REVOLUSI KEMBALI MENJADI BANGSA INDONESIA : (Bagian terakhir dari 3 tulisan) Apabila lumbung menggunakan kekuatan […]
REVOLUSI KEMBALI MENJADI BANGSA INDONESIA : (Bagian terakhir dari 3 tulisan) Apabila lumbung menggunakan kekuatan […]
Berita Terkait
Headlines
Tag: Habib Jansen Boediantono
Lumbung sebagai Upaya Membangun Bangsa dan Negara (2)
REVOLUSI KEMBALI MENJADI BANGSA INDONESIA (Bagian ke dua dari tiga tulisan) “Negara seperti perahu yang […]
Adat Istiadat dalam Catatan Kaum Eksistensialis
Dalam masyarakat Jawa ada kepercayaan yang mengatakan SAJATINE KANG ANA IKU DUDU. Yang tampak ada […]
Makna Ketuahan dan Keadilan dalam Pancasila
Belajar dari bagaimana bung karno melahirkan nasakom, maka dengan menempatkan pancasila sebagai philosofische groondslag, manusia indonesia ( apapun agama serta keyakinannya ) dituntut menghormati segala perbedaan sebagai sunatullah, bahkan pada ide dan gagasan yang anti pancasila itu sendiri. Tulisan lawas ini akan menanggapi gerombolan ‘muallaf pancasila‘ yang mengklaim diri paling pancasilais dan selalu berupaya meniadakan kelompok lainnya yang berbeda, melalui hukum laplace dalam ilmu aljabar Sebagai filsafat yang lahir dari budaya semak belukar pancasila merupakan upaya sebuah bangsa memahami akar keragaman pada ruang konkret dan menjadi suatu pola berpikir yang bergerak mengikuti hukum – hukum kesemestaan ( sunatullah ), cara hidup serta pandangan dunia yang filantrofis. Dengan demikian Pancasila membangun kesadaran manusia pentingnya keharmonisan dalam interaksi sosial, keselarasan dalam keragaman tradisi, persaudaraan ditengah perbedaan, sehingga membuat Ikatan – ikatan primodial yang ada terjalin sebagai konstiitutif dari keberadaan sebuah bangsa. Karakteristik tersebut pada gilirannya nanti akan membentuk pola berpikir yang mendekatkan kebenaran relatif pada kebenaran absolut. Agar bisa mendapatkan kebenaran yang pasti, tetap dan bisa diterima semua pihak dibalik yang tersembunyi pada pancasila, tak ada pilihan kecuali memahami pancasila melalui ilmu yang pasti bukan dengan logika miring ‘ilmu kira – kira‘. Dengan sifatnya yang maha adil maka sesungguhnya Tuhan merupakan dzat yang memberikan keseimbangan alam semesta. Oleh karena itu sila pertama pancasila menempatkan Tuhan pada titik keseimbangan 0,0 sehingga bila membentuk tangen 45 derajat kita menyebutnya sebagai Maha Sempurna. Posisinya pada titik 0,0 tersebut membangun pengertian mahaesa pada sila pertama bukan berarti satu, melainkan ” WAL AWALUN WAL AKHIRUN, tiada berawal dan tiada berakhir. Sifat mahaesa tersebut barulah bermakna satu ketika mengurangi 100 nama Tuhan menjadi 99 ( Asmaul Husna ) seperti yang umumnya orang ketahui. Dan kita mengucapkannya sifat Tuhan tersebut dengan lafaz ” Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un ” : Tuhan adalah attitude waktu. Pemahaman sila pertama tersebut dapat menjawab pertanyaan tentang apa yang menjadi pengikat bangsa Indonesia ditengah begitu banyak perbedaan : Keyakinan pada Tuhan yang sama, yaitu Tuhan yang tidak berawal dan tidak berakhir serta kesadaran yang sama akan adanya keterlibatan Tuhan disetiap waktu kehidupan. Keyakinan dan kesadaran tersebutlah yang mengikat kita sebagai sebuah bangsa. Inilah makna Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa. Oleh: Habib Jansen Boediantono, Sebuah Tanggapan Untuk Gerombolan Muallaf Pancasila
Mereka Sibuk dengan Kerakusannya, Sementara Rakyat…
Foto ini menyampaikan berita sedih tentang kekayaan alam luarbiasa sebuah negeri yang tak sampai pada […]
Virus Corona dalam Pandangan Filsafat Metafisika
Begitu banyak lelucon yang mengkaitkan virus Corona dengan pertarungan geopolitik – ekonomi, konspirasi global, dan […]
UUD 1945 Sebagai Ideologi dari Filsafat Pancasila
Ideologi adalah sebuah gagasan dan pemikiran yang bertumpu pada sebuah sistem filsafat. Bila filsafat materialisme […]
Tidak Ada Pos Lagi.
Tidak ada laman yang di load.