Subsidi UMKM Lebih Penting Dibanding Mobil Listrik

JAKARTA – Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Amin Ak menyayangkan rencana pemerintah menghentikan program bantuan langsung tunai (BLT) untuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Ia meminta BLT tetap dilakukan, paling tidak untuk pelaku usaha mikro yang masih membutuhkan.

Bacaan Lainnya

Menurut Amin, masih cukup banyak pelaku UMKM, terutama usaha mikro dan kecil yang membutuhkan subsidi karena terdampak kenaikan bahan bakar minyak (BBM) ataupun input produksi khususnya bahan baku.

Sebaliknya, Ia menyoroti rencana pemerintah yang akan memberi subsidi kepada konsumen mobil listrik sebesar Rp 80 juta untuk setiap unit mobil listrik.

Anggota DPR RI dari Dapil Jatim IV itu merespon pernyataan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki yang akan menghentikan program bantuan langsung tunai (BLT UMKM) atau Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM) pada tahun 2023.

“Tahun 2023 pemerintah menyediakan Rp 5 triliun untuk menyubsidi orang kaya. Alangkah baiknya kalau dana sebesar itu digunakan untuk menyubsidi usaha mikro dan kecil,” katanya.

Lebih lanjut ia menilai, BLT sebaiknya tidak sepenuhnya dihapus. Program subsidi bisa diprioritaskan pada usaha mikro yang memenuhi kriteria tertentu, misalnya usaha mikro di sektor makanan dan minuman yang terdampak kenaikan bahan pangan atau sektor paling terdampak kenaikan BBM.

“BLT bisa meringankan beban pelaku UMKM yang saat ini masih berjuang memulihkan usahanya,” kata Amin.

Dengan lebih banyak UMKM yang pulih, jumlah tenaga kerja yang diserap bisa lebih banyak. Terlebih saat ini banyak terjadi pemutusan hubungan kerja terutama di industri tekstil dan alas kaki.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut tahun 2023 perekonomian global akan melemah dan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional. Selain pertumbuhan ekonomi akan lebih rendah dari tahun 2022, ada banyak sektor industri yang terpukul karena kehilangan pasar ekspor.

“Pemerintah harus berjibaku memperkuat UMKM agar bisa menjadi sektor pengaman ekonomi nasional, termasuk menampung korban PHK,” kata Amin.

Berdasarkan survei dari beberapa lembaga, sebanyak 88 persen dari total UMKM terdampak dari sisi permintaan selama pandemi Covid-19. Selain itu, sebanyak 48,6 persen UMKM harus menutup sementara bisnisnya, 14 persen mengalami pembatalan kontrak, serta 30,5 persen UMKM mengalami penurunan permintaan di dalam negeri dan 4,2 persen dari luar negeri.

“Subsidi untuk pelaku UMKM lebih prioritas dibandingkan subsidi barang mewah. Harus dipastikan betul, bahwa sektor UMKM kita sudah pulih hingga ke kondisi sebelum pandemi,” pungkasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *