JAKARTA – Beberapa hari terahir publik diserbu berita-berita tentang bangkitnya semangat sejarah Aceh dipicu dengan pengalihan 4 pulau milik Nangroe Aceh Darussalam (NAD) ke Sumatera Utara.
Keputusan Mendagri yang menetapkan 4 pulau itu masuk wilayah Aceh seperti menyulut kemarahan yang terpendam selama ini. Sejumlah platform media sosial diisi berbagai konten yang mengekspresikan perlawanan atas keputusan Mendagri itu.
Hal itu juga disesalkan oleh Ketua Umum Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Ekspresi Iman (LPPEI), James E Simorangkir. Saat ini, katanya kembali muncul semangat perlawanan terhadap penguasa yang dianggap merampas hak-hak rakyat Aceh.
“Muncul berbagai spekulasi atas keputusan mendadak itu, kecurigaan besar terhadap keputusan Mendagri yang dianggap memicu ketegangan dua wilayah provinsi yang selama ini akrab dan menyatu dalam persaudaraan,” tutur James E Simorangkir, saat ditemui di Jakarta, Kamis (12/6/2025).
“Apa maksud Mendagri yang tiba tiba memunculkan keputusannya dan seperti peduli pada 4 pulau itu? Rakyat semakin muak dengan perilaku penguasa yang tak menghargai sejarah wilayah bahkan hanya demi kepentingan tertentu yang tersembunyi dan bakal akan terkuak,” sambung dia.
Bersamaan dengan itu, publik juga dikejutkan dengan perusakan alam yang indah di Raja Ampat, Papua Barat Daya terkait penambangan Nikel oleh para pengusaha dengan izin dari pemerintahan Jokowi di periode lalu.
Pertambangan itu diduga melibatkan para petinggi negeri bahkan oknum pengurus lembaga keumatan seperti Nahdhatul Ulama (NU).
Menurut James, dari kedua peristiwa itu, semakin jelas bagi rakyat bahwa negara melalui para pejabatnya telah gagal mengelola negeri ini sesuai amanat UUD 45. Katanya, dari waktu ke waktu rakyat disuguhi segala persoalan bangsa yang tak tuntas penyelesaiannya bahkan yang terjadi rakyat yang bersuara kritis justru dikriminalisasi.
“Masalah di Timur dan Barat negeri ini menjadi pusat perhatian publik. Apa dan mengapa 4 pulau yang selama ini tak pernah diperbincangkan menjadi topik perdebatan kepemilikan dua provinsi? Sementara persoalan utama kedua provinsi: pemerataan pembangunan wilayah dan mengatasi kemiskinan, sepertinya tak lagi keutamaan,” tegas James.
“Demikian halnya Raja Ampat, yang masuk dalam kategori keajaiban dunia, menjadi destinasi wisata manca negara karena keindahan alamnya, muncul ke permukaan, viral di semua platform media sosial dan jaringan media nasional dan internasional. Karena terancam akan rusak oleh pertambangan nikel, yang mendapat izin dari pemerintahan Jokowi di periode lalu,” imbuhnya.
James heran, perizinan yang diberikan melakukan penambangan di kawasan Raja Ampat itu terkesan sarat kepentingan kelompok penguasa dan pengusaha. Sementara rakyat Papua sampai sekarang terus berjuang menyuarakan keadilan bagi mereka terutama agar kekayaan alam Papua dapat juga dinikmati rakyat Papua.
“Situasi tersebut perlu diselesaikan dengan benar-benar taat pada hukum dan undang-undang, siapapun para pemilik tambang termasuk para pejabat yang terlibat menerbitkan izin harus mempertanggungjawabkan di depan hukum,” ucap James.
“Jangan biarkan semua masalah masalah yang selama ini muncul tak terselesaikan menjadi seperti api dalam sekam yang kemudiaan menyulut kobaran perlawanan rakyat terhadap penguasa,” tandasnya. ***