Sarbumusi NU: Membayar THR Kewajiban yang Punya Konsekwensi Hukum

JAKARTA – Presiden DPP Konfederasi Sarbumusi Syaiful Bahri Anshori menilai Tunjangan Hari Raya atau THR wajib dibayarkan oleh perusahaaa jika mengacu pada pasal 2 ayat 1 Permenaker 06/2016. Itu artinya, kata Syaiful, membayar THR itu kewajiban yang punya konsekwensi hukum dan tidak bisa ditawar lagi.

“Sehingga pada posisi ini DPP konfederasi sarbumusi mempunya pandangan yang sama dengan Kemnaker dan serikat pekerja lain bahwa secara hukum THR menjadi kewajiban yang harus dibayarkan oleh pengusaha,” jelas Syaiful pada Bela Rakyat, Jumat (8/5’2020) kemarin.

Menurutnya, bagi perusahaan yang mampu dan tidak terlalu terdampak covid 19 maka perusahaan tersebut wajib membayar ketentuan THR sebagaimana diamanatkan oleh Permenaker No.6 tahun 2016.

Sementara mekanisme pembayaran THR, mengacu pada situasi atau kondisi laporan keuangan perusahaan berdampak Covid-19. Sehingga mekanisme pembayaran bisa didialogkan dengan pekerja atau serikat pekerja dengan mekanisme.

“Pembayaran THR secara bertahap (tahapan disepakati oleh pengusaha dan pekerja). Kedua bisa dilakukan penundaan apabila perusahaan tidak mampu sama sekali sesuai waktu yang ditentukan oleh peraturan perundang undangan, dengan waktu sesuai kesepakatan para pihak,” jelasa mantan Ketum PB PMII ini. 

“Ketiga kesepakatan ini juga mengatur tata cara denda keterlambatan pembayaran sesuai dengan pasal 10 permenker 6/2016,” sambung Syaiful.

Untuk itu, lanjut Politisi PKB ini, DPP Konfederasi Sarbumusi mempunyai sikap bahwa untuk menjamin kesepakatan itu dilaksanakan oleh perusahaan. Maka kesepakatan ini wajib dilaporkan kepada Disnaker setempat.

Tak hanya itu, sebutnya, pengawas harus pro aktif dalam mekanisme kontrol dan pengawasan terhadap pelanggaran bagi perusahaan yang tidak melakukan pembayaran THR dan atau tidak melaporkan ke Disnaker, pengawas bisa memberikan sanksi pelanggaran norma kerja kepada perusahaan yang melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan tersebut.

“Perlu kita pahami bersama, surat edaran ini hanya berlaku bagi perusahaan yang terdampak covid 19, bukan yang nyata nyata mampu karena perusahaan yang mampu harus dan wajib membayar sesuai dengan Permenaker 6/2016. Selain itu ketentuan ini berlaku hanya karena dampak Covid-19. Bila situasi normal yang berlaku adalah permenaker 06/2016,” paparnya.

Untuk itu, Syaiful menyampaikan, DPP Konfederasi menghimpau kepada perusahaan untuk mengedepankan dialog dan terbuka pada kemampuan dan kesulitan perusahaan sehingga pekerja/buruh tidak dipersulit dalam kondisi yang kesulitan ini.

Tak hanya itu, DPP Konfederasi Sarbumusi menyerukan kepada semua pihak untuk menjaga hubungan industrial yang harmonis.

“Kita tidak saling mengorbankan dan bersama sama menghadapi dampak pandemi Covid-19 ini,” pungkas Syaiful. (HMS) 

Pos terkait