Modus Operandi Penjajahan Baru

Utang ini sebagai pintu masuk dan ini terbukti dengan ditolaknya proposal penghapusan kemiskinan negara miskin dan berkembang termasuk Indonesia pada tahun 1980 oleh Prof Jan Timbergen, penerima Nobel ekonomi berkebangsaan Belanda ini. Proposalnya yang di dalamnya mengusulkan penghapusan utang negara miskin dan berkembang termasuk Indonesia dengan skema alokasi 0,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) negara maju itu ditolak oleh negara global utara karena mereka tahu bahwa utang sekecil apapun adalah pintu masuk utama mereka melakukan penjajahan gaya baru.

Kemudian investasi di komoditi ekstraktif itu harga pasarannya juga mereka masih kendalikan. Sebut saja misalnya harga sawit dan batu bara contohnya. Kita produsen sawit terbesar di dunia, hingga 62 persen. Tapi harganya bukan kita yang tentukan, melainkan mereka. Mereka kuasai kita melalui perusahaan-perusahaan multinasional mereka.

Tak hanya sampai disitu, bangsa global utara itu juga telah menjajah kita dalam bentuk menciptakan ketergantungan importasi produk. Kita dijajah dengan dijadikan hanya sebagai pasaran produk mereka dengan kekuatan kongkalikong dengan pejabat dan konglomerat nasional penguasa import.

Perluasan izin tambang dan perkebunan yang telah mereka dapatkan dengan berkongkalikong dengan elit penguasa kita juga menyebabkan penyerobotan tanah petani domestik. Kemunduran penguasaan lahan terus terjadi. Petani kita dibuat gurem dengan hanya punya kuasa lahan per kapita 0,33 ha. Sementara petani kita sebagian besar hanya diisi oleh buruh tani sebesar 74 persen yang hanya mengandalkan tenaganya.

Rakyat kita akhirnya tak lagi punya kemampuan untuk mandiri pangan. Apa yang kita makan akhirnya sangat tergantung dari importasi produk mereka. Contoh kecil saja, kedelai yang kita makan saat ini bergantung dari 86 persen impor dari Amerika Serikat. Sisanya 13 persen dari Canada dan lainnya.

Kita juga menjadi bangsa yang tidak berdaulat walaupun sudah deklarasi 77 tahun sebagai bangsa merdeka. Seperti yang diperingatkan oleh Bung Karno, “hati hati dengan apa yang kamu makan, sebab apa yang kamu makan itu menentukan seberapa berdaulat kamu”.

Dan nyatanya, tak hanya kedelai tapi beras, ubi, garam, kain, dan lain lain kita telah terjajah. Sehingga secara politik pun akhirnya kita menjadi bangsa yang rentan karena pemerintah kita menjadi begitu mudah dijatuhkan hanya dengan melakukan embargo pangan setiap saat.

Pengakuan pemerintah dan bangsa Belanda yang telah menjajah dan memperburuk nasib bangsa ini perlu kita apresiasi. Tetapi kita sebagai bangsa jangan sampai terus menjadi bermental budak, slaver dan lupa bahwa kita masih dijajah dalam modus operandi yang berbeda dari bangsa lain dengan berkongkalikong dengan elit penguasa dan konglomerat hitam. Waspadalah, mereka masih terus berusaha mengkudeta kedaulatan kita dengan berbagai cara.

Jakarta, 20 Desember 2022

Oleh: Suroto, Ketua AKSES dan Pejuang Koperasi Muda

Pos terkait