RI Produsen Minyak Sawit Terbesar, Hermanto Desak Pemerintah Turunkan Harga Minyak Goreng

JAKARTA – Anggota Komisi IV DPR Hermanto mendesak Pemerintah agar segera menurunkan harga minyak goreng karena Indonesia surplus minyak sawit yang merupakan bahan baku utama minyak goreng. Saat ini Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia.

“Pemerintah dengan kekuatan regulasinya semestinya bisa menurunkan harga minyak goreng sesuai patokan harga eceran tertinggi (HET) Rp. 11 ribu,” papar Hermanto dalam keterangan tertulisnya menanggapi melambungnya harga minyak goreng sebulan belakangan ini. Harga minyak goreng sudah menyentuh harga lebih dari Rp. 20 ribu.

Bacaan Lainnya

HET adalah produk regulasi. HET dibuat dengan mempertimbangkan banyak hal termasuk keuntungan bagi pengusaha. “Karena itu mestinya harga minyak goreng tidak boleh melebihi HET,” tandas legislator dari FPKS DPR ini.

“Pemerintah bisa melakukan operasi pasar untuk menurunkan harga minyak goreng,” tambahnya.

Lebih jauh Hermanto mengingatkan efek transmisi harga sebagai dampak dari kenaikan harga minyak goreng tersebut. “Yang patut dicermati adalah efek transmisi harga. Semua harga produk yang berkaitan dengan minyak goreng akan naik juga,” ujar Hermanto yang juga Anggota Badan Anggaran DPR ini.

“Jika efek transmisi tersebut terjadi maka kenaikan harga minyak goreng akan mengakibatkan inflasi,” katanya.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi memberi penjelasan penyebab kenaikan harga minyak goreng. Ia menyebutkan, HET minyak goreng Rp11 ribu berbasis harga CPO USD500-USD600. Tapi saat ini harga CPO internasional sudah naik lebih dari dua kali lipat dan diperkirakan akan terus naik hingga menembus angka USD1.500 per ton. Sementara itu produsen minyak goreng di Indonesia kebanyakan belum terafiliasi dengan kebun sawit penghasil CPO, sehingga produsen minyak goreng tergantung pada harga CPO global.

Tingginya harga CPO global terjadi karena berkurangnya pasokan CPO akibat penurunan produksi sejumlah negara produsen CPO.

“Kondisi ini sebenarnya kesempatan bagi para pelaku usaha sawit untuk melakukan ekspor guna memenuhi kebutuhan sawit global. Saat ini, kesempatan bagi Indonesia untuk meningkatkan devisa,” pungkas legislator dari Dapil Sumbar I ini. (JOKO)

Pos terkait