Pengamat Ini Menyerukan agar Forum Bersama antara Gereja dengan TPL Diadakan

James E Simorangkir, Pengamat Kebijakan Publik dan Masalah-Masalah Sosial (Dok. Pribadi)

JAKARTA – Sejak pernyataan dan seruan Ephorus HKBP bersama pemimpin keumatan gereja-gereja lainnya untuk menutup PT Toba Pulp Lestari (TPL), telah memicu perdebatan publik dan memunculkan pro kontra di kalangan masyarakat kawasan Tapanuli atau Tano Batak. Ada yang mendukung, ada yang menolak bahkan skeptis dengan seruan itu.

James E Simorangkir, Pengamat Kebijakan Publik dan Masalah-Masalah Sosial, menjelaskan bahwa seruan itu merupakan pengulangan seruan yang pernah dirilis 22 tahun lalu namun tak menghasilkan penutupan. Bahkan, kata James TPL tetap eksis berproduksi.

Bacaan Lainnya

“Pertanyaan bagi kita, apa persoalan mendasar dari seruan itu? Dari poin-poin seruan itu, dominan pada persoalan ekologi dan lingkungan. Menyangkut pengelolaan dampak atau akibat. Intinya, diberitakan ada kerusakan alam akibat Hutan Tanaman Industri TPL. Di sisi lain, kita membaca data penilaian berbagai lembaga International yang secara independen melakukan kajian menyeluruh tentang kondisi ekologi dengan operasional TPL,” ungkap James E Simorangkir, dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Sabtu (31/5/2025).

Masalahnya sekarang, lanjut dia industri TPL telah berjalan operasionalnya puluhan tahun di Kawasan Tano Batak dan telah menorehkan sejarah panjang yang berisi hal hal positif dan negatif. Baik berupa adanya ketersediaan lapangan kerja dan peningkatan ekonomi di kawasan ini.

“Namun sisi lain ada beberapa peristiwa yang dianggap sebagai pelanggaran HAM dengan terusirnya banyak masyarakat dari tanahnya sendiri bahkan terjadi kriminalisasi, dan adanya anggapan kerusakan alam. Dalam hal ini, kordinat konsesi hutan yang diberikan pemerintah pusat ada kesalahan kesalahan yang memasukkan tanah ulayat dalam konsesi. Ini perlu diperbaiki,” katanya.

“Tapi kita perlu cerdas menyikapi kondisi ini, semestinya Gereja-Gereja yang menyerukan tutup tidak hanya mengedepankan perasaan saja tetapi juga memaparkan data akurat yang bisa dipertanggungjawabkan sehingga sampai pada kesimpulan bahwa Industri ini apakah sudah menjadi ‘Kutukan‘?,” imbuh James.

“Atau juga kita harus jujur mendengar para ahli lain data-data yang bisa disimpulkan bahwa Industri menjadi ‘Berkat‘ bagi semua orang,” sambungnya.

Menurut James, nilai keadilan dan kesejahteraan bagi semua menjadi penting. Karena paradigma pengelolaan lingkungan sekarang sudah berubah, harus mengelola sebab bukan mengelola akibat.

“Karena itu saya mengusulkan, sebaiknya ada forum bersama, duduk bersama pimpinan Gereja-Gereja bersama pemilik atau Direksi TPL membicarakan hal hal yang diserukan itu. Tapi juga Gereja-Gereja memberi kesempatan bagi Pemilik Industri menjelaskan dan bila perlu mendengar pengakuan dosanya,” tegas James.

“Kita mengedepankan dialog agar penyelesaian buka atau tutup TPL tidak menimbulkan masalah sosial yang rawan ke depan di tengah masyarakat,” pungkas Ketua Umum Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Ekspresi Iman (LPPEI) tersebut. ***

Pos terkait