi yang lain. Dalam koperasi simpan pinjam, pengurus harus merangkul kepentingan yang saling bertentangan, anggota-peminjam yang menginginkan suku bunga rendah dan anggota penabung yang menyukai bunga tarif tinggi.

Kedua, masalah resolusi konflik antara para pihak yang berbeda. Kerugian dari model multi-stakeholder adalah lebih kompleks dan menciptakan lebih banyak potensi konflik. Berbagai kelompok pemangku kepentingan jelas memiliki insentif yang berbeda. Misalnya, anggota pekerja akan melobi untuk menaikkan upah sementara anggota produsen lebih suka mengurangi biaya personel.

Dalam merancang strukturnya, koperasi harus memutuskan investasi masing-masing kelompok, bagaimana patronase dibagi di antara kelompok-kelompok dan bagaimana hak-hak pemerintahan masing-masing kelompok. Berbagai kelompok seringkali memiliki cakrawala waktu yang berbeda dan situasi ekonomi yang berbeda. Struktur tersebut dapat menyebabkan dominasi oleh satu kelompok atau memberikan masing-masing kelompok kekuatan dan manfaat yang sama.

Kedua alternatif dapat menyebabkan kesulitan. Bahkan jika koperasi mampu menavigasi struktur yang adil, satu kelompok dapat berkembang untuk mendominasi koperasi dari waktu ke waktu. Misalnya, mungkin ada lebih banyak anggota dalam satu kelompok atau satu kelompok mungkin memiliki informasi yang lebih baik dan lebih aktif dalam pemerintahan.

Ketiga, mempertimbangkan perubahan teknologi, ekonomi, sosial yang berubah cepat. Perkembangan teknologi dalam dunia yang disruptif mendorong koperasi untuk meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia, lembaga dan sistem agar menjadi koperasi yang agile. Sehingga adaptif dan responsif. Misalnya pemanfaatan internet dalam koperasi atau e-commerce, akan meningkatkan daya saing koperasi, memperluas volume perdagangan, meningkatkan efisiensi layanan, meningkatkan partisipasi dan kontinuitas bisnis koperasi. Semoga kemampuan koperasi melakukan agregasi berbagai modalitas menjadi daya ungkit bagi usaha koperasi. ***

Pos terkait