PB HMI MPO Dukung Program Jokowi Soal Hilirisasi SDA

JAKARTA – Kebijakan Industri hilirisasi potensi Sumber Daya Alam pemerintahan Joko Widodo dalam rangka meningkatkan devisa negara dan percepatan pembangunan dan pemerataan infrastruktur perlu dikawal hingga tuntas.

Ketua Komisi Agraria, Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Mineral PB HMI MPO, Alialudin Hamzah mengatakan kebijakan tersebut sangat relevan dengan perkembangan global, sehingga penting untuk didukung guna kemakmuran rakyat, sebagaimana pasal 33 ayat 3 UUD 1945.

Bacaan Lainnya

“Kita bisa mengandalkan potensi SDA untuk keluar dari negara berkembang menjadi negara maju, melalui kebijakan hilirisasi atau Industrialisasi SDA yang berkeadilan. Secara langsung kita ingin keluar dari garis kemiskinan dan ketimpangan yang masih menganga,” kata Ali dalam keterangan persnya, Sabtu (19/08/23).

Namun kebijakan hilirisasi SDA yang digalakkan pemerintah, masih dibayangi oleh sejumlah masalah dalam tata kelola dan pemanfaatan SDA, terutama disektor pertambangan, mineral dan batubara. Dimana terdapat masalah tarik menarik dan konflik kepentingan (Conflict of interest) antara pihak pemerintah dan swasta yang belum tuntas.

Ali menambahkan, Hal ini akan menyebabkan masalah ketidakpastian hukum, inkonsistensi dan carut marutnya politik SDA di tanah air.

“Bahwa reputasi pemerintah dalam tata kelola SDA masih turun, ketidaksesuaian planning masih terkesan terjadi secara berulang dan lahirnya keputusan-keputusan yang bias jelas akan mempengaruhi kualitas kinerja pemerintah dalam tata kelola SDA dan lingkungan hidup yang berkelanjutan,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Ali menjelaskan, bahwa konflik kepentingan itu dapat dilihat dari adanya fenomena bongkar pasang pasal dan Undang-Undang pertambangan mineral dan batubara, dimana diketahui pada tahun 2009-2014, penerbitan izin tambang menjadi kewenagan bupati, pada tahun 2014-2020 kebijakan tersebut direvisi menjadi penerbitan izin tambang menjadi kewenangan gubernur selanjutnya melalui UU Ciptaker, kewenangan IUP bergeser menjadi kewenangan pusat, dalam hal ini Kementerian ESDM dan Kementerian Investasi.

“Tarik menarik kewenangan perizinan antara pusat dan daerah yang dilatarbelakangi oleh konflik kepentingan semakin masif pasca reformasi. Berdampak negatif pada kualitas penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) beserta pengawasannya, termasuk pembagian keuntungan antara pusat dan daerah serta penguasaan lahan sumber daya alam, dan lingkungan hidup. Sehingga terkesan Seperti ada dua Matahari dalam satu negara terkait urusan ini, maka jelas akan sangat menganggu dan berbahaya,” bebernya.

Meski demikian, tambah Ali, masalah utama sebenarnya bukan pada tarik menarik kewenangan perizinan pusat dan daerah melainkan ada pada masalah korupsi SDA.

“Terbukti dengan bolak-baliknya kewenangan perizinan pertambangan antara pusat dan daerah. Masalah korupsi disektor ini, masih saja ada sampai hari ini. Kita tahu bahwa korupsi sektor ini merugikan negara yang sangat fantastis yang melibatkan banyak pihak didalamnya termasuk para politisi kita. Mirisnya lagi korupsi skala besar ini dampaknya kemana-mana, tak hanya merugikan negara, juga berdampak pada pemiskinan sosial, kerusakan lingkungan hidup dan lain sebagainya. Ini jelas menghambat jalannya kebijakan hilirisasi SDA,” ujarnya.

Olehnya itu, lanjut Ali, perlunya penguatan sistem administrasi sektor SDA yang terintegrasi antar wilayah potensi SDA beserta pengawasannya yang di dorong dengan penguatan agenda penegakan hukum yang tegas dan berkeadilan.

“Pemerintah perlu memastikan agar hambatan-hambatan serupa dan merusak itu tidak lagi terjadi secara berulang dalam tata kelola dan pemanfaatan SDA. Semua tahap clear and clean administrasi mulai dari tahapan permohonan perizinan, penerbitan izin dan pasca penerbitan izin harus diawasi secara ketat, tegas dan konsisten bertujuan untuk menutup cela korupsi dan kerusakan lingkungan. selanjutnya pemerintah perlu mendorong penegakan hukum di pengadilan untuk memberantas korupsi sampai tuntas, tanpa pandang bulu dan pilih kasih,” tutup Ali.

Pos terkait