JAKARTA – Amrin Ajira selaku Ketua Lembaga Advokasi Kemitraan Informasi Publik Ketua Forum Komunikasi Mahasiswa Baubau Kendari (Forkom B2K) Periode 2019-2021 menyoroti Basiran yang diduga lupa diri telah diberikan amanah dalam Pemerintahan Provinsi Sulawesi Tenggara.
Basiran seperti orang lupa diri.
Salah satu falsafah Buton yang merupakan doktrin paling kuat diperantauan bagi Masyarakat Buton adalah ‘poangka-angkataka’, yakni sebuah prinsip saling menghargai dan saling membesarkan.
Dalam kajian antropolinguistik, masyarakat Buton adalah perantau. Salah satu akar kata yang membuktikan itu adalah kata : Teman, dalam bahasa Buton ‘sabhangka’, secara etimologis terdiri dari dua suku kata yaitu : sa artinya satu, bhangka, artinya perahu bermakna satu-perahu.
Jelaslah bahwa filosofi ini menjadi salah satu akar prinsip Gubernur Sulawesi Tenggara, Ali Mazi, dalam menempatkan Basiran sebagai pejabat eselon II di Pemprov Sulawesi Tenggara. Awalnya sebagai Asisten, terus menjabat Kepala BPKAD hingga diusulkan menjadi Penjabat Bupati Buton kepada Menteri Dalam Negeri RI.
“Merupakan sebuah kepercayaan yang luar biasa. Di tengah jalan, Basiran lupa, bahwa dirinya sebagai salah satu orang kepercayaan yang diangkat dan didudukan oleh Gubernur pada jabatannya, bukan lahir dari mantra Sim Salabim,” kata Amrin Ajira dalam keterangan persnya, Minggu (13/8/23).
Kisruh mengenai pencopotan Basiran sebagai penjabat Eselon II di Pemprov Sultra melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur Sulawesi Tenggara Nomor 474 Tahun 2023 tentang Pemberhentian dari Jabatan Tinggi Pratama Staf Ahli Gunernur Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Politik Provinsi Sulawesi Tenggara tanggal 7 Agustus 2023 menimbulkan perdebatan panjang di publik, baik melalui media sosial, media main stream maupun diskusi tatap muka.
Tentu bagi masyarakat yang memiliki asah literasi yang baik, maklum saja mengenai Non Job itu, Pertama : karena hal demikian adalah hal lumrah dalam perjalanan birokrasi; kedua : Gubernur Sulawesi Tenggara sudah memberikan beberapa kode ‘lampu merah’ secara tersirat kepada Basiran, melalui perubahan posisi dari BPKAD ke Staf Ahli; ketiga : Basiran telah membuat beberapa kesalahan fatal yang mengganggu penilaian Gubernur Sulawesi Tenggara dari aspek Loyalitas, Disiplin, Kinerja, Tanggungjawab, Kerjasama, dan Kepemimpinan.
Jika kita telisik lebih jauh pada poin ketiga di atas, kesalahan fatal tersebut yang bisa jadi membuat Gubernur Ali Mazi mencabut mandat yang diberikan kepada Basiran sebagai penjabat Eselon II di Pemprov, yakni :
Pertama, Ketua Tim Penggerak PKK yang dilantik adalah istri pertama Basiran, dan yang memperoleh fasilitas adalah istri kedua. Ini Negara, bukan rumah tangga. Secara protokol, organisasi serta hierarkis ada aturannya, tidak boleh gambar suka-suka. Ini fatal, bahkan kabarnya membuat murka Ibu Mendagri selaku ketua Tim Penggerak PKK Pusat.
Kedua, Basiran melantik pejabat di Kabupaten Buton tanpa rekomendasi Gubernur. Berdasarkan Permendagri Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Pejabat Gubernur, Penjabat Bupati dan Penjabat Walikota Bab VI Pasal 18 bahwa Penjabat Bupati bertanggungjawab kepada Menteri melalui Gubernur paling sedikit 3 bulan sekali. Selain kedudukannya sebagai Kepala daerah, Gubernur juga merupakan perpanjangan tangan pemerintah Pusat di daerah. Dalam hal ini, Ali Mazi selaku Gubernur Sulawesi Tenggara merupakan atasan Basiran pada dua tempat yang berbeda, yakni Gubernur saat menduduki sebagai eselon II di Pemprov dan sebagai Wakil Pemerintah pusat di daerah saat menjadi Penjabat Bupati. Dengan demikian, Basiran termasuk dalam kategori tidak loyal dan ingin jalan sendiri.
Ketiga, Basiran diduga kuat mengikuti apel akbar salah satu partai politik di Jakarta. Jika kasus ini diungkap dan ditelisik lebih jauh serta mampu dibuktikan secara administrasi dan hukum, maka Basiran bukan hanya dicopot dari jabatan eselon II, tetapi dapat dipecat dari ASN karena melanggar beberapa ketentuan perundang-undangan yakni pasal 2 hurif F UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, Undang-Undang (UU) Nomor: 10 Tahun 2016 pasangan calon dilarang melibatkan ASN anggota Polri dan anggota TNI, dan Kepala Desa atau perangkat Desa Lainnya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Keempat, LKPJ Bupati Basiran ditolak oleh empat fraksi di DPRD Kabupaten Buton bahkan DPRD secara kelembagaan mengusulkan kepada Gubernur untuk mencopot Pejabat Bupati Buton. Ini pertanda bahwa Basiran selaku penjabat Bupati Buton tidak dapat membangun kerjasama dengan DPRD sebagai mitra dalam proses administrasi dan proses politik.
Kelima, terdapat masalah lelang proyek di Pemkab Buton bahkan ada perusahaan tertentu tidak tertera dalam list lelang justru menjadi pemenang lelang. Diduga, hal tersebut terjadi karena ada intervensi kuat dari kelompok tertentu.
Berdasarkan poin tersebut di atas, wajarlah jika Gubernur Sulawesi Tenggara mengambil langkah strategis sebagai atasan. Tentu saja Gubernur mempunyai pertimbangan yang cukup serta merupakan langkah bijak mengambil kebijakan pemberhentian dimaksud, termaksut salah satunya merespon suara DPRD Kabupaten Buton sebagai representasi dari Rakyat di Kabupaten Buton. Olehnya itu, sebagai bagian dari masyarakat, kami menyatakan sikap :
1. Mendukung penuh langkah Gubernur Sulawesi Tenggara mencopot Basiran sebagai penjabat Eselon II di Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dan hal tersebut merupakan langkah tepat;
2. Mendesak Polda Sultra dan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara mengusut tuntas dugaan kasus lelang Proyek yang diindikasikan bermasalah di Kabupaten Buton.
3. Mendesak Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia untuk segera memberhentikan Basiran dari PJ. Bupati Buton karena tidak lagi memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam Permendagri Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati dan Penjabat Walikota setelah diberhentikan sebagai pejabat Eselon II di Pemprov Sulawesi Tenggara;
4. Mendesak Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) segera memberhentikan Basiran dari status ASN jika terbukti terlibat dalam aktivitas Partai Politik tertentu, sebagaimana indikasi mengikuti apel akbar Salah satu Parpol di Gelora Bung Karno, Jakarta.
5. Mendesak Basiran untuk secara ksatria mundur dari jabatan Penjabat Bupati Buton karena melakukan banyak pelanggaran etis dan organisatoris sebagai ASN.