JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI Habib Aboe Bakar Alhabsyi menyoroti kinerja Kejaksaan Agung (Kejagung) yang memberikan proses mengajukan status pelaku yang bekerja sama atau justice collaborator. Ada 30 kasus mengikuti collaborative justice di Kejaksaan Agung.
Menurut Habib Aboe pengedar narkoba tidak layak mendapatkan collaborative justice. Untuk itu, Habib Aboe merasa sangat kecewa dengan langkah Kejaksaan Agung tersebut.
“Tapi ada yang mengganjal bagi saya, ada 30 perkara ditangani dengan collaborative justice. Ngapaian? Ini narkoba Pak. Kenapa kasus narkoba mendapatkan collaborative justice?,” tanya Habib Aboe saat Komisi III DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat dengan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung Republik Indonesia di Nusantara II, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (14/6/2023).
Pada kesempatan itu, Komisi III DPR RI rapat dengan Jampidum membahas terkait realisasi anggaran dan capaian kinerja Tahun 2022 serta kendala yang dihadapi dan postur anggaran dan program priontas 2023. Agenda kedua, optimalisasi penyelamatan keuangan negara di bidang tindak pidana umum.
Habib Aboe yang juga Sekjen PKS ini menegaskan, perkara narkoba di negeri ini tak bisa kompromi. Baginya, siapapun pelaku narkoba tak bisa diberi ruang berkembang di republik ini.
“Tolang jelaskan Pak! Saya tidak terima narkoba (dapat collaborative justice), kalau narkoba hajar habis! Matikan kalau perlu! Jangan kasi kesempatan, jangan kasi pintu keluar. Soal narkoba, harus menjadi atensi,” terang Habib Aboe.
“Melihat statistik perkara yang ditangani Jampidum (Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum) duduk perkaranya cukup banyak, sepanjang tahun 2022, tadi dijelaskan ada 165.336 perkara. Ini perlu pendanaan yang cukup, untuk saat ini semua anggaran saya dukung, kemarin saya bantu habis. Pada sisi lain, Jampidum telah melakukan collaborative justice 1.454 perkara. Tentunya program ini telah membantu meringankan beban negara,” sambung Habib Aboe.
Politisi senior asal Daerah Pemilihan Kalimantan Selatan I (Dapil Kalsel 1) ini mengungkapkan, ada yang tidak beres dalam pengelolaan organisasi di Kejaksaan Agung. Sejatinya, lanjutnya, anggaran di Kejaksaan Agung telah disetujui untuk penegakan hukum di Indonesia.
“Ada keanehan tersendiri di organisasi Kejaksaan Agung. Artinya begini, ketika Bapak bicara anggaran tahun ini, Bapak sudah lincah memasukan angka. Kemarin itu, kita mem-back up semua Kejaksaan Pak. Malah kita tambahkan Rp 55 miliar gara-gara Pak Incha. Maksud saya, kemana Jampidum ini saat anggaran masuk? Maksud kita, jangan mengeluh di sini, sementara (persoalan itu) di organisasi sendiri,” papar Habib Aboe.
Dengan nada bercada dalam rapat itu, Habib Aboe berseloroh jika ada yang tidak menyetujui anggaran Jampidum Kejaksaan Agung dirinya tak segang-segang turun membela lembaga tersebut. Ia mengaku, meski partainya oposisi di pemerintahan tapi dirinya bersama kader PKS di Komisi III DPR RI selalu mendukung anggaran Kejaksaan Agung.
“Jika macam-macam Jaksa Agung tak dibantu, saya terdepan. Meski PKS diluar pemerintahan, tapi bantu Kejaksaan Agung. Dua periode (bantu Kejagung). Penting ini Pak,” terang Habib Aboe.