Alasan tidak sengaja saat menyiram Novel Baswedan yang dijadikan sebagai dasar peringan tuntutan tentunya tidak masuk dalam nalar kita. Hal ini menghancurkan rasa keadilan masyarakat, tidak perlu menjadi ahli hukum untuk memahami persoalan ini, cukup dengan nalar saja sudah sangat jelas.
Coba bandingkan kasus Novel Baswedan ini dengan kasus Lamaji, warga Mojokerto, Jatim, yang melakukan penyiraman air keras terhadap seorang pemandu lagu bernama Dian Wilansari.
Dalam kasus tersebut Lamaji dituntut 15 Tahun penjara dan akhirnya divonis 12 tahun penjara. Bayangkan, ketika ada penegak hukum yang diserang dengan air keras hanya dituntut 1 tahun penjara, tentunya ini menjadi pertanyaan publik.
Pada kaidah pidana ada dua unsur dalam sebuah delik, yaitu actus reus (elemen fisik) dan unsur mens rea (elemen mental). Unsur actus reus adalah esensi dari kejahatan itu sendiri atau perbuatan yang dilakukan, sedangkan unsur mens rea adalah sikap batin pelaku pada saat melakukan perbuatan.
Pada kasus ini penuntut umum menonjolkan aspek mens rea, dikatakan bahwa pelaku tidak ada kesengajaan. Padahal actus reusnya terlihat jelas, para pelaku telah merencanakan penyiraman, dengan sengaja membawa air keras dan menyasar Novel sebagai korban. Itu semua lebih dari cukup sebagai bukti adanya untuk kesengajaan dalam mens rea tersebut.
Penanganan kasus ini jika dibiarkan akan dapat melemahkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia. Tentunya hal ini tidak boleh didiamkan saja oleh Bawas Kejagung, Komisi Kejaksaan ataupun Komisi III DPR RI. Jangan biarkan rakyat menjadi apatis dengan kerja penegakan hukum di Indonesia.
Moh Rozaq Asyhari,
Sekjend PAHAM Indonesia