JAKARTA – Pemikir kebangsaan Dr Yudi Latif menilai Thayeb M Gobel adalah seorang patriot yang positif-progresif. “Beliau seorang yang fokus membangun dengan mengaplikasikan Pancasila dalam kehidupan usahanya,” katanya, Jakarta, Kamis, (24/10/2024).
Hal itu ia sampaikan saat menjadi pembicara dalam launching dan bedah buku karya Nasihin Masha. Buku tersebut berjudul “Praksis Pancasila, Pengamalan Ideologi di Perusahaan Gobel”. Buku tersebut mengulas bagaimana Thayeb mempraktikkan Pancasila di perusahaannya dalam upaya bagian dari mewujudkan sistem ekonomi Pancasila. Yudi juga memberikan kata pengantar untuk buku tersebut.
Pembicara lain adalah Dr Airlangga Pribadi dari Universitas Airlangga Surabaya dan Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Prof Dr Ma’mun Murod Al-Barbasy. Acara yang berlangsung di Aula Kasman Singodimedjo, FISIP UMJ, itu terselenggara berkat kerja sama Pusat Studi Islam dan Pancasila (PSIP) UMJ dan Matsushita Gobel Foundation. Buku tersebut diterbitkan Penerbit Kompas.
Dalam acara yang dipenuhi para mahasiswa dan undangan itu berlangsung khidmat. Hadir Gubernur Akademi Bela Negara Mayjen TNI Purn IGK Manila, Sekretaris Utama Bais TNI Marsekal Muda M Tawakal Saiful Haq Sidik, akademisi Prof Didin S Damanhuri, pengusaha Peter F Gontha, Dewan Pengarah BPIP Rikard Bagun, akademisi Dr Ahmad Baidhowi, dan para wartawan senior. Sedangkan Keynote Speaker adalah Dr (HC) Rachmat Gobel. Hadir juga Abdullah Tauhid Gobel dan direksi Panasonic Gobel.
Yudi Latif mengatakan, “Terus terang bagi saya buku ini adalah sebuah penghiburan, ketika Pak Nasihin meminta saya untuk memberi pengantar buku ini. Karena dulu saya kepikiran untuk menarik buku-buku saya tentang Pancasila. Kenapa? Karena semakin saya banyak menulis tentang Pancasila, semakin jauh antara realitas dan kenyataannya. Saya sering dicap sebagai pendusta. Tapi begitu saya baca, buku ini lain, dia berbicara tentang Pancasila dalam praktik. Jadi saya terhibur karena Pancasila bukan hanya sebagai angan-angan. Tapi sebenarnya bisa dilakukan dalam kenyataan,” terangnya.
Yudi telah menulis empat buku tentang Pancasila, yaitu Negara Paripurna, Mata Air Keteladanan, Revolusi Pancasila, dan Wawasan Pancasila. Buku Mata Air Keteladanan berisi tentang kisah-kisah keteladanan dalam praktik Pancasila. “Saat menulis keteladanan Sila Kelima, saya mengalami kesulitan. Ternyata ini dijelaskan di buku Praksis Pancasila ini. Saat itu, literatur tentang Pak Thayeb sangat terbatas,” ungkapnya.
Lebih lanjut Yudi menerangkan, urutan sila-sila dalam Pancasila dimulai dari yang paling abstrak hingga ke yang paling konkret, yaitu dari Ketuhanan Yang Maha Esa ke Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. “Namun mewujudkan sila yang paling konkret justru yang paling sulit. Sehingga saat menghadapi kesulitan orang lari ke yang abstrak. Terjadi apa yang dinamakan mabuk Tuhan,” jelasnya.
Namun Thayeb, katanya, telah mampu melakukan interpretasi terhadap Pancasila untuk kemudian melakukan pelembagaan dalam rangka mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
Yudi mengatakan, ada tiga syarat agar Pancasila bisa disebut sebagai ideologi. Pertama, ada konsep masyarakat ideal yang hendak dicapai sebagai suatu world view. Lalu disusun sebagai kode-kode nilai inti, yang bukan dihapalkan tapi dipraktikkan sebagai suatu teladan. Kedua, terjadi pelembagaan sosial. Ketiga, ada tata sejahtera seperti apa yang harus dicapai. “Tiga hal itu sudah diaplikasikan oleh Pak Thayeb. Beliau juga merupakan pelopor industri pengetahuan,” tukasnya.
“Jadi buku Pengamalan Pancasila di Perusahaan Gobel ini menarik sebagai suatu role model karena di sini Pancasila bukan hanya sebagai ide-ide abstrak tapi betul-betul dipraktikan dalam perusahaan. Di sini diajarkan bahwa partiotisme itu tidak hanya memanggul senjata, patriotisme juga bisa dibangun dengan mengembangkan teknologi, pengembangan usaha, dalam mendidik kapasitas SDM, juga kepahlawanan. Kedua, anak-anak sekarang kan tumbuh di era gadget, jadi mereka membutuhkan asupan role model yang bukan hanya dari cerita cerita fiksi, tapi role model yang pernah hidup di Tanah Air ini. Orang seperti Thayeb Gobel ini pernah dan bisa mengimplementasikan Pancasila di perusahaannya. Artinya generasi yang sekarang itu bisa meniru hal yang sama di zaman ini. Makanya menurut saya ini bisa jadi alat pembelajaran Pancasila dengan cara baru, mulai dari kisah-kisah seperti Thayeb ini,” tandasnya.
Airlangga Pribadi mengatakan, buku Praksis Pancasila ini merupakan oase di tengah kegersangan praktik ber-Pancasila. “Peran kaum pengusaha sangat penting dalam transformasi sosial. Selain itu, teknologi bisa menjadi alat bagi kemakmuran. Buku ini bisa menjadi bukti bisa tumbuhnya kaum borjuasi Pancasilais. Dasarnya bukan altruisme, tapi sebuah tindakan etis. Borjuasi Pancasila ini tujuannya mencapai kemakmuran bersama, praktik ekonomi-politik yang sehat, dan pelestarian lingkungan hidup,” pungkasnya.
Ia berharap banyak ditemukan keteladanan dalam praktik Pancasila, bukan hanya pada diri Thayeb M Gobel.