Jakarta – Badan Koordinasi Nasional Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Mahasiswa Islam (Bakornas LKBHMI) PB HMI secara resmi melaporkan PT Citra Lampia Mandiri (PT CLM) ke Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ditjen Gakkum KLHK) di Gedung Manggala Wanabhakti Blok IV Lantai 4 Jl. Jenderal Gatot Soebroto Jakarta, Senin (17/4/23).
Pelaporan tersebut disampaikan langsung oleh Wakil Direktur Eksekutif Bakornas LKBHMI PB HMI, Ibrahim Asnawi perihal adanya dugaan permasalahan izin serta pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup akibat kegiatan tambang nikel PT CLM yang beroperasi di Kecamatan Malili Kabupaten Luwu Timur Provinsi Sulawesi Selatan.
“Kita memiliki kewajiban untuk menjaga dan melesatarikan lingkungan kita. Setiap orang berhak untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat, itu merupakan hak asasi yang dijamin dalam Pasal 28 H Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945. Kita harap Gakkum KLHK menindaklanjuti pelaporan ini,” ujar Ibrahim.
Sebelumnya juga diberitakan, Bakornas LKBHMI PB HMI mendesak pemerintah pusat untuk mencabut izin usaha pertambangan (IUP) PT Citra Lampia Mandiri (PT CLM) yang beroperasi di Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan karena dinilai mencemari dan merusak ekosistem lingkungan.
“Fakta di lapangan memperlihatkan kondisi buruk dan merugikan masyarakat sekitar akibat dari adanya aktivitas penambangan nikel yang dilakukan oleh PT CLM, terjadi pencemaran terhadap Sungai dan pesisir Malili dan ini sudah berkali-kali. Kondisi serius tersebut tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, Pemerintah pusat harus segera ambil keputusan tegas untuk menyelamatkan lingkungan dan masyarakat,” kata Ibrahim saat ditemui di Sekretariat Nasional LKBHMI di Jakarta, Kamis (30/3/23).
Ibrahim juga mengatakan bahwa terjadinya luapan limbah penambangan nikel dari settling pond PT CLM yang mengakibatkan sisa limbah tersebut mengalir ke sungai sehingga kondisi Sungai Malili berwarna coklat karena aliran lumpur sisa limbah penambangan telah menunjukkan buruknya pengelolaan limbah perusahaan dan diduga kuat terjadi permasalahan dokumen perencanaan AMDAL dan izin lingkungan PT CLM.
“Kondisi buruk akibat pencemaran lingkungan tersebut tidak hanya merugikan masyarakat nelayan dan petani yang menggantungkan hidup di Sungai dan Pesisir Malili, namun juga akan mengancam keselamatan jiwa dan kesehatan warga sekitar,” ungkapnya.
Selain itu, kata Ibrahim, akhir-akhir ini kondisi diperburuk karena adanya kisruh manajemen PT CLM yang juga sering memunculkan konflik sosial di area pertambangan, memperlihatkan kondisi tidak sehat dalam pengelolaan perusahaan yang tentunya akan berdampak buruk terhadap iklim investasi di daerah dan pertanggungjawaban perusahaan terhadap lingkungan sekitar.
“Belum lagi ditambah isu konflik pengelolaan perusahaan hingga isu bekingan politik dan petinggi aparat keamanan terhadap perusahaan tambang nikel PT CLM. Kompleksnya permasalahan tersebut harus segera diusut oleh Pemerintah dan dicabut izinnya. Izin operasinya dicabut sementara sampai persoalan tersebut clean and clear ataupun pencabutan IUP secara permanen,” ujar Ibrahim.
Berdasarkan kondisi tersebut, Bakornas LKBHMI PB HMI mendesak Gakkum KLHK untuk melakukan penegakan hukum secara serius dan komprehenship untuk menindak tegas dugaan adanya perusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas penambangan nikel PT CLM. Jerat pidana maupun sanksi administrasi tersebut jelas diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) maupun pada Undang-undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Kehutanan.