Dosen Hukum Tata Negara UMI Makassar Nilai Bukan Ranah PN Jakpus Untuk Putuskan Penundaan Pemilu

MAKASSAR – Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang mengabulkan gugatan Partai Prima untuk menunda Pemilu 2024 mendapat berbagai tanggapan. Tanggapan ini berasal dari Dosen Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Imran Eka Saputra yang menilai bahwa bukan ranah PN untuk memutus perkara penundaan Pemilu 2024.

“Saya menilai bahwa bukan ranah PN untuk memutus perkara soal penundaan Pemilu,” ujar Imran Eka Saputra dalam keterangan persnya, Jumat (3/3/23).

Bacaan Lainnya

Imran menambahkan, penundaan Pemilu di luar tahapan penyelenggaraan Pemilu pada dasarnya tidak memiliki instrumen hukum. Adapun, sambungnya, realisasi untuk penundaan Pemilu dapat dilakukan melalui penerbitan Perppu atau melalui Amandemen UUD 1945.

“Jika merujuk pada penerbitan Perppu, maka diperlukan penegasan terkait hal ihwal kegentingan yang memaksa sehingga penundaan Pemilu dapat dilakukan,” ungkapnya.

Selain itu, lanjutnya, realisasi penundaan Pemilu dengan paradigma rasional dapat dilakukan melalui Amandemen UUD 1945. Walaupun, katanya, Amandemen UUD NRI 1945 merupakan paradigma rasional untuk merealisasikan wacana penundaan Pemilu Tahun 2024, tetapi hal tersebut bukan merupakan hal yang mudah dilakukan.

“Selain kondisi politik yang terbangun untuk merealisasikan Amandemen UUD NRI 1945, juga berkait dengan kondisi bangsa Indonesia khususnya terhadap paradigma sosial kultural masyarakat jika Amandemen dilakukan terhadap penundaan Pemilu 2024 itu sendiri,” jelasnya.

Menurut Imran, jika amandemen UUD 1945 dilakukan untuk merealisasikan penundaan Pemilu 2024, maka akan berimplikasi pada sistem Demokrasi, Kepemiluan dan Ketatatanegaraan Indonesia, yang dimana salah satunya yaitu terkait ketentuan-ketentuan teknis penyelenggaraannya yang notabene dilakukan perubahan khususnya pada UU No. 7/2017 itu sendiri.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.