Putusan PN Cibadak Sukabumi Terhadap Penambang Rakyat Dinilai Ketum GENPETI  Malpraktek

JAKARTA – Ketua Umum Generasi Penambang Emas dan Batuan Indonesia (GENPETI) menilai putusan Majelis Hakim yang mengadili perkara nomor 365 dan 366/Pid.Sus/2022/PN. Cdk, cacat hukum dan jelas – jelas malpraktek.

Bacaan Lainnya

Irwan Abd. Hamid, S.H., kepada awak media mengatakan, Hakim Pengadilan Cibadak sengaja mengambil dan menerapkan dasar hukum dalam memutus perkara yang berpotensi menghukum penambang rakyat yang tidak bersalah.

Menurut Irwan, pasal 1 Angka 32 Undang – Undang No 4 Tahun 2009 menjelaskan bahwa Wilayah Pertambangan Rakyat, yang selanjutnya disebut WPR, adalah bagian dari WP tempat dilakukannya kegiatan usaha pertambangan rakyat. Ketentuan dalam UU Minerba wilayah pertambangan terdiri atas WUP, WPR dan WPN.

Kemudian penjelasan pada Undang – Undang No 3 Tahun 2020 Minerba perubahan UU No 4 Tahun 2009 menjelaskan pada pasal 1 angka 10 ” Izin Pertambangan Rakyat, yang selanjutnya disebut IPR, adalah izin untuk melaksanakan Usaha Pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas.

Menurut Irwan, Majelis Hakim seperti terkesan memaksakan kasus tersebut, dan lebih pro kepada perkebunan Bojong Asih. Pasalnya, Jaksa Penuntut Umum jelas – jelas mengabaikan fakta dalam persidangan dan juga bukti – bukti Perizinan yang sudah di tempuh melalui Koperasi.

Fakta persidangan luput dari Majelis Hakim, bahwa isi dakwaan dan tuntutan dari JPU mereka telah keliru dalam menafsirkan dan menetapkan pasal 158 UU RI No. 3 Tahun 2020 Tentang perubahan atas UU RI No.4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Kekeliruan Jaksa Penuntut Umum tersebut terlihat jelas dalam uraian halaman 20, dimana JPU menyatakan bahwa berdasarkan pasal 35 ayat (3) huruf c dan Huruf g UU RI No 03 Tahun 2020 Perubahan atas undang-Undang No 4 tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dijelaskan Usaha Penambangan dilaksanakan berdasarkan Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat, sebagaimana ayat (2) huruf c terdiri atas : IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/ perjanjian dan izin pengangkutan dan penjualan.

Selanjutnya, pada pasal 104 ayat (1) dan ayat (2) UU RI no 3 tahun 2020 Perubahan atas undang-Undang No 4 tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dijelaskan perubahan pemegang IUP dan IUPK pada tahap kegiatan operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 103 dapat melakukan Pengolahan dan/atau Pemurnian sendiri secara terintegrasi atau bekerja atau bekerja sama dengan pemegang IUP dan IUPK lain.

Bagi Irwan, patut dicuriga dengan membaca regulasi ternyata bertentangan dengan putusan PN Cibadak maupun putusan hakim tingkat banding tetap saja menghukum para penambang rakyat. “Sehingga kasus ini merupakan malpraktek dan cacat hukum. Hakim dan jaksa penuntut umum serta Polres Sukabumi perlu dihukum atas kejahatan peradilan,” ungkapnya, Jumat (12/5/23).

Selain itu, kegiatan tambang rakyat landasan hukumnya berdasarkan :
a. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4959) sebagaimana telah beberapa kali diubah,
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja (UU Minerba);
b. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah
Pertambangan (PP Nomor 22 Tahun 2010);
c. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan
dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara (PP Nomor 55 Tahun 2010);
d. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi
dan Pascatambang (PP Nomor 78 Tahun 2010);
e. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PP Nomor 5 Tahun 2021);
f. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara (PP Nomor 96 Tahun 2021); dan
g. Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2022 tentang Pendelegasian
Pemberian Perizinan Berusaha di Bidang Pertambangan Mineral
dan Batubara (Perpres Nomor 55 Tahun 2022)

“Konstitusi Indonesia melindungi HAM setiap warga negara dan negara wajib membela kepentingan warga negaranya dari ketidakadilan dan praktek peradilan sesat yang ujung-ujungnya mengorbankan anak bangsa yang semangat membantu pemerintah membuka lapangan kerja dan meningkatkan ekonomi masyarakat,”  pungkasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *