Saat ini wacana amandemen UUD 1945 kian kencang terdengar, ia menjadi perbincangan para politisi, pengamat, dan pakar di tengah bisingnya ruang publik. Hingga kini semua pihak masih berspekulasi tentang wacana amandemen UUD, semua pihak mengeluarkan pendapat masing-masing, tampak sekali perbedaan pandangan diantara para pihak yang berdiakektika dalam isu ini, ada yang sepakat namun banyak yang menolak. Kekhawatiran juga muncul terkait dengan wacana amandemen UUD, kekhawatiran tersebut terpotret dengan bergulirnya pandangan bahwa amandemen berpotensi menjadi liar, rawan digunakan untuk kepentingan politik tertentu, salah satunya menambah atau memperpanjang masa jabatan presiden.
Perlukah kita khawatir terhadap wacana amandemen UUD 1945? logiskah bila kekhawatiran ini muncul di tengah masyarakat? munculnya kekhawatiran terhadap wacana UUD merupakan hal yang sangat beralasan, bila diamati secara seksama justru kekhawatiran ini muncul sebab wacana amandemen UUD digulirkan dengan membuka lebar kerang kekhawatiran, kerang kekhawatiran tersebut ada pada ketiadaan batasan yang jelas terkait wacana amandemen UUD secara terbatas yang digulirkan oleh MPR, secara judul MPR mengatakan bahwa ini merupakan amandemen terbatas, akan tetapi MPR sendiri hingga detik ini tidak merinci batasan yang dimaksudkan, dengan ketidakjelasan batasan seperti ini maka sangat mungkin bila wacana amandemen UUD akan menjadi liar dan melebar kesana kemari, juga terbuka kemungkinan yang sangat besar bahwa amandemen akan keluar dari substansi awalnya, misalnya disalahgunakan untuk memuluskan kepentingan politik tertentu, sebut saja salah satunya adalah menambah atau memperpanjang masa jabatan presiden, bagian ini yang mesti kita tolak dengan keras karena merupakan kabar buruk bagi demokrasi kita, wacana ingin menjadikan kembali MPR sebagai lembaga tertinggi negara melalui amandemen juga hal lain yang semakin membuat liar wacana ini, hal ini ditengarai akan berujung pada pemilihan presiden yang kembali dilakukan MPR, bukan lagi dipilih langsung oleh rakyat, ini juga sebuah kemunduran demokrasi yang fatal. Poinnya kekhawatiran yang terjadi di masyarakat terkait wacana amandemen UUD adalah hal sangat masuk akal.
Ketiadaan sikap resmi dari MPR terkait arah wacana amandemen UUD, menjadi faktor kekhawatiran lainnya, hingga detik ini belum ada kesepahaman bersama di internal MPR sendiri terkait arah dan perkara pokok yang akan dibahas dalam wacana amandemen UUD, bahkan dalam sebuah kesempatan diskusi yang baru saja digelar pekan ini, Wakil Ketua MPR Arsul Sani yang turut menjadi narasumber mengaku tidak tahu poin apa saja yang akan dibahas dalam wacana amandemen, ini sesungguhnya ganjil, karena MPR mendorong publik membincangkan amandemen sementara di internal MPR sendiri tidak mengetahui apa saja yang akan diperbincangkan dalam wacana amandemen, boleh jadi MPR berpikir lempar saja dulu wacana besarnya tanpa harus menyertakan isinya, biar terlihat respon masyarakat, justru cara melempar isu dengan model seperti ini adalah tindakan yang keliru, cara seperti ini malah menyebabkan kekhawatiran publik terhadap wacana amandemen semakin menjadi-jadi, perbincangan di tengah publik akan semakin liar.
Saya dalam kapasitas sebagai Koordinator Presidium Demokrasiana Institute memandang wacana amandemen UUD merupakan hal yang tidak perlu untuk sekarang ini, semestinya MPR tidak menjadikan wacana ini sebagai prioritas, justru MPR seharusnya fokus untuk menghadapi masalah yang ada di hadapan kita, yakni Pandemi covid-19, MPR seharusnya mengambil bagian konkrit untuk berjuang bersama semua elemen bangsa menuntaskan Pandemi covid-19 yang meluluhlantakkan semua sektor kehidupan masyarakat Indonesia khususnya sektor ekonomi, bila ini yang diprioritaskan MPR maka masyarakat akan lebih menaruh hormat, semoga.
Zaenal Abidin Riam
Pengamat Kebijakan Publik/Koordinator Presidium Demokrasiana Institute