Sedih dengar Kasus Suami Bunuh Istri di Bekasi, Nurhayati Effendi Dorong Perbaikan UU Perkawinan

JAKARTA – Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR RI Nurhayati Effendi menilai perlu adanya perbaikan untuk Undang-Undang atau UU soal Perwakinan di Indonesia. Nurhayati sapaannya menegaskan perbaikan atau revisi di UU Perkawinan diperlukan agar para laki-laki tidak bisa sesuka hati terhadap perempuan.

Demikian hal itu disampaikan Nurhayati sapaanya menanggapi kasus kekerasaan dalam rumah tangga atau KDRT yang dialami Mega Suryani Dewi (24) di Kabupaten Bekasi, Cikarang, Jawa Barat. Mega sendiri mengalami KDRT dari suaminya bernama Nando (24) hingga tewas terbunuh.

Bacaan Lainnya

“Seperti di luar negeri apabila suami mau bercerai maka ada alimony (kompensasi) yang harus diberikan kepada istri bukan hanya sebatas masa idah 3 bulan dan selanjutnya perempuan dibiarkan tidak dibiayai nafkahnya untuk mengurus RT dan anak-anaknya,” kata Nurhayati, Sabtu,(16/9/2023).

Nurhayati menerangkan, bahwa di luar negeri para laki-laki juga diharuskan memberikan rumah, harta dan uang gajinya kepada sang istri saat bercerai. Termasuk, kata Nurhayati, kepada sang anak-anaknya sampai menginjak usia dewasa.

“Sehingga disana para perempuan mempunyai percaya diri untuk membela hak nya karena mereka tau mereka dibela oleh hukum negara tersebut. Para lelaki akan berpikir ratusan kali untuk berbuat yang tidak baik terhadap istrinya karena apabila istri menuntut cerai maka dia akan pailit,” papar Politikus Partai Persatuan Pembangunan atau PPP ini.

Nurhayati berharap, agar kedepan pemerintah dapat menyediakan tempat penampungan korban KDRT yang setidaknya diberikan waktu beberapa bulan dan dibiayai negara. Menurut Nurhayati, hal ini perlu dilakukan guna menutup biaya hidup dan anak-anaknya selama di dalam penampungan tersebut.

“Diberikan kesempatan untuk bekerja dengan diberinya ketrampilan dan lowongan bekerja di perusahaan-perusahaan dan pabrik-pabrik untuk menerima korban-korban KDRT sehingga perempuan tidak takut akan kehidupan dia dan anak-anaknya,” jelas Nurhayati.

Nurhayati mengakui, yang membuat banyak perempuan atau istri diam dan menyerah saat mengalami KDRT adalah faktor ekonomi. Kebanyakan, tegas Nurhayati, para perempuan khawatir dan takut memikirkan nasib anak-anaknya.

“Saya menghimbau para istri untuk berani bersuara dan membela dirinya jangan diam menerima keadaan dan hubungan yang toksik,” tegas Nurhayati.

Nurhayati memahami, jika selama ini hukum di Indonesia masih berat sebelah kepada laki-laki. Nurhayati memandang, apabila terdapat suami yang menyiksa baik secara fisik dan mental hingga meninggalkan istri semena-mena merupakan hal lumrah.

“Maka semua penegak hukum dari polri sampai dengan pengadilan seolah-olah tanpa hati tanpa melihat apa yang dirasakan,dilalui perempuan sebagai korban KDRT tidak artinya yang dilihat hanya kalau mau cerai suaminya ya cerai aja lalu langsung putus tanpa melihat kejiwaan dan mental perempuan,” tandas Nurhayati.

Pos terkait