JAKARTA – Pada 27 November 2024 nanti akan dilaksanakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak yang diharapkan menjadi tombak keadilan bagi bangsa Indonesia.
Penyelenggaran pilkada sendiri telah diatur oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sesuai peraturan KPU (PKPU) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gurbernur dan Wakil Gurbernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota tahun 2024.
Seperti pemilu dan pilpres pada Februari 2024 lalu, suara anak muda baik Milenial dan Gen Z dianggap vital dan sentral yang akan direbut para kontestan pilkada karena tingkat partisipasinya diatas 55 persen dari jumlah DPT nasional.
Namun, terdapat kekhawatiran selaku anak muda yang peduli dengan politik Indonesia terhadap pilkada serentak pada November nanti, seperti yang diungkapkan Mohamad Rasyid Alkautsar (18).
Mahasiswa Fakultas Bisnis Kreatif Universitas Indonesia tersebut mengatakan berkaca pada pemilu dan pilpres yang lalu yang diamanatkan sebagai tombak keadilan dan bentuk fundamental amanat konstitusi ternyata mengecewakan.
Dia mengutip dari data Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) bersama Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan 310 dugaan pelanggaran dalam pemilihan umum (pemilu) 2024 meliputi pelanggaran netralitas, manipulasi suara, penggunaan fasilitas negara oleh kandidat, politik uang hingga bentuk kecurangan lainnya.
“Terlebih lagi permasalahan kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) yang mandarah daging terjadi didalam birokrasi pemerintahan Indonesia, mampukan pemilihan kepala daerah (pilkada) nanti berjalan secara adil?,” ucap Rasyid saat dihubungi, Minggu (23/6/2024).
Guru Besar Hukum Tata Negara, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie menekankan bahwa “Keadilan sosial adalah amanat konstitusi yang harus diwujudkan oleh negara melalui kebijakan yang berpihak pada rakyat kecil.”
Penegasan tersebut, kata Rasyid menekankan terhadap penegakan keadilan yang dimana merupakan amanat konstitusi, salah satu cara untuk menegagakan keadilan sebagai negara demokratis adalah dengan menyelenggarakan pemilu dan pilkada.
Bahkan, lanjut dia, mantan Ketua MK, Anwar Usman menegaskan bahwa mewujudkan keadilan pemilu dan pilkada serentak tahun 2024, menjadi tantangan berat yang tidak mudah dilaksanakan. Bagi negara demokrasi dengan tingkat kompleksitas tinggi seperti Indonesia, Anwar mengakui tidak dapat mengabaikan fakta empiris yang masih terjadi bahwa proses pemilihan masih acapkali diwarnai dengan berbagai kecurangan dan ketidakadilan.
“Ambisi dan hasrat politik yang tak terbendung seringkali menyampingkan nilai-nilai, prinsip, etika, dan prosedur yang berlaku. Permasalahan dan kecurangan didalam pemilihan Indonesia menjadi rahasia umum masyarakat Indonesia, lantas mampukan pemilihan kepala daerah ini menghasilkan pemimpin berkualitas yang adil?,” tanya Rasyid.
Sejarah menunjukan bahwa pemimpin berperan vital dalam mentransfrormasi wilayah dan negaranya. Seperti Deng Xiaoping, Lee Kuan Yew, Ronald Reagan, yang mengubah negara mereka masing-masing melalui kebijakan visioner dan kepemimpinan yang tegas.
“Deng Xiaoping berhasil membangun fondasi yang mentransformasi China dari ekonomi terpusat yang stagnan menjadi kekuatan ekonomi global melalui reformasi ekonomi besar-besaran. Demikian juga dengan Lee Kuan Yew di Singapura yang menekankan pemerintahan bersih, layanan publik efisien, budaya meritrokrasi, dan ekonomi kuat berbasis perdangan dan keuangan merubah Singapura menjadi negara yang kuat dan berpengaruh,” paparnya.
“80 tahun setelah merdeka, kita masih harus berjuang keras untuk mewujudkan kemerdekaan dan kesejahteraan rakyat. Namun, mencapai tujuan tersebut membutuhkan sifat kepemimpinan yang tepat dengan memahami tantangan dasar yang dihadapai Indonesia. Kita membutuhkan pemimpin yang memahami realitas dan tantangan mendasar serta menginspirasi dengan gaya visioner, isnpiratif, organisatoris, dan melayani. Namun, tipe pemimpian ideal yang dibutuhkan masyarakat tersebut sirna jika dalam pemilihan masih terdapat kecurangan dan dipenuhi dengan orang orang tidak berkualitas yang hanya bermodalkan pamor maupun uang,” imbuhnya menegaskan.
Dia menambahkan, Indonesia butuh pemimpin yang lebih hebat, seperti kutipan dari buku Reformasi Birokrasi karya tokoh pergerakan reformasi dan mantan anggota DPR RI 1999 – 2004 (Alm) Dr. Ahmad Sumargono, SE, MM menekankan bahwa Indonesia harus menuju pemerintahan yang bersih dimulai dari cara pemilihan pemimpin yang bebas dari kecurangan maupun ketidakadilan, serta dilakukannya reformasi terhadap birokrasi di Indonesia.
“Saya Mohamad Rasyid Alkautsar cucu dari (Alm) Ahmad Sumargono serta promotor pergerakan anak muda peka politik menuntut pilkada dilaksanakan dengan bersih tanpa ada kecurangan maupun ketidakadilan. Dan, mengajak anak muda lainnya untuk berpartisipasi dan peka didalam politik agar melakukan check and balances terhadap pemerintahan saat ini untuk menjaga amanat konstitusi dan hati rakyat,” pungkas Rasyid. ***