Konselor Jiwa Bulukumba Perkuat Ekosistem Layanan Jiwa Berbasis Puskesmas

BULUKUMBA – Di tengah meningkatnya kebutuhan akan layanan kesehatan jiwa yang inklusif dan berbasis komunitas, Dinas Kesehatan Bulukumba melaksanakan Sosialisasi Konselor Kesehatan Jiwa yang berlangsung di Gedung Pinisi, Kamis, 7 Agustus 2025.

Kegiatan ini merupakan upaya memperkuat struktur dan sistem layanan kesehatan jiwa primer di tingkat Puskesmas, sebagai bagian dari ekosistem kesehatan jiwa masyarakat yang adaptif dan kolaboratif.

Bacaan Lainnya

Dihadiri oleh seluruh Penanggung Jawab Program Kesehatan Jiwa (Keswa) dan Dokter Penanggung Jawab Layanan Jiwa dari 20 Puskesmas se-Kabupaten Bulukumba, kegiatan ini difokuskan pada konsolidasi peran konselor dan tenaga medis sebagai mitra utama dalam sistem deteksi, intervensi, dan rujukan masalah kejiwaan di tingkat layanan dasar.

Kegiatan ini menghadirkan narasumber tunggal, dr. Maya Mariska Sanusi, Sp.KJ., MARS, seorang psikiater sekaligus Sekretaris Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) Cabang Makassar.

Dalam pemaparannya, dr. Maya tampil lugas dan sistematis, membedah berbagai isu strategis dalam penanganan kasus gangguan jiwa di layanan primer.

Mulai dari prosedur skrining di Puskesmas, proses penegakan diagnosis medis, intervensi psikososial dan konseling, hingga kewenangan pemberian psikofarmaka, serta penanganan kondisi darurat jiwa dan mekanisme rujukan berjenjang dijelaskan dengan pendekatan yang kontekstual dan realistis.

“Konselor jiwa itu bukan pelengkap, melainkan garda terdepan dalam membangun jembatan antara masyarakat dengan layanan profesional. Di sinilah peran konselor jadi krusial dalam edukasi, deteksi dini, dan pendampingan,” kata dr. Maya.

Inovasi ASMARA DIJIWA

Saat ini Dinas Kesehatan Bulukumba mendorong inovasi ASMARA DIJIWA atau Aksi Masyarakat Terintegrasi Deteksi Intervensi Kesehatan Jiwa.

Dalam diskusi yang hangat dan partisipatif, dr. Maya juga memberikan apresiasi penuh terhadap inovasi ASMARA DIJIWA.

“Saya sangat mendukung inovasi daerah seperti ASMARA DIJIWA. Konsep ini menunjukkan keberanian untuk tidak hanya menyentuh aspek medis, tapi juga sisi sosial dan psikologis masyarakat secara konkret. Integrasi kader, konselor, dan tenaga medis dalam satu sistem layanan jiwa berbasis komunitas seperti ini adalah lompatan besar yang patut dicontoh,” ungkapnya.

Menurut dr. Maya, Bulukumba berada di jalur yang tepat dalam membangun sistem yang tidak elitis, tidak terpisah dari masyarakat, melainkan hadir langsung di tengah kebutuhan masyarakat.

Konsolidasi Profesi dan Penguatan Jejaring Layanan Jiwa Primer
pada kegiatan ini menjadi forum penting untuk penyamaan persepsi dan penguatan koordinasi lintas profesi di tingkat layanan dasar.

Seluruh peserta terlibat aktif dalam sesi diskusi, mengangkat berbagai tantangan riil di lapangan seperti: Keterbatasan obat psikotropika, Kesiapan tenaga menghadapi pasien dengan krisis jiwa, Belum meratanya pemahaman tentang skrining dan diagnosis gangguan jiwa, dan kebutuhan akan alur penanganan darurat jiwa yang terstruktur.

Untuk itu dr. Maya menekankan pentingnya penyusunan SOP yang jelas dan adaptif, serta pelibatan multiprofesi sejak tahap awal layanan. Ia juga mendorong pelatihan dasar tanggap darurat jiwa bagi petugas non-medis di Puskesmas.

Penanggung Jawab Program Kesehatan Jiwa Dinkes Bulukumba Arhan, sekaligus inovator ASMARA DIJIWA, menyampaikan bahwa kegiatan ini menjadi forum ilmiah dan ruang konsolidasi misi dan tanggung jawab kolektif dalam membangun sistem jiwa yang kuat dari bawah.

“Kami tidak bisa bekerja sendiri. Kami butuh dokter, konselor, guru, bahkan tokoh masyarakat untuk hadir sebagai jejaring responsif terhadap isu jiwa,” ungkapnya.

Dikatakan, konselor jiwa menjadi ujung tombak untuk menjembatani kebutuhan psikososial masyarakat sebelum pasien jatuh ke kondisi krisis.

Menurutnya, konselor kesehatan jiwa adalah wajah humanis dari sistem pelayanan, dan harus dibekali dengan kepercayaan, pelatihan, serta dukungan berkelanjutan dari pemerintah daerah.(*)

Pos terkait