Pembakaran Al-Qur’an di Swedia, Efek Islamophobia yang Kebablasan

Dunia dihebohkan dengan pembakaran Al-Qur’an di Swedia, pelakunya adalah seorang politikus sayap kanan, Rasmus Paludan. Jika mengecek fakta, ini bukan peristiwa pertama, sebelumnya juga pernah terjadi peristiwa serupa di negara Eropa.

Tindakan ini tentu tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun, keliru besar bila menggunakan dalih kebebasan untuk membenarkan tindakan tersebut. Pembakaran Al-Qur’an yang terjadi di Swedia merupakan bukti nyata bahwa sekelompok orang dalam rahim peradaban barat khususnya Eropa masih mengidap sindrom anti toleransi.

Sindrom jenis ini termasuk sindrom yang berbahaya karena pengidapnya akan selalu dihinggapi dengan perasaan benci terhadap orang yang berbeda latar belakang dari kelompoknya, termasuk berbeda dari sisi agama, pengidap sindrom ini pada dasarnya tidak siap hidup di dunia terbuka yang mementingkan penghargaan terhadap keberagaman.

Benua biru yang mengekspor ide keberagaman ke berbagai penjuru dunia ternyata masih banyak penduduknya yang tidak siap untuk mempraktikkan keberagaman dalam kehidupan sehari-hari, menebar kebencian dengan membakar kitab suci umat Islam adalah bukti nyata ketidaksiapan hidup dalam keberagaman.

Kasus pembakaran Al-Qur’an di Swedia juga mengkonfirmasi kepada kita semua bahwa islamophobia masih kental di Eropa, ketakutan yang tidak berdasar terhadap Islam sebagai agama masih nampak dengan nyata di Eropa. Suburnya islamophobia paling tidak disebabkan oleh dua faktor.

Pertama, salah paham terhadap gambaran Islam yang sebenarnya, kebanyakan penduduk Eropa yang anti dengan Islam hanya membaca literatur tentang Islam dari para orientalis yang memang tidak senang dengan Islam, sehingga karya mereka lebih banyak bernuansa memojokkan Islam, gambaran yang keliru inilah yang dikonsumsi oleh masyarakat Eropa, akibatnya yang muncul adalah antipati dan kebencian.

Para pembenci tersebut tidak berusaha untuk memahami Islam langsung dari sumber aslinya, yaitu Al-Qur’an. Faktor kedua adalah propaganda media, tidak bisa dipungkiri media-media barat masih sering mencitrakan Islam seolah sebagai agama yang yang menakutkan, propaganda ini lahir karena kepentingan politik.

Dan ini dilakukan secara massif, akibatnya orang-orang barat senantiasa disuguhi oleh media dengan berita yang tidak benar tentang Islam. Singkatnya media barat turut bertanggungjawab atas suburnya islamophobia di Eropa.

Yang menarik karena meskipun Islamophobia masih tumbuh subur di kalangan masyarakat barat, tetapi penganut Islam justru tidak berkurang atau stagnan, sebaliknya jumlahnya bertambah dengan pesat, wilayah Eropa merupakan salah satu wilayah dengan pertambahan penganut Islam yang sangat pesat. Di bagian ini terlihat proyek Islamophobia yang berusaha mengucilkan bahkan memberantas kaum muslim di Eropa justru gagal total, bukannya dijauhi.

Rasa ingin tahu masyarakat barat terhadap Islam menjadi semakin tinggi, sebagian dari mereka ingin tahu lebih jauh tentang Islam, awalnya mungkin mengamini pandangan negatif terhadap Islam, tetapi setelah mereka mencaritahu lebih jauh justru didapati adalah gambaran Islam yang berbeda jauh dengan yang dicitrakan media atau kelompok sayap kanan yang membenci Islam.

Sudah pasti pembakaran terhadap Al-Qur’an tidak akan membuat Al-Qur’an terkucilkan, boleh jadi yang akan terjadi adalah sebaliknya, semakin banyak masyarakat barat yang akan berupaya mencari tahu bahkan menelaah isi Al-Qur’an, saat Al-Qur’an disudutkan maka pasti sebagian dari mereka akan semakin penasaran seperti apa isi Al-Qur’an yang sesungguhnya, dan saat mereka melakukan itu maka sudah pasti gambaran yang mereka dapatkan sangat berbanding terbalik dengan propaganda negatif terhadap Al-Qur’an yang selama ini mereka telan mentah-mentah.

Penulis: Zaenal Abidin Riam, Pengamat Kebijakan Publik/Koordinator Presidium Demokrasiana Institute

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *