Pihak Ted Sioeng Keberatan Jaksa Tak Hadirkan Saksi Kunci, Ini Pendapat Ahli Hukum

JAKARTA – Persidangan kasus pidana dugaan penipuan dan penggelapan dana Bank Mayapada yang melibatkan terdakwa Ted Sioeng masih berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Dalam persidangan, Rabu (22/1/25), sejumlah saksi telah memberikan keterangannya, termasuk Kepala Desa Cikarenye dan seorang saksi ahli, Guru Besar Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga.

Bacaan Lainnya

Kedua saksi ini dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) dalam rangka mendukung dakwaan mereka terhadap Ted Sioeng.

Namun, kuasa hukum Ted Sioeng, Julianto Asis, menyatakan keberatan terkait tidak dihadirkannya saksi-saksi kunci yang seharusnya memiliki peran penting dalam mengungkapkan kebenaran materiil dalam perkara ini.

Menurutnya, jaksa tidak menghadirkan saksi-saksi yang bisa memberikan keterangan langsung mengenai aliran dana Ted Sioeng. Ia menyebut nama-nama seperti Hariyono Tjahjarijadi, Benny Tjokrosaputro, Muliani Santoso, dan Stephanie Wilamarta sebagai saksi-saksi yang memiliki informasi penting terkait kasus ini.

“Kami nyatakan keberatan karena tidak dipanggil sesuai dengan KUHAP. Jika persidangan menghendaki mencari kebenaran materiil, maka seharusnya saksi tersebut dihadirkan, bukan malah dibacakan BAP-nya saja,” tegas Julianto, Minggu (2/2/25).

Menurut Julianto, saksi-saksi tersebut memahami dengan jelas aliran dana Ted Sioeng dan memiliki informasi yang bisa membantah tuduhan-tuduhan yang ditujukan kepada kliennya.

Ia menyatakan bahwa pihaknya akan terus berusaha membantah dakwaan melalui saksi-saksi yang akan mereka hadirkan, seperti legal bank, notaris yang ditunjuk bank, serta ahli perbankan dan ahli forensik keuangan.

Mantan Kepala Bareskrim Polri Komjen (Purn) Ito Sumardi menegaskan bahwa peran saksi kunci dalam persidangan sangat penting.

Ia menjelaskan bahwa saksi adalah alat bukti utama dalam sistem pembuktian hukum pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP.

“Tanpa saksi, pembuktian sering kali sulit dilakukan. Keterangan saksi dapat memengaruhi arah keputusan hakim karena dianggap memiliki kekuatan pembuktian yang signifikan,” ujarnya.

Ito juga menambahkan bahwa jika saksi tidak hadir setelah dipanggil secara sah, hakim dapat memerintahkan kehadiran paksa mereka.

“Saksi kunci juga membutuhkan perlindungan hukum untuk memastikan mereka dapat memberikan keterangan tanpa tekanan atau ancaman,” jelasnya.

Menurutnya, jika jaksa enggan memanggil saksi kunci, terdakwa atau kuasa hukumnya dapat mengajukan protes dan keberatan agar kebenaran materiil dapat diungkapkan.

Pakar hukum pidana Chairul Huda dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) menambahkan bahwa dalam KUHAP memang tidak dikenal istilah saksi kunci, tetapi jika terdakwa meminta agar saksi yang dianggapnya dapat meringankan dihadirkan, maka hakim bisa memerintahkan jaksa untuk menghadirkan saksi tersebut.

Sementara itu, Agustinus Pohan, pakar hukum dari Universitas Katolik Parahyangan, menilai bahwa masalah ini mencerminkan ketidakseimbangan kewenangan antara jaksa dan terdakwa dalam hal menghadirkan saksi.

Ia menyarankan agar hakim menggunakan kewenangannya untuk memerintahkan kehadiran saksi guna menemukan kebenaran materiil dalam persidangan.

Abdul Fickar Hadjar, pakar hukum dari Universitas Trisakti, juga mengamini pentingnya saksi kunci.

“Saksi kunci adalah saksi yang perannya sangat strategis dan menentukan dalam sebuah kasus,” ujarnya.

Jika saksi kunci tidak hadir tanpa alasan yang sah, hakim dapat memerintahkan pemanggilan paksa terhadap saksi tersebut.

Dalam sidang sebelumnya, jaksa mendakwa Ted Sioeng dengan tuduhan melakukan penipuan dan penggelapan dana senilai Rp133 miliar milik PT Bank Mayapada Internasional.

Kasus ini bermula pada Agustus 2014, ketika Ted mengajukan kredit bertahap hingga total mencapai Rp203 miliar.

Namun, jaksa mengklaim bahwa Ted hanya mengembalikan sebagian pinjaman tersebut, sekitar Rp70 miliar.

Ted Sioeng, yang dikenal sebagai pengusaha, membantah dakwaan tersebut. Dalam pembelaannya, ia menjelaskan bahwa pinjaman yang dia ajukan pada Bank Mayapada berkaitan dengan pembelian apartemen milik Dato Sri Tahir di Singapura.

Ted mengaku tidak memiliki uang untuk membeli apartemen tersebut, sehingga Dato Sri Tahir menawarkan pinjaman pribadi sebesar Rp70 miliar dari Bank Mayapada, tanpa jaminan.

Ted menjelaskan bahwa proses pinjaman itu sangat mudah dan cepat, mengingat hubungan dekat antara dirinya dan Dato Sri Tahir yang merupakan pemegang saham pengendali bank tersebut.

Ted juga membantah tuduhan penggelapan dan penipuan, menyebut bahwa hubungan bisnis dan persahabatannya dengan Dato Sri Tahir adalah dasar dari transaksi tersebut.

Ia mengklaim bahwa masalah mulai muncul ketika apartemen yang dibeli belum juga balik nama atas namanya, meskipun sudah dibayar lunas, yang membuatnya terjebak dalam masalah pinjaman yang belum terhapus.

Kasus ini masih terus berlanjut, dan persidangan berikutnya diharapkan akan menghadirkan saksi-saksi yang lebih banyak untuk mengungkap fakta-fakta lebih lanjut dalam kasus ini.

Pos terkait