Tentang Empat Pulau NAD-Sumut, LPPEI: Hindari Konflik Tak Produktif, Jangan Melupakan Sejarah

James E Simorangkir, Pengamat Kebijakan Publik, juga Ketua Umum Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Ekspresi Iman (LPPEI) / Dok. Pribadi

JAKARTA – Dalam seminggu terakhir, platform media sosial diwarnai dengan ekspresi para netizen menyikapi SK Mendagri tentang empat pulau yang dimasukkan ke wilayah Sumatera Utara.

Ke-empat pulau ini dalam sejarahnya diyakini masyarakat Aceh adalah bagian teritori Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Bahkan dalam tayangan di medsos, Jusuf Kalla, mantan Wakil Presiden RI, yang sangat mengetahui batas wilayah Aceh dan Sumut, menegaskan bahwa ke empat pulau tersebut masuk dalam wilayah Aceh.

Bacaan Lainnya

Menanggapi perkembangan situasi ini, James E Simorangkir, Pengamat Kebijakan Publik, juga Ketua Umum Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Ekspresi Iman (LPPEI), menyatakan bertolak dari keyakinan atas sejarah wilayah, kita sangat memahami sikap Gubernur Aceh Muzakir Manaf, dengan tegas menolak pemindahan ke-empat pulau itu masuk ke wilayah Sumut.

“Bahkan (Muzakir Manaf) menolak negosiasi apapun, satu sikap masyarakat Aceh, SK Mendagri harus dibatalkan. Berbeda dengan Gubernur Sumut yang percaya diri seolah 4 pulau itu miliknya atau masuk wilayahnya mencoba untuk membujuk atau menegoisasi supaya pulau-pulau itu bisa dikelola bersama,” ungkap James E Simorangkir, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu (15/6/2025).

Bahkan, kata James Ketua DPRD Sumut, Ariyanti Sitorus seperti seorang panglima perang menyerukan masyarakat Sumut mempertahankannya.

“Saya ingin merespons keadaan ini dari ekspresi spiritualitas kedua pemimpin provinsi dan masyarakatnya. Gubernur Aceh Muzakir Manaf, mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka, menjadi pemimpin Aceh sekarang, telah menjalani pembentukan karakter melalui sejarah panjang perjuangan sampai terbentuknya NAD,” terang Ketua Umum LPPEI itu.

“Dia menjadi Gubernur yang menghayati dan merasakan penderitaan rakyat semasa daerah ini dijadikan Daerah Operasi Militer semasa rezim Orde Baru. Penghayatan nilai nilai keadilan bagi masyarakat Aceh mengkristal dalam dirinya. Karena itu tidak mengherankan jika melalui platform media sosial rakyat Aceh menyerukan kesiapan mereka mempertahankan 4 pula itu dengan cara apapun. Siap diperintah Oleh Gubernurnya,” imbuhnya.

“Dan Gubernur Aceh dengan sangat elegan mengaktualisasi kepemimpinannya menyatu rasa dengan rakyatnya,” lanjut James.

Masih menurut James, tentu berbeda dengan Gubernur Sumut Bobby Nasution, dengan status menantu Joko Widodo mantan Presiden, melenggang mulus menjadi Walikota Medan, dan tanpa prestasi kemudian terpilih menjadi Gubernur Sumut karena dukungan kekuasaan mertuanya masa itu.

Bahkan, katanya tidak sedikit masyarakat di Sumut mencibir kepemimpinannya sejak menjabat Walikota hingga menjadi Gubernur Sumatera Utara.

“Demikian halnya Ketua DPRD Sumut menyampaikan pernyataan yang provokatif kepada masyarakat untuk mempertahankan 4 pulau itu. Semestinya, Gubernur Sumut dan Ketua DPRD Sumut menunjukkan kecerdasannya mengelola konflik yang muncul akibat SK Mendagri,” tegas James.

Pertanyaan penting yang harus dijawab dan dijelaskan kepada masyarakat menurut LPPEI adalah, apakah SK Mendagri lahir dari permohonan Gubernur Sumut supaya ke empat pulau itu dimasukkan ke wilayah Sumut. Karena selama ini tak ada klaim Sumut bahwa 4 pulau itu bagian wilayahnya.

“Atau apakah Mendagri mengeluarkan SK untuk kepentingan dari luar pemangku kekuasaan ke dua provinsi? Dalam hal ini Mendagri harus menjelaskan kepada masyarakat. Kita prihatin masalah ini timbul akibat tak ada kejujuran mengungkapkan ada apa kepentingan Mendagri dibalik SK-nya,” tutur James.

James berharap, jangan sampai terjadi benturan di tengah-tengah masyarakat yang diikat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kebhinekaan dalam mayarakat di dua provinsi harus tetap dipelihara dan dijaga dalam persaudaraan sesama anak bangsa.

Karena itu, James menambahkan pemerintah daerah mengedepankan membangun karakter bangsa di tengah masyarakat yang mengutamakan dan mengedepankan kepentingan bangsa sekaligus menggalang kerukunan di tengah masyarakat.

“Jadi, kita paham jika muncul amarah masyarakat Aceh atas penetapan Mendagri tentang 4 pulau dimasukkan dalam wilayah Sumut. Di sisi lain Gubernur Sumut semestinya membuka lembaran sejarah Aceh agar berhati-hati dalam menyampaikan sikap atas nama masyarakat Sumut. Memang pemimpin berkarakter harus tetap mengingat sejarah,” pungkasnya. ***

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *