Pengacara Sampaikan Pembelaan Ted Sioeng: Surat Tuntutan Bukan Mencari Kebenaran tapi Mengkriminalisasi Terdakwah!

JAKARTA – Tim Bantuan Hukum  (TBH) Ted Sioeng dari terdakwah  dalam perkara pidana kasus tindak pidana penipuan dan penggelapan dana Bank Mayapada mempertanyakan kebenaran surat tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum. Menurut penasehat hukum Ted itu usai mempelajari secara seksama, bahwa tuntutan tersebut salah alamat.

“Setelah kami mendengar, membaca dan mempelajari tuntutan (requisitor) terhadap terdakwa yang dibacakan oleh penuntut umum pada persidangan Rabu, 12 Februari 2025 di PN Jakarta Selatan. Kami memandang surat tuntutan itu, bukan mencari kebenaran melainkan untuk mengkriminalisasi terdakwah,” baca pengacara Ted, Julianto Asis saat menyampaikan Nota Pembelaan (Pleidoi) di PN Jakarta Selatan, Senin (17/2/2025).

Bacaan Lainnya

Dalam persidangan Tim Kuasa Hukum Ted terdiri dari Julianto Asis, SH, MH, Florianus Sangsun, SH, MH, Muh. Imam Taufiq R, SH, Delvi, SH, MH dan Khaidir, SH. Kelima penasehat Ted itu secara bergantian membacakan nota pembelaan 69 halaman tersebut usai mendapatkan persetujuan oleh Hakim Ketua.

Sebelum membacakan pleidoi itu, pengacara Ted memuji kinerja para hakim selama memimpin persidangan kasus tersebut. Apalagi, lanjutnya, selama persidangan banyak menghabiskan energi sehingga diperlukan integritas dan kesabaran tingkat tinggi dari hakim terutama Hakim Ketua.

“Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Yang Mulia. Majelis Hakim yang telah memimpin persidangan ini dengan penuh kesabaran, kearifan dan bijaksana sehingga persidangan berjalan impartial, fair dan objective. Sebelum masuk pada analisa fakta dan yuridis persidangan, perkenankan kami menyampaikan beberapa pokok pemikiran terhadap jalannya persidangan,” jelasnya.

Julianto menceritakan, dalam Gugatan PKPU dan Pailit sebagai Pengakuan Perbuatan Perdata 2023 lalu Perbuatan PT Bank Mayapada International Tbk. (“Bank Mayapada”)yang menggugat terdakwa di forum Pengadilan Niaga adalah bentuk pengakuan bahwa antara Terdakwa dan Bank Mayapada telah mengadakan perjanjian yang tunduk pada KUHPerdata. Bank Mayapada sebagai Penggugat/Pemohon mengakui bahwa hubungan hukum yang terjadi antara Terdakwa dengan Bank Mayapada adalah keperdataan.

“Apabila memperhatikan secara cermat pertimbangan hukum putusan Majelis Hakim tersebut sangat jelas bahwa terdakwa digugat berkaitan dengan terdapatnya perjanjian antara Terdakwa dengan Bank Mayapada sebagaimana Akta Surat Hutang Nomor 15 tanggal 15 September 2014 Notaris Muliani Santoso, serta besarnya nilai tuntutan yang berjumlah secara keseluruhan Rp203.000.000.000 (dua ratus tiga milyar rupiah) dan telah dibayarkan oleh Terdakwa senilai Rp70.000.000.000 (tujuh puluh milyar rupiah) sehingga tersisa kewajiban Terdakwa (utang) terhadap Bank Mayapada sebesar Rp 133.000.000.000 (seratus tiga puluh tiga milyar rupiah),”terang Julianto.

Ia menegaskan, dalam putusan atas penyelesaian masalah/sengketa pelaksanaan perjanjian/perikatan Akta Surat Hutang Nomor 15 tanggal 15 September 2014 Notaris Muliani Santoso melalui forum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat seharusnya dipandang sebagai bentuk penyelesaian akhir (ilitis finiri oportet). Pengadilan telah menjatuhkan putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) sehingga secara hukum harus diakui segala yang berkaitan dengan Akta Surat Hutang Nomor 15 tanggal 15 September 2014 Notaris Muliani Santoso telah berakhir sebagaimana dikuatkan pendapat ahli Prof. Dr. Nindyo Pramono, S.H., M.S.

“Kalau sudah ada proses perdata yang sudah inkracht, proses perdata yang sudah inkracht itu asas nya adalah res judicata pro veritate habetur. Apa yang sudah diputus hakim dan inkracht adalah hukum”. Berkesesuaian pula dengan Pasal 29 Undang-Undang PKPU dan Kepailitan “Suatu tuntutan hukum di Pengadilan yang diajukan terhadap Debitor sejauh bertujuan untuk  memperoleh pemenuhan kewajiban dari harta pailit dan perkaranya sedang berjalan, gugur demi hukum dengan diucapkan putusan pernyataan pailit terhadap Debitor,” jelas Julianto mengutip pendapat Prof DR. Nindyo Pramono.

Hal tersebut juga mempedomani SEMA No. 7 Tahun 2012 tentang Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan, Rapat Kamar Perdata Khusus angka 29 Permasalahan: Apabila perkara di PHI sedang berjalan terhadap debitor mengenai perselisihan hak debitor dinyatakan pailit. Apakah perkara PHI gugur (pasal 29) atau diteruskan. Pendapat: Berdasar Pasal 29 UU No 37 Tahun 2004 terhadap perkara PHI tersebut harus dinyatakan gugur.

Apabila memperhatikan rumusan hasil pleno rapat kamar MA tersebut, dapat dikonstruksikan dengan tuntutan pidana Terdakwa saat ini dengan Putusan PKPU dan Pailit Terdakwa. Sehingga tidak dibenarkan terdapat dua tuntutan hukum yang berbeda untuk pokok perkara yang sama. Pokok tuntutan pidana Terdakwa adalah terdapat masalah formulir permohonan kredit atas perjanjian/perikatan Akta Surat Hutang Nomor 15 Tanggal 15 September 2014 Notaris Muliani Santoso dan masalah pokok  Putusan PKPU dan Pailit adalah wanprestasi Akta Surat Hutang Nomor 15 Tanggal 15 September 2014 Notaris Muliani Santoso.

“Konstruksi fakta hukum yang terdapat dalam Putusan PKPU dan Pailit Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sama dengan apa yang terdapat dalam Surat Dakwaan dan Surat Tuntutan Penuntut Umum. Dimana fakta hukumnya antara Terdakwa dan Bank Mayapada memang memiliki hubungan hukum berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian berdasarkan Akta Surat Hutang Nomor 15 tanggal 15 September 2014 yang dibuat di hadapan Notaris Muliani Santoso. Bahwa, apabila menghubungkan keterangan Ahli Prof. Dr. Basuki Minarto, S.H., M.H. yang menyatakan setiap peristiwa/kejadian pidana sepatutnya dilihat dengan utuh dimana terdapat ante factum dan post factum. Artinya dengan demikian kehendak Bank Mayapada yang mengajukan gugatan PKPU dan Pailit pada Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat didasarkan pada terdapatnya perikatan/perjanjian antara Terdakwa dan Bank Mayapada sesuai dengan Akta Surat Hutang Nomor 15 tanggal 15 September 2014 di hadapan Notaris Muliani Santoso. Bahwa, tindakan Bank Mayapada dalam mengajukan gugatan pada Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang didasarkan pada Akta Surat Hutang Nomor 15 tanggal 15 September 2014 di hadapan Notaris Muliani Santoso adalah suatu perikatan/perjanjian keperdataan yang tidak mengandung masalah ataupun tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian,” papar Julianto membacakan.

“Dalam Surat Tuntutan Penuntut Umum sama sekali tidak mempertimbangkan Putusan PKPU dan Pailit Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Padahal salah satu tujuan mencari kebenaran materil adalah untuk mengetahui secara pasti dan utuh perihal perbuatan pidana. Untuk itu kami berkeyakinan, sangatlah tidak mungkin kebenaran materil akan terwujud dalam persidangan ini, apabila tuntutan Penuntut Umum mengabaikan adanya Putusan PKPU dan Pailit Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut.”

“Sebaliknya, perkara yang timbul adalah hanya sangkaan bersifat parsial pada korban semata. Ini terlihat jelas dalam Surat Tuntutan Penuntut Umum halaman 40 yang menyatakan, ”Bahwa sehubungan dengan yang kami uraikan diatas, perbuatan Terdakwa dan tim penasihat hukum Terdakwa, yang selalu mengungkit perihal adanya gugatan kepailitan dan gugatan perdata terhadap diri Terdakwa selama proses persidangan, merupakan upaya atau modus dari Terdakwa dan tim penasihat hukum Terdakwa untuk menghindari  pertanggungjawaban pidana Terdakwa atas perbuatan yang dilakukan oleh Terdakwa. Sehingga kami memohon kepada majelis hakim untuk mengesampingkannya.”

“Faktanya, Penuntut Umum tidak pernah memanggil saksi-saksi kunci dalam perkara ini, diantaranya Direktur Utama Bank Mayapada (Hariyono Tjahjariadi) dan Notaris Muliani Santoso. Kehadiran Direktur Utama sebagai Saksi Kunci, karena ia bertindak selaku pemutus dan penentu kebijakan, termasuk yang menandatangani Akta Surat Hutang dan menyetujui personal guarantee. Kehadiran Notaris juga penting, terutama sebagai pihak yang membuat dan menyaksikan penandatanganan Akta Surat Hutang dalam perkara ini.”

“Demikian halnya secara faktual Penuntut Umum tidak pernah berkeinginan untuk memanggil dan memeriksa Saksi-Saksi Kunci yang disebutkan dalam BAP penyidikan dan persidangan yang terlibat dalam proses pencairan dana yang diperoleh dari fasilitas kredit modal kerja Bank Mayapada seperti Dato Tahir, Hendra Mulyono Lienna Lim, Buyung Gunawan.”

“Selanjutnya sejak dimulainya penyelidikan hingga pelimpahan perkara ini ke Pengadilan, Penuntut Umum tidak pernah melakukan upaya sita. Padahal sangat jelas dan nyata tuduhan yang terdapat dalam Surat Dakwaan adalah tindak pidana yang mengandung kerugian materil. Penuntut Umum tidak seperti biasanya dalam menangani suatu perkara pidana. Faktanya, dalam BAP Terdakwa telah menjelaskan bahwa salah satu penerima dana dari permohonan kredit Terdakwa adalah Dato Tahir. Tidak ada niat Penuntut Umum untuk mencari kebenaran materil. Atau Penuntut Umum sudah senyatanya mengerti akan konsekuensi suatu putusan perkara PKPU dan Pailit sehingga tidak dapat lagi dilakukan penyitaan. Sehingga beralasan bagi Terdakwa menyatakan Penuntut Umum terlalu memaksakan kehendak menuntut Terdakwa secara pidana dengan menafikan keputusan perdata.”

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *