Pejabat Negara Gagal, Kaya Secara Nurani!

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru saja mengeluarkan pernyataan ke publik. Ada hal menarik sekaligus mengagetkan dari pernyataan yang dikeluarkan KPK itu, yakni harta pejabat negara selama Pandemi Covid-19 mengalami penambahan yang signifikan.

Secara umum penambahan tersebut menyentuh angka 70,3 persen pada saat yang sama angka kemiskinan rakyat Indonesia juga mengalami kenaikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Nasional jumlah penduduk miskin naik sebesar 1,12 juta orang. Kenaikan harta kekayaan pejabat selama Pandemi yang berbanding terbalik dengan bertambahnya penduduk miskin selama Pandemi merupakan sebuah kejadian yang mengusik nurani kita.

Bacaan Lainnya

Di beberapa negara, selama Pandemi banyak pejabat yang secara sukarela menyumbangkan hartanya untuk penanganan Pandemi covid-19 di negaranya. Konsekuensinya sudah pasti kekayaan mereka berkurang. Namun dalam pikiran pejabat ini sama sekali tidak ada niat memperkaya diri saat rakyat di negaranya sedang kesusahan akibat terdampak Pandemi, tetapi itu di luar negeri.

Di Indonesia beda lagi ceritanya, negara yang terkenal dengan semangat gotong royongnya ini, pemandangan tersebut tidak terjadi, kita tidak melihat adanya aksi kompak dari pejabat negara yang merelakan harta kekayaannya dipotong untuk penanganan Pandemi Covid-19.

Yang terjadi justru sebaliknya memperkaya diri di tengah ekonomi yang dialami rakyat akibat imbas Pandemi, penambahan harta kekayaan tersebut adalah indikasi yang kuat.

Meskipun dalam pandangan KPK penambahan harta kekayaan selama Pandemi masih dalam kategori wajar. Namun kejadian ini mencerminkan ketiadaan sensibilitas sosial pejabat di tengah situasi rakyat yang sedang susah, sebenarnya ini bukan persoalan wajar dan tidak wajar. Bukan pula tentang larangan menambah hart kekayaan, ini adalah persoalan kuat atau lemahnya kepekaan seorang pejabat sebagai pelayan rakyat dalam merasakan kesusahan yang dialami rakyat.

Kepekaan sosial penting bagi seorang pejabat negara, kepekaan sosial tidak lagi berhitung soal wajar dan tidak wajar, kepekaan sosial berhitung soal layak dan tidak layak, basis pertimbangannya adalah hati nurani.

Dengan pertimbangan nurani apakah memang pejabat negara layak menambah pundi-pundi kekayaannya saat jumlah orang miskin terus bertambah akibat pandemi? Silakan dijawab oleh nurani pejabat bersangkutan, walupun nurani kita telah punya jawaban sendiri.

Retorika yang biasa digaungkan oleh pejabat negara untuk bekerja keras saling membantu menangani Pandemi, menjadi hampa dengan kejadian pertambahan jumlah kekayaan pejabat selama Pandemi, retorika itu lebih terdengar sebagai retorika politis, berupaya menggaet simpati rakyat untuk kepentingan politik.

Retorika ini tidak disertai contoh konkrit dalam bentuk teladan, teladan gotong royong apa yang bisa diperlihatkan dengan penambahan harta kekayaan ini. Susah menemukan jawabannya, lebih jauh penambahan harta kekayaan ini mesti diusut asal usulnya.

Apakah murni dari gajinya sebagai pejabat atau dari hasil main proyek? kalau ternyata proyek maka proyek apa? mungkinkah proyek itu berkaitan dengan penanganan Pandemi?

Semua ini butuh penjelasan yang terang benderang. Menjadi kaya itu baik, mayoritas orang juga ingin kaya, tetapi membagi kekayaan kepada orang-orang yang membutuhkan adalah kekayaan yang sesungguhnya.

Zaenal Abidin Riam
Pengamat Kebijakan Publik/Koordinator Presidium Demokrasiana Institute

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *