Oleh: Bambang Soesatyo, Anggota Komisi III DPR RI/Ketua MPR RI ke-15/Ketua DPR RI ke-20/Wakil Ketua Umum Partai Golkar/Wakil Ketua Umum Koordinator Polhukam KADIN Indonesia/Dosen Tetap Pascasarjana Univeritas Borobudur, Trisakti, Jayabaya dan Universitas Pertahanan (UNHAN)
INISIATIF Presiden Prabowo Subianto mentransformasi ekonomi nasional melalui hilirisasi ragam sumber daya alam (SDA) patut menjadi program prioritas. Ketika perubahan pada tingkat global sarat ketidakpastian, transformasi ekonomi sebagai strategi hendaknya segera diwujudkan untuk tujuan mengurangi ketergantungan, memperkuat strtuktur industri dan penciptaan lapangan kerja sebanyak-banyaknya di dalam negeri.
Perkembangan teknologi, perubahan iklim, ketidakpastian global serta dinamika perdagangan antar-negara yang makin tidak menentu sudah menunjukan perubahan nyata di bidang ekonomi dengan segala eksesnya. Hari-hari ini, belasan juta generasi muda Indonesia yang menganggur sedang menghadapi ragam ekses itu.
Meningkatnya pemanfaatan Artificial intelligent (AI) mengubah lanskap dunia kerja, yang ditandai dengan perubahan permintaan pasar kerja akan keahlian atau kompetensi baru. Perubahan lanskap dunia kerja itu belum dapat dipenuhi angkatan kerja dari komunitas milenial maupun Gen-Z.
Perubahan pola hujan sering menyebabkan target panen tidak tercapai. Akibatnya, defisit volume produksi pangan di dalam negeri pun diatasi dengan impor ragam komoditas pangan. Selain itu, ketidakpastian global yang diwarnai dengan konflik dan perang di sejumlah kawasan mengganggu rantai pasok dan berakibat pada naiknya harga komoditas tertentu. Ketegangan geopolitik di Timur Tengah serta perang Rusia-Ukraina menyebabkan harga minyak akhir-akhir ini terus mengalami kenaikan.
Perdagangan antar-negara semakin tak menentu karena banyak ketentuan dilanggar. Di dalam negeri, pelaku industri dan konsumen melihat fakta tentang pembiaran produk impor membanjiri pasar dalam negeri dan dijual dengan harga dumping. Akibatnya, produktivitas sektor manufaktur Indonesia jatuh ke titik terendah. Banyak pabrik di dalam negeri tidak lagi berproduksi dan harus memutus hubungan kerja (PHK) dengan para karyawan. Jumlah pengangguran yang terus bertambah menyebabkan potensi melemahnya daya beli masyarakat menjadi kenyataan. Konsekuensinya, terjadi deflasi beruntun dalam beberapa bulan terakhir.
Dampak sangat serius akibat perubahan tatanan serta ketidakpastian yang berlarut-larut itu tentu harus ditanggapi dengan strategi-strategi baru atau dengan pola pembangunan baru yang relevan untuk merespons tantangan baru. Dan, transformasi ekonomi Indonesia menjadi salah satu opsi yang paling masuk akal.
Transformasi untuk mewujudkan pendalaman industri serta modernisasi pengelolaan dan pemanfaatan semua potensi SDA untuk menghadirkan nilai tambah yang tinggi. Maka, inisiatif dan ajakan Presiden Prabowo Subianto merealisasikan hilirisasi ragam SDA harus juga dipahami sebagai strategi pembangunan untuk merespons tantangan riel yang mengemuka sekarang ini.
Dalam pidato pertamanya usai Pengucapan Sumpah sebagai Presiden Republik Indonesia di Gedung MPR/DPR/DPD Jakarta, Minggu, 20 Oktober 2024, Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmen Indonesia menuju swasembada pangan dan energi sebagai langkah utama guna menghadapi tantangan global yang makin kompleks. “Saya telah mencanangkan bahwa Indonesia harus segera swasembada pangan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Kita tidak boleh bergantung dari sumber makanan dari luar,” tegasnya.
Tak berhenti pada pencanangan swasembada pangan, Presiden Prabowo pun berinisiatif segera merealisasikan hilirisasi potensi SDA. Inisiatif itu dipaparkan Presiden dalam forum pembekalan para menteri anggota Kabinet Merah Putih yang dilaksanakan di Akademi Militer Magelang, Jawa Tengah, belum lama ini. Dalam perencanaan Presiden, hilirisasi akan menyentuh 28 komoditas unggulan Indonesia.
Rincian komoditas yang sempat dipublikasikan meliputi nikel, timah, tembaga, besi baja, emas perak, batu bara, aspal buton, dan minyak bumi. Sasaran hilirisasi lainnya meliputi gas bumi, kelapa, karet, getah pinus, udang, ikan TCT, rajungan, rumput laut, pasir silika, kobal, logam tanah jarang, kakao, pala, dan tilapia.
Dari skala prioritas masalah yang memerlukan penanganan segera, tentu saja masalah ketersediaan bahan pangan yang cukup bagi hampir 280 juta penduduk Indonesia. Impor bahan pangan memang tidak salah, tetapi ketergantungan pada impor harus direduksi hingga level terendah.
Maka, target mewujudkan Indonesia swasembada pangan harus segera ditetapkan oleh para menteri dan para ahli tanaman pangan. Selain swasembada, kehendak mewujudkan hilirisasi tanaman pangan pun harus segera dibuatkan programnya. Tak kalah pentingnya adalah memperbarui data tentang luas areal pertanian yang dilaporkan terus menyusut. Begitu dengan sistem pengairan bagi sektor pertanian tanaman pangan.
Upaya berkelanjutan mewujudkan swasembada pangan, yang diikuti dengan realisasi hilirisasi komoditas tanaman pangan, akan mendorong warga di semua desa berinsiatif mengelola areal pertanian masing-masing menjadi lahan yang produktif. Peningkatan produktivitas tanaman pangan yang berlanjut dengan hilirisasi akan membuka lapangan kerja, karena ada kegiatan mengolah hasil tanaman pangan menjadi produk bernilai tambah tinggi. Pemerintah bisa membantu dengan menyediakan alat pengolahan terkini.
Jika target swasembada dan hilirisasi terwujud, kesejahteraan komunitas petani meningkat karena membaiknya pendapatan mereka. Selain itu, mewujudkan swasembada dan hilirisasi tanaman pangan tak hanya menyediakan volume bahan pangan dalam jumlah yang cukup, melainkan juga menciptakan lapangan kerja bagi generasi muda di semua daerah.
Oleh alasan swasembada dan hilirisasi tanaman pangan, negara harus tampil sebagai pengarah agar semua aspek bisa berjalan sesuai rencana dan target. Modal dasarnya sudah ada, yakni komunitas petani itu sendiri. Hasil Sensus Pertanian oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Juni-Juli 2023 tercatat bahwa jumlah petani di Indonesia mencapai 27.799.280 orang. Dari jumlah itu, petani milenial (19–39 tahun) berjumlah 6.183.009 orang, atau sekitar 21,93 persen dan petani generasi Z (11-26 tahun) sebanyak 2,14 persen.
Sensus pertanian 2023 juga melaporkan bahwa jumlah rumah tangga usaha pertanian yang mengusahakan tanaman pangan mencapai 15.550.786 rumah tangga. Kalau kegiatan pertanian dikelola dengan perencanaan yang baik, diyakini akan semakin banyak generasi muda yang berminat menekuni kegiatan tanaman pangan. Inisiatif dan kepemimpinan Presiden Prabowo mewujudkan swasembada dan hilirisasi tanaman pangan akan menstimulir minat generasi muda.