Catatan Akhir Tahun: ======= Seri ke-1:
Oleh: DR Syahganda Nainggolan, Sabang Merauke Circle
Menjelang akhir tahun ini kita dihantui oleh berbagai ketakutan untuk bangkit sebagai bangsa beradab. Ketakutan ini beralasan sebab sampai saat ini, misalnya, kepastian tentang tegaknya konstitusi kita begitu rentan dari peremehan, baik dari pemimpin lembaga tinggi negara, pejabat negara maupun organisasi massa yang dimobilisasi penguasa.
Ini terkait dengan kepastian pemilu yang sudah diatur oleh UUD 45, namun dilanggar sendiri oleh mereka yang ingin mempertahankan Jokowi sebagai presiden, baik dengan perpanjangan maupun tambah satu periode lagi.
Ketakutan lainnya adalah ketimpangan sosial antar daerah dan antara lapisan masyarakat, yang juga disertai kemiskinan. Ketika pandemi Covid-19 terjadi, negara sibuk menyelamatkan kekayaan orang orang kaya.
Restrukturisasi hutang orang-orang kaya di era pandemi, misalnya, menyelamatkan performance bank dengan NPL (Non Performing Loan) yang dikendalikan normal. Namun resiko bank akan parah pada waktunya akibat utang nasabah akan terus membesar nantinya. Dalam hal demokrasi dan kebebasan sipil kita dihantui dengan UU KUHP yang kurang beradab. PBB mengkritik 7 pasal yang anti demokrasi dan feodal.
Jikalau aparat kepolisian seperti satgasus tidak hilang dari muka bumi, maka UU KUHP itu akan jadi legitimasi aparat menangkap sebanyak-banyaknya musuh politik penguasa.
Banyak hal yang menjadi tantangan ke depan. Kita akan menguraikannya dalam 7 tulisan berseri, yakni 1) Demokrasi Harus Di Selamatkan; 2) Ketimpangan sosial dan Kemiskinan; 3) Kepemimpinan Ideal; 4) Agenda Anti Korupsi; 5) Anti Islamophobia; 6) Kedaulatan Bangsa dan Geopolitik; 7. Persatuan Nasional
Kita mulai dari seri ke-1,
1. Demokrasi Harus Diselamatkan
Demokrasi harus diselamatkan. Apa itu? Menyelamatkan demokrasi mengandung beberapa hal yang wajib dilakukan oleh sebuah negara. Pertama, pelaksanaan pemilu secara periodik, jujur dan adil serta tepat waktu. Kedua, mengembalikan fungsi parlemen sebagai kontrol terhadap eksekutif. Ketiga memastikan berfungsinya kebebasan sipil.
Pelaksanaan pemilu tepat waktu secara periodik 5 tahunan diperlukan untuk menghasilkan adanya kepemimpinan baru pada eksekutif dan legislatif. Konstitusi kita mengatur secara tegas hal itu dan membatasi masa jabatan presiden hanya boleh dua kali saja.
Namun, sebagaimana kita ketahui belakangan ini berbagai upaya dari kelompok-kelompok anti demokrasi berusaha melumpuhkan rencana pemilu dengan berbagai usulan perpanjangan masa jabatan presiden Jokowi, maupun isu dukungan Jokowi 3 periode.
Kelompok ini bukanlah kelompok kecil, sebab menyangkut keterlibatan berbagai pimpinan lembaga negara maupun anggota kabinet serta ketua partai politik yang terhubung dengan kekuasaan Jokowi atau bahkan Jokowi itu sendiri. Bahkan, terakir ini ramai diberitakan bahwa KPU, sebagai institusi penyelenggara pemilu, mulai terlibat dalam melakukan kecurangan saat verifikasi parpol peserta pemilu.
Selanjutnya di halaman berikutnya: