JAKARTA – Politisi partai koalisi pemerintah PDIP yang saat ini duduk di Komisi XI DPR RI Marinus Gea mengungkapkan bahwa sistem penyerapan keuangan atau anggaran di pemerintahan yang dipimpin Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani masih sangat bermasalah alias amburadul.
Dengan kondisi itu, tegas Marinus Gea, memaksa lembaga pemerintahan sekelas Kementerian Keuangan (Kemenkeu) wajib menyerap anggaran sebesar Rp1.200 triliun pada waktu yang sangat singkat, hanya butuh waktu dua bulan tersisa berakhir tahun 2022.
“Jika kita lihat dari sistem yang diterapkan (Kemenkeu) masih sangat amburadul pengelola keuangannya sehingga kita harus dipaksakan untuk menyelesaikan anggaran keuangan sebesar Rp 1.200 triliun selama dua bulan terakhir. Ini kan pekerjaan sulit, dan ini tentu tak mudah,” kata Marinus Gea seperti keterangan tertulisnya diterima wartawan Bela Rakyat, Jakarta, Rabu (2/11/2022).
Marinus menjelaskan dua penyebab utama sistem anggaran di pemerintahan masih amburadul. Penyebab pertama, yakni masa waktu cairnya penggunaan anggaran sangat lama dan lambat hingga dana ke daerah membuat proses transfer juga terlambat.
“Padahal, kan pembangunan di daerah-daerah tak pernah terhenti terus berjalan khususnya pembangunan infrastruktur. Sehingga dengan telatnya anggaran ini, membuat program sejatinya telah disiapkan sejak awal tidak memungkinkan lagi dilakukan karena waktu sudah sangat mepet,” jelas Marinus.
Alasan kedua, lanjutnya, ada kecurigaan program tersebut tidak dilaksanakan lagi secara tepat sesuai dengan perencanaan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Di mana program yang telah dirancang di tahun sebelumnya itu tidak bisa digunakan lagi sesuai rencana.
“Sebagai contoh proses pembangunan di daerah, di mana masa waktu renovasi atau pembangunan gedung hanya diberi waktu enam bulan. Sementara anggarannya baru bisa dipersiapkan pada proses pelelangan di bulan Agustus-September. Terus di bulan September baru bisa dikontrak oleh pemenang lelang, dan di bulan Oktober. Terus bagaimana kita bisa menjalankan proyek pembangunan itu? Tentu, para pemenang lelang itu tak mau mereka menjalankan pembangunan di sisa waktu itu,” terangnya.
Lebih lanjut, Marinus menyampaikan, diduga kuat pada sistem penyerapan anggaran di Kemenkeu tidak efektif dan tidak efesien sehingga berdampak pada pembangunan di daerah. Untuk itu, menurutnya, sejumlah proyek terlambat dilaksanakan oleh pemenang tender.
“Saya mendorong Komisi XI DPR RI untuk meminta penjelasan kepada Menkeu Sri Mulyani terkait lambatnya proyek ini berjalan. Kenapa bisa proses penyerapan anggaran tidak optimal hingga Rp 1200. Setelah saya baca berita itu, saya kaget bacanya. Maksud saya, jika Ibu Menkeu sebagai contoh bisa berhemat Rp 1.200 triliun, itu artinya kita cukup survive. Tapi, kok uang itu diminta untuk dihabiskan ternyata,” pungkas Marinus.