Tidak heran bila muncul anggapan bahwa program deradikalisasi dan war on terorisme itu objeknya adalah […]
Barru – Bupati Barru, Andi Ina Kartika Sari, SH., M.Si., secara resmi menutup Kompetisi Sepak Bola Liga Ramang […]
Berita Terkait
Headlines
Bela Rakyat
Kasus Eksekusi Lahan di PN Siak, Ketua KNPI Riau: Negara Jangan Mau Kalah dengan Mafia!
PEKANBARU – Beredarnya informasi tentang akan dilakukannya eksekusi dan atau constatering (Pencocokan) Lahan seluas 1.300 […]
PB HMI Mengecam Keras Bom Bunuh Diri di Polsek Astana Anyar
Jakarta – Ketua Umum PB HMI MPO, Ahmad Latupono mengecam keras bom bunuh diri di […]
Gema Keadilan Kutuk Terorisme dan Ajak Pemuda Wujudkan Islam Rahmatan Lil’alamin
JAKARTA – Bom meledak di Polsek Astana Anyar Bandung hari kamis pagi, 7 Desember 2022. […]
MPR Kutuk Keras Bom Diri di Polsek Astana Anyar Bandung
JAKARTA – Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mengutuk keras […]
KPI Gelar Diseminasi Kajian Minat, Kepentingan dan Kenyaman Publik
BALI – Komisi Penyiaran Indonesia bekerja sama dengan Universitas Gorontalo Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) merupakan […]
Petinggi Sunda Empire Rangga Sasana Meninggal Dunia di Brebes
JAKARTA – Innalillahiwainnailahirajiun. Telah berpulang ke Rahmatullah tokoh fenomenal Petinggi Sunda Empire Raden Rangga Sasana, […]
Kronologi Lengkap Bom Bunuh Diri di Mapolsek Astana Anyar Bandung
JAKARTA – Baru saja terjadi aksi bunuh diri di Mapolsek Astana Anyar, Bandung, Jawa Barat, […]
Makna Ketuahan dan Keadilan dalam Pancasila
Belajar dari bagaimana bung karno melahirkan nasakom, maka dengan menempatkan pancasila sebagai philosofische groondslag, manusia indonesia ( apapun agama serta keyakinannya ) dituntut menghormati segala perbedaan sebagai sunatullah, bahkan pada ide dan gagasan yang anti pancasila itu sendiri. Tulisan lawas ini akan menanggapi gerombolan ‘muallaf pancasila‘ yang mengklaim diri paling pancasilais dan selalu berupaya meniadakan kelompok lainnya yang berbeda, melalui hukum laplace dalam ilmu aljabar Sebagai filsafat yang lahir dari budaya semak belukar pancasila merupakan upaya sebuah bangsa memahami akar keragaman pada ruang konkret dan menjadi suatu pola berpikir yang bergerak mengikuti hukum – hukum kesemestaan ( sunatullah ), cara hidup serta pandangan dunia yang filantrofis. Dengan demikian Pancasila membangun kesadaran manusia pentingnya keharmonisan dalam interaksi sosial, keselarasan dalam keragaman tradisi, persaudaraan ditengah perbedaan, sehingga membuat Ikatan – ikatan primodial yang ada terjalin sebagai konstiitutif dari keberadaan sebuah bangsa. Karakteristik tersebut pada gilirannya nanti akan membentuk pola berpikir yang mendekatkan kebenaran relatif pada kebenaran absolut. Agar bisa mendapatkan kebenaran yang pasti, tetap dan bisa diterima semua pihak dibalik yang tersembunyi pada pancasila, tak ada pilihan kecuali memahami pancasila melalui ilmu yang pasti bukan dengan logika miring ‘ilmu kira – kira‘. Dengan sifatnya yang maha adil maka sesungguhnya Tuhan merupakan dzat yang memberikan keseimbangan alam semesta. Oleh karena itu sila pertama pancasila menempatkan Tuhan pada titik keseimbangan 0,0 sehingga bila membentuk tangen 45 derajat kita menyebutnya sebagai Maha Sempurna. Posisinya pada titik 0,0 tersebut membangun pengertian mahaesa pada sila pertama bukan berarti satu, melainkan ” WAL AWALUN WAL AKHIRUN, tiada berawal dan tiada berakhir. Sifat mahaesa tersebut barulah bermakna satu ketika mengurangi 100 nama Tuhan menjadi 99 ( Asmaul Husna ) seperti yang umumnya orang ketahui. Dan kita mengucapkannya sifat Tuhan tersebut dengan lafaz ” Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un ” : Tuhan adalah attitude waktu. Pemahaman sila pertama tersebut dapat menjawab pertanyaan tentang apa yang menjadi pengikat bangsa Indonesia ditengah begitu banyak perbedaan : Keyakinan pada Tuhan yang sama, yaitu Tuhan yang tidak berawal dan tidak berakhir serta kesadaran yang sama akan adanya keterlibatan Tuhan disetiap waktu kehidupan. Keyakinan dan kesadaran tersebutlah yang mengikat kita sebagai sebuah bangsa. Inilah makna Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa. Oleh: Habib Jansen Boediantono, Sebuah Tanggapan Untuk Gerombolan Muallaf Pancasila
Di balik Pesan Terselubung Soeharto Menjadikan 17 Agustus Sebagai HUT RI
Alkisah, bung Karno tak bersepakat sistem ketatanegaraan melibatkan partai apalagi diwarnai hura – hura pemilu. […]