Persaingan Antar Oligarki Saat Ini di Indonesia dan Pentingnya Menolak untuk Bungkam
…
Tak ada teori dan argumen politik yang dapat menjelaskan sekaligus menggambarkan hakikat situasi nasional Indonesia saat ini yang lebih memuaskan ketimbang teori oligarki.
Oligarki sebagaimana yang didefinisikan oleh Winters, ialah suatu kuasa berkutat mengenai pertahanan dan penguasaan ekonomi tetapi menggunakan instrumen politik oleh segelintir individu. Kaum oligarki ini hanya berhasrat bagaimana kekayaan ekstrem yang telah mereka raih dengan cara tidak sah itu tetap tidak terganggu oleh proses demokrasi, biarpun harus memanipulasi demokrasi itu sendiri.
Sepeninggal Soeharto yang berjasa “menternakkan” kaum oligarki, baik dengan latar belakang militer maupun sipil, seperti menemukan ruang atraksinya yang lebih menantang untuk meraup dan mengkonsentrasikan kekayaan dan kekuasaan secara sekaligus sebagaimana mereka pelajari dari mendiang Soeharto.
Tetapi karena dorongan alamiah untuk bertindak hegemoni itu pulalah, secara tak terelakkan membawa antar sesama oligarki, baik dari golongan asuhan Soeharto secara langsung maupun yang tidak langsung, bersaing dan bahkan berkelahi di lapangan politik maupun dalam perebutan konsesi ekonomi. Hal ini menjadi lebih parah dengan kehadiran pengaruh ekonomi dan investasi RRC yang bersaing dengan Amerika dan Jepang. Para oligark ini masing-masing berlomba membangun aliansi dengan RRC dan Amerika cs guna perluasan pengaruh dan landasan kekuasaan mereka.
Walhasil, massa tak berdaya di dalam hegemoni oligarki ini. Apalagi sistem demokrasi yang diterapkan di Indonesia tidak memberikan bagi massa celah kekuasaan untuk merebut kekayaan material kecuali sekedar ritual menyetor suara secara berkala di kotak milik KPU. Yang menentukan dari keseluruhan proses hingga penentuan para calon, sebagian besar ditentukan oleh dikte para oligark yang saling bersaing. Hal ini terjadi akibat sistem pemilu, pilkada dan pilpres sangat mahal dan berkonsekwensi dana besar, hal mana yang menguasai dana, lagi-lagi kaum oligarki.
Jadi nasib massa saat ini, ibarat terjebak dalam lautan lumpur dalam, dimana hanya bisa megap-megap dan mempertahankan nafas. Jangankan massa, kaum intelektual pun tak berdaya menentang sistem politik yang menguntungkan kaum oligarki ini, malahan akhirnya daripada mati kepayahan dan luput mencicipi hidup makmur, secara sadar berkolaborasi dengan oligark. Ada yang menjadi tim pasukan pemenangan, dan ada pula yang bekerja sebagai buruh gajian. Di kasta yang lebih tinggi, ada yang menjadi pahlawan gadungan yang berfungsi sebagai kuda troya bagi kaum oligark untuk menguasai rakyat.
Sebagaimana dalam tulisan sebelumnya, telah saya gambarkan bahwa UUD 2002 telah memberikan landasan konstitusional bagi kaum oligarki untuk menguasai negara. Rakyat terjebak dalam frustrasi.
Tetapi tidak akan ada kekuasaan yang abadi. Bisa dimulai untuk tidak bungkam dengan apa yang sedang terjadi dan menanamkan keyakinan kepada rakyat bahwa sebenarnya jika mereka dapat melepaskan diri dari komprador oligarki, terutama dalam soal pemenuhan kebutuhan dasar dan memilih serta menyeleksi representasi mereka, dari tingkat yang rendah, hal itu sudah merupakan harapan yang baik.
Dan ternyata, ada satu gejala yang menarik juga sekaligus menguntungkan bagi rakyat, yaitu watak hemat dan pelit dari sebagian kaum oligark. Sebagian dari kaum oligark ini, lebih memilih untuk mengambil taktik kolaborasi dengan para penguasa massa yang sudah jadi dan solid ketimbang harus membangun dari awal massa sendiri. Kelangsungan kolaborasi semacam ini, rentan dan hanya tergantung pakta perjanjian di bawah meja dengan penguasa massa. Bilamana penguasa massa itu berbalik, maka kuasa oligark ke dalam massa akan lenyap.
Mengapa taktik kolaborasi ini terjadi? Pertimbangan aslinya lebih pada untung rugi dan minim risiko. Dan kolaborasi sebenarnya bahasa lain dari pelit untuk membiayai massa sendiri dan pengecut ambil risiko. Karena pada hakikatnya tujuan kaum oligarki hanyalah soal mengamankan kekayaan dan peluang ekonomi dari situasi yang dianugerahkan oleh penguasaan politik. Tak ada kebaikan, keluhuran, dan etika dalam kamus politik kuam oligark. Keuntungan ekonomilah satu-satunya dasar dari semua tindakan politik mereka.
Dengan demikian, massa yang terlepas dari tentakel oligarki, masih memungkinkan untuk dibangun. Bilamana massa terbangun dengan baik, sudah barang tentu tersedia harapan bagi rakyat umumnya.
Catatan Ringan Ketujuhbelas
Syahrul Efendi Dasopang, Penulis