Oleh : Handi Irawan Djumadi
Pemilu 14 Februari 2024 hampir usai dilaksanakan. Media dan beberapa lembaga riset berlomba-lomba melakukan Quick Count atau Hitung Cepat. Bisakah hasilnya dipercaya?
Quick Count itu bukan survei atau polling. Itulah sebabnya, membandingkan akurasi Quick Count dengan survei, jelas bukan perbandingan apple to apple. Ketika survei dilakukan sebelum pemilu berlangsung, hasilnya bisa meleset atau berbeda besar dengan hasil perhitungan sesungguhnya dari KPU.
Memilih responden secara random yang representatif terhadap populasi, membutuhkan biaya yang besar. Jadi, sering terjadi bias karena tidak representatif terhadap populasi dan ini jenis non sampling error yang sering terjadi.
Selain itu, masih akan ada problem antara jawaban saat ditanya sebagai responden dibandingkan dengan pilihan sebenarnya pada saat pemilu.
Sebagian responden kemudian bisa saja beralih pilihan karena memang ada perbedaan waktu antara survei dan hari pemilihan. Sebagian responden bisa saja memberikan jawaban yang kurang jujur saat disurvei.
Ini adalah beberapa hal yang menyebabkan hasil survei tidak seakurat yang diinginkan oleh para penyelenggara survei bila dibandingkan dengan hasil akhir pemilu versi KPU.
Masih banyak bias dari non sampling error yang bisa terjadi selama survei, baik yg disengaja karena condong kepada paslon tertentu atau tidak disengaja karena faktor pemahaman metode survei yang kurang mendalam.
Bagaimana dengan Quick Count ?
Ini adalah cara menghitung cepat dengan mengumpulkan data-data dari TPS. Jadi, ini bukanlah suatu survei untuk mendapatkan opini dari responden.
Total jumlah TPS di Pemilu tahun 2024 ini adalah 823.220 titik. Untuk keperluan Quick Count, beberapa lembaga spt Litbang Kompas mengambil sekitar 2000 TPS. Kalau asumsi setiap TPS terdapat masing masing sekitar 200 pemilih, maka total yang dihitung adalah 400.000 dari total seluruh rakyat Indonesia. Dengan tingkat kepercayaan sebesar 95%, margin of errornya tidak jauh dari 1%.
Artinya, kalau Quick Count ini diulangi sebanyak 100 kali, maka kemungkinannya adalah 95 kali akan memiliki kesalahan sebesar maksimal 1%. Peluang bahwa perhitungan akan meleset sebesar 3% saja, boleh dikatakan sangat sangat kecil sekali.
Hal yang paling penting yang membuat Quick Count bisa dipercaya adalah dengan cara memilih TPS secara random untuk menghindari non sampling error. Misal, dipilih TPS no 1, 101, 201, 301…dst. Dan tidak peduli dimana area TPS berada.
Sebaliknya, cara paling mudah membuat Quick Count yg abal abal adalah dengan mengambil sampel TPS secara bias, seperti sengaja memilih TPS dimana pendukung paslon tertentu lebih banyak.
Untuk pemilu tahun 2024 ini, terlihat tidak ada media atau lembaga survei besar yang berpartisipasi dalam Quick Count ini menampilkan hasil yang berbeda banyak.
Sore jam 17.00 di hari Pemilu ini, kita sudah melihat hasil Quick Count, paslon 02 sudah sekitar 57% – 59 % dengan suara yang masuk sekitar 75%. Dengan margin of error yang 1%, maka sudah dapat diprediksi, 100% hasil perhitungan akhir KPU akan memenangkan Paslon 02. Tentu, kita harus menunggu real count dari KPU untuk angka pastinya.
Quick Count adalah cara atau metode ilmiah. Ini salah satu penemuan besar dalam bidang riset sosial. Kita bisa memprediksi hasil populasi jauh sebelum selesai dihitung.
Sambil menunggu perhitungan resmi KPU, ini saatnya semua pihak berdamai. Beda pilihan dalam konteks demokrasi akan membawa persatuan yang baru, yang lebih indah. Tuhan sayang Indonesia.
Setelah semua usai, untuk pimpinan gereja; apa yang harus kita berikan masukan untuk pemerintahan yang baru untuk dapat mempengaruhi pertumbuhan gereja?
*Penulis adalah CEO Frontier, Ketua Bilangan Reseaech Center (BRC), dan Ketua Majelis Pendidikan Kristen (MPK) periode 2022-2027.