Dunia Islam saat ini menampakkan wajah separuh optimis, separuh pesimis dan sisanya apatis.
Negeri-negeri Teluk seperti UEA, Qatar, Bahrain, bahkan Arab Saudi, menatap optimis akan masa depan ekonomi dan peningkatan kedudukan negara mereka dalam percaturan dunia di antara kompetisi Blok China – Rusia dkk dengan Blok Amerika – Eropa dkk. Lainnya seperti Iran, Irak, Libya, Pakistan, sekedar contoh, menatap masa depannya dengan rasa ragu dan pesimis.
Sementara itu sisanya, seperti Indonesia dan Mesir, sekedar contoh juga, bimbang dan bingung mau menetapkan langkah kemana di antara persaingan Blok China, Rusia, dkk dan Amerika, Etopa, dkk.
Kasus Indonesia misalnya hari ini, makin terlihat bayang-bayang persaingan pengaruh Amerika versus China untuk menempatkan sekutu politik mereka dalam kancah nasional. Kita semua tahu, peta capres dan peta partai, dipengaruhi tekanan pertarungan China versus Amerika.
Dahulu, dalam upaya mengamankan pengaruhnya terhadap dunia Islam, Amerika menekankan agar sekularisasi masyarakat Islam dan negara mereka berlangsung mulus dan kadangkala harus keras dan ganas.
Seiring bertahannya dunia Islam, terutama masyarakatnya, dengan model non sekular can tetap mempertahankan religiositas mereka, Amerika berpikir ulang. Ditambah lagi, munculnya perlawanan global dengan warna Islam terhadap agenda sekularisasi, Amerika mau tak mau mengoreksi kebijakan keamanan dan politik internasionalnya.
Belakangan sejak China merembes dengan deras menyaingi Amerika di sektor ekonomi terhadap dunia Islam, maka kebijakan mengambil hati dan dukungan masyarakat Islam kepada Amerika tak bisa lagi ditunda.
Amerika kemudian mengganti narasi politik keamanan dan internasionalnya, dari sekularisasi ke moderatisasi. Amerika tak ambil peduli lagi atau persetan dengan, seorang muslim atau sebuah masyarakat Muslim mau sekular atau tidak, mau syari’iy identitas dirinya atau tidak, mau cingkrang dan bercadar atau tidak, yang penting jangan musuhi Amerika.
Jangan hilang toleransi dengan entitas kristen, yahudi, golongan ateis, kaum adat dan non muslim lainnya. Itu saja yang ditekankan Amerika sekarang ini dalam kebijakan keamanannya. Bila perlu, busana beridentitaskan Islam dan Arab disemarakkan asal pro Amerika dan Israel, dan tidak menjurus kepada kedekatan dengan orientasi China dan Rusia.
Jadi, fokus Amerika cs saat ini, menarik dukungan dunia Islam kepada dirinya guna melawan China dan Rusia. Tapi, Amerika tidak memberi kompensasi kepada dunia Islam berupa transfer teknologi, kemandirian ekonomi, dan stabilitas politik dan keamanan nasional dunia Islam. Sebab, Amerika tidak kartu trup itu diberikan, yang dapat merugikan posisinya sebagai tuan utama dalam percaturan internasional.
Indonesia saat ini tengah menghadapi pemilu dan pilpres yang akan menentukan wajah dan nasib bangsa Indonesia sebagai bagian yang unik dari dunia Islam belahan bumi selatan. Indonesia, Malaysia dan Brunei dapat dikatakan satu potret tersendiri dari dunia Islam.
Di wilayah Asia Tenggara ini, pengaruh China merasuk sangat kuat, mungkin melebihi pengaruh Amerika. Sebab, masyarakat etnik China telah lama menyatu dalam lingkungan dan masyarakat, di tingkat grassroot, bukan hanya di tingkat elite.
Manakala Amerika dalam rangka memaksakan kehendaknya untuk mengontrol Indonesia dan melenyapkan pengaruh China, kampanye anti china bisa mereka panaskan dan amerika tidak akan bertanggungjawab dengan risiko dan bencana yang ditimbulkan oleh kampanye politik anti China semacam itu.
Sebab Amerika hanya fokus bagaimana memuluskan pion-pionnya duduk sebagai penguasa dan pengaruh RRC tersingkir dari Indonesia, sehingga Asia Tenggara dapat dipastikan Amerika berada dalam genggaman mereka.
Jadi, dunia Islam yang dikehendaki Amerika saat ini ialah dunia Islam yang anti china dan rusia, masa bodoh dunia Islam mau ganti kostum atau tidak. Yang penting moderat, dan moderat pun framingnya ialah pro amerika dan pro model masyarakat amerika yang berwarna-warni.
Oleh: Syahrul ED, Pengamat Dunia IslamĀ