Jika suatu teks berkedudukan penting dan dasar, jangan coba-coba membuat tafsir resmi dan tertutupnya. Sebab akan banyak pihak yang dirugikan, sedang Anda diuntungkan.
….
RUU HIP ini merupakan usaha pembuatan tafsir resmi dan tertutup tentang teks Pancasila. Jika RUU HIP ini diundangkan, maka berakhirlah teks Pancasila sebagai teks terbuka untuk ditafsirkan oleh setiap warga negara. Tafsir resmi dan tertutup akan dikuasai oleh BPIP dan penguasa. Akibatnya, rakyat yang beragam latar belakang dan golongan akan dirugikan di satu pihak, dan penguasa serta pejabat BPIP akan diuntungkan di pihak lain.
Pancasila sudah pernah ditafsirkan secara tertutup dan resmi oleh rezim Orde Baru. Akibatnya jelas, dirugikanlah pihak-pihak yang tidak setujui dengan tafsir Orde Baru itu. Dan kejamnya lagi, guna menyeragamkan tafsir, diindoktrinasikanlah tafsir Pancasila selera Orde Baru itu ke warga Indonesia.
Sekarang rupanya, mau diulangi lagi oleh pemerintah yang berkuasa. Tetapi dengan selera tafsir Soekarno terhadap Pancasila. Di situ ada perspektif pemerasan teks dan makna terhadap Pancasila dengan apa yang dinamakan trisila dan ekasila. Persoalan ini jelas sebenarnya dimotivasi oleh kepentingan mengamankan kekuasaan dan hegemoni.
Dahulu di zaman Khilafah Abbasiyah, terjadi pula perkara serupa ini. Golongan muktazilah yang memiliki doktrin kalam yang berbeda dengan ahlussunah, mempengaruhi Khalifah Makmun. Kemudian disingkirkanlah pengaruh paham ahlussunah terhadap masyarakat Islam dan juga terhadap kenegaraan. Salah satu korbannya adalah seorang ulama bernama Ibnu Hambal. Beliau adalah pendiri madzhab hambali dalam fikih. Dia ditahan karena menolak penetrasi pengaruh muktazilah terhadap kekuasaan keagamaan.
Dari gambaran di atas itu, harusnya kita dapat mengambil iktibar, bahwa menggeser suatu teks yang berkedudukan dasar dan bersifat terbuka menjadi teks tertutup dan resmi yang hanya boleh ditafsirkan oleh negara atau penguasa, maka akan banyak pihak yang terugikan di satu sisi, dan yang berhak menafsirkan menjadi diuntungkan.
Hizbut Tahrir yang berusaha menafsirkan sistem kekuasaan Islam secara resmi dan tertutup berupa doktrin khilafah, jika hal itu terjadi, maka akan banyak pihak yang dirugikan di satu sisi, dan yang berkuasa akan diuntungkan. Sebab yang berkuasa akan menjadi penentu tafsir yang benar terhadap hukum Islam.
Jika RUU HIP ini ditolak karena dapat mengakibatkan kerugian di pihak tertentu, maka demikian juga jika teks lain jika dilakukan hal yang sama, akan merugikan pihak lain.
~ Syahrul Efendi Dasopang, The Indonesian Reform Institute